***
Hari ini Tika libur kerja, ia sedang mencuci baju-baju kotor milik bibi, paman, dan adiknya. Tika sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah saat ia libur. Jika hari biasa, ia melakukannya pada malam hari sepulang ia kerja.
Tiba-tiba ada ketukan sangat kasar di pintu depan, tika melangkah perlahan. Ia sedikit mendengar suara, sepertinya lebih dari satu orang memanggil nama bibinya sambil menggedor-gedor kasar. Jika terus dilakukan, niscaya akan roboh dan rusak pintu kayu tersebut.
"Woi Tut, jangan ngumpet! Bayar utangmu!"
Salah satu dari orang yang datang teriak penuh amarah tanpa basa-basi salam. Tika sedikit kaget, membuka pintu pelan-pelan sambil mengintip. Ternyata ada tiga orang yang datang. Setelah pintu di buka, tanpa aba-aba orang-orang itu masuk menyibak setiap gorden pada setiap pintu yang ada. Tapi ia hanya menjumpai Tika bersama baju-baju kotor serta cucian yang akan dijemur.
"Bibi tidak di rumah, Pak. Lagi pergi, mindring sepertinya tadi," ucap Tika sambil berjalan mengikuti orang-orang itu ke belakang.
"Hei, bilang pada bibimu supaya segera bayar utangnya. Sudah tak ada ampun lagi baginya!" Dengan keras lelaki tua itu menghardik.
Ternyata para tetangga telah berkumpul, bak mendapatkan tontonan menarik pengganti sinetron. Sebenarnya mereka adalah tetangga yang selalu menghindar bertemu Tutut dan Fajar. Soalnya ketika bertemu dan bercakap, pasti temanya hutang.
Lelaki yang menghardik itu, matanya berapi-api menatap tajam ke Tika, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tika sebenarnya kikuk dan sangat risih. Ia mengenakan pakaian tidur semalam yang tipis. Tiba-tiba perutnya mual mendadak tak tertahankan.
"Ponakannya ternyata buruk rupa begini. Coba saja kalau cantik, tak rugi aku mengutangi Tutut berapapun!"
Tiga orang tamu itu beranjak pergi. Tika segera membanting pintu dengan kuat, seperti pelari handal, ia berlari kencang ke kamar mandi. Ia muntah sangat banyak tak terhelakkan.Â