Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kutukan Dalam Folklore dan Kutukan Untuk Koruptor

20 Juni 2012   04:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:45 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutuk dan kutukan sering muncul kepermukaan, untuk kasus korupsi, terorisme dan pelecehan seksual, namun itu hanya berlalu tanpa ada yang mengingatnya kecuali terekam dalam televisi, koran atau majalah. Sering dalam media diberitakan sejumlah aktivis mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa. Mereka selain membawa poster, mahasiswa juga menggelar aksi teaterikal yang menggambarkan penderitaan masyarakat kecil akibat ulah koruptor. Dalam orasinya mahasiswa MENGUTUK para koruptor dan MENYUMPAHI anggota dewan atau pejabat eksekutif agar tidak melakukan tindakan korupsi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keluaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI terbitan Balai Pustaka, KUTUK dalam kata benda berarti, Doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan atau bencana kepada seseorang atau Kesusahan/bencana yang menimpa seseorang disebabkan doa atau kata-kata yang diucapkan orang lain. Istilah KUTUK nama lainnya adalah LAKNAT dan SUMPAH. Sementara MENGUTUK dalam kata kerja berarti, Mengatakan (mengenakan) kutuk kepada, menyumpahi atau melaknatkan. Menyatakan dan menetapkan salah (buruk): contoh : kita harus mengutuk segala perbuatan korupsi. Kutukan (kata benda) berarti sumpah (makian, nista, dsb); laknat (Tuhan): contoh : dia kena kutukan Tuhan.

kutukan dalam folklore

Mengakhiri cerita dengan kutukan seperti memuaskan rasa keadilan dari awal cerita yang penuh dengan lika-liku dan intrik. Kutukan adalah solusi dari cerita yang mandeg dan berbelit-belit. Memudahkan pesan moral, tapi disisi lain memudahkan hidup yang sesungguhnya tidak semua akhir cerita bisa terjadi seperti itu. Kutukan pun bisa menjadi titik tolak suatu harapan, bahwa kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, kebaikan akan ditimpal dengan kebaikan.

Ada beberapa kategori Kutukan yang muncul dalam folklore, biasanya berhubungan dengan :

1.Melanggar perjanjian

2.Durhaka anak terhadap orang tua

3.Perilaku orang jahat pada orang yang lemah dan tertindas

4.Perbuatan licik dalam kesepakatan

Beberapa contoh dari folklore Indonesia yang bisa menjadi referensi tentang kutukan :

1.Melanggar perjanjian

Legenda Danau Toba dan Pulau Samosir, “Ketika petani marah dan menyebut anaknya anak ikan, isteri dan anaknya hilang, sesuai dengan perjanjiannya sewaktu bertemu pertama kali. Dari bekas pijakan kaki mereka menyembur air deras dan menenggelamkan desa. Jadilah danau Toba dan Pulau Samosir.”

2.Durhaka anak terhadap orang tua

Legenda Malin Kundang, “Ibu Malin Kundang sakit hati, anak yang dinanti-natinya kini sudah sukses dan memiliki isteri yang cantik. Namun ketika sang ibu mendekat dan ingin memeluk sang anak. Malin Kundang menepis dan tidak mau mengakui ibunya. Terjadilah kutukan sang ibu yang legendaris itu, merubah Malin Kundang menjadi batu.”

3.Perilaku orang jahat pada orang yang lemah dan tertindas

Legenda Rawa Pening, “Baruklinting hanya ingin diakui dan dihargai eksistensinya. Dia memang sebatang kara, dia memang miskin, dia memang bau dan tak terurus, tapi keadaan telah membuatnya seperti seperti itu. Seluruh teman-temannya menjauhi bahkan seluruh warga tempat dia tinggalkan mulai menjauhi dan bukan sekedar menjauhi tapi juga mengejek dan melemparinya dengan batu dan kotoran. Baruklinting kemudian tancap lidi ke dalam tanah dan mencabar semua teman-teman dan warga yang ada untuk bisa mencabut lidi yang sudah ditancapnya. Namun tidak ada yang mampu. Akhirnya dengan mudah Baruklinting mencabut lidi tersebut. Dan dari lubang bekas tancapan lidi tersebut keluarlah air deras dan berbau busuk menggenangi seluruh teman dan warga desa, menjadi Rawa Pening.”

4.Perbuatan licik dalam kesepakatan

Legenda Seribu Candi, “Roro Jonggrang tidak ingin menikah dengan Bandung Bondowoso, karena dalam peperangan Bandung Bondowoso telah membunuh bapaknya. Dan dengan siasatnya Roro Jonggrang kemudian berhasil menggagalkan megaproyek seribu candi. Karena kurang satu patung lagi maka dengan kesaktiannya Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang menjadi patung menggenapkan jumlahnya menjadi seribu (sewu).”

Demikianlah kutukan dalam folklore mengakhiri cerita. Namun sekarang ini kutukan juga bisa menjadi titik tolak dari keputusasaan, karena kini koruptor toh hidupnya nyaman-nyaman saja. Walaupun citranya buruk, namun keluarga, kelompok dan komunitas kecilnya menikmati hasil korupsi tanpa merasa berdosa dan merasa bersalah. Lalu dimana kutukan? Yang seharusnya berfungsi dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.

Apakah mungkin kutukan sudah tidak lagi turun kemuka bumi?. Apakah mungkin kini orang sudah terlalu banyak yang mengumbar kutukan, cacian dan makian kepada orang yang bersalah dan tidak disukai, sehingga kutukan yang dulu sakral kini tidak ampuh lagi dalam menyelesaikan cerita. Atau mungkin kutukan menunggu moment yang pasdan tepat, tidak seperti dulu, ketika diucapkan seketika terjadi dan terbukti. Kutukan kini berproses sangat lama. Ada yang bilang itu tergantung amal shaleh seseorang yang mengucapkan kutukan, kalau kurang amal baiknya, kurang juga bobot kutukannya, tapi kalau kesucian pribadinya terjaga, maka semua keinginan pasti terkabul termasuk mengutuk seseorang yang juga memang pantas untuk dikutuk.

* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun