Mohon tunggu...
abdul afit
abdul afit Mohon Tunggu... Freelancer - Tutor geografi

Bumi dan bola, sama-sama bundar!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penghapusan Feodalisme Di Keraton Surakarta

19 Desember 2023   21:43 Diperbarui: 13 Maret 2024   22:33 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Laku Dodok (foto: budiey.com)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan feodalisme sebagai sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. KBBI juga mendefinisikan feodalisme sebagai sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja.

Dalam masyarakat Indonesia, budaya feodalisme sudah mengakar kuat karena warisan dari zaman kerajaan. Dalam masyarakat feodal, raja berada pada posisi teratas kemudian dibawahnya para bangsawan tinggi kerajaan. Kemudian dibawahnya lagi ada bupati dan kepala desa. Rakyat berada diposisi paling bawah.

 Masyarakat feodal berorientasi pada pelayanan yang berlebihan kepada penguasa (raja, bupati, kepala desa), pejabat, birokrat atau orang yang dituakan. Mereka merupakan pihak yang harus dihormati dan ditaati oleh rakyat.

Seiring perkembangan jaman dan munculnya pemikiran-pemikiran baru, feodalisme mulai menghilang baik secara alami ataupun sengaja dihilangkan. Seperti pada masyarakat Jawa di wilayah keraton Surakarta, sikap feodalisme dihapus oleh penguasa setempat pada tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia.

Penghapusan sikap feodalisme dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan zaman ini bisa jadi karena Indonesia yang baru merdeka berbentuk republik bukan monarki. Feodalisme tentu saja berseberangan dengan negara republik. 

Dalam negara republik, kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kepala negara/daerah dipilih oleh rakyat. Presiden adalah kepala negara (penguasa) dan kepala pemerintahan yang bertanggung jawab kepada rakyat.

Foto: Perpustakaan Nasional RI 
Foto: Perpustakaan Nasional RI 

Dalam surat kabar tempo dulu, Berita Indonesia, 2 Januari 1946 halaman 1 kolom 1 yang diarsipkan oleh Perpustakaan Nasional RI dalam Koleksi Layanan Surat Kabar Langka Terjilid (SKALA Team), S.P Susuhunan Surakarta mengeluarkan beberapa aturan  perubahan yang dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman. Perubahan peraturan tersebut sebagai berikut:

1. Surat-surat yang dahulunya harus ditulis dengan huruf Jawa, mulai saat itu boleh ditulis dengan huruf latin.

2. Di luar keraton,  "dodok atau Laku Dodok" dihapuskan 

3. Di dalam keraton, jika ada tamu yang duduk di kursi, maka para abdi dalem dibolehkan duduk di kursi juga dan tidak perlu melakukan Laku Dodok.

Laku Dodok merupakan cara berjalan  dengan posisi dodok untuk menunjukkan rasa hormat. Laku Dodok dilakukan oleh Abdi dalem dan rakyat biasa yang ditujukan kepada Susuhunan atau junjungan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun