Mohon tunggu...
Abdul Ghofur
Abdul Ghofur Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penelusur jalan kehidupan, masih mencari makna dan hakikat hidup yang sejati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dana Desa dan Kemaslahatan Masyarakat

5 Maret 2018   22:13 Diperbarui: 5 Maret 2018   23:29 1500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak digelontorkannya dana desa oleh pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPDTT) mulai tahun 2015, merupakan harapan baru bagi masyarakat desa. 

Kucuran dana tersebut bak air hujan yang mengguyur tanah tandus setelah sekian purnama terjadi kekeringan, meliputi 33 propinsi, 434 kabupaten/kota, 6.453 kecamatan, dan 74.910 desa. Apalagi besaran dana yang begitu fantastis, pada tahun 2015 saja sebesar Rp 20,7 Triliun, tahun 2016 sebesar Rp 46,9 Triliun, kemudian tahun 2017 dan 2018 mencapai Rp 60 Triliun (kemendesa.go.id).

Melihat besaran dana tersebut tergambar dalam benak betapa desa akan memulai babak baru dalam sejarah, karena selama ini desa masih diidentikkan sebagai masyarakat yang kurang berpendidikan, profesi yang tidak variatif, dominasi usia lansia, produktivitas rendah, dan lainnya. Sehingga usia-usia produktif lebih memilih untuk mengais rupiah dan mencari penghidupan di kota. 

Alhasil, kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya terjadi over population yang rentan menimbulkan masalah sosial.

Melalui regulasi pemerintah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa serta PP No. 66 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN menjadi bukti komitmen pemerintah untuk hadir membawa lentera dalam rangka pemerataan pembangunan desa. 

Sehingga mempersempit jurang pemisah kesenjangan kehidupan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Harapan pemerintah, dana desa dapat digunakan sebesar-besarnya untuk mendukung dan menyokong kegiatan desa, meliputi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Dana Desa dan Asas Usefulness

 Tidak dipungkiri dana menjadi persoalan penting dalam pembangunan desa. Dalam masyarakat sering terdengar celoteh, ada fulus mulus, tak ada fulus mampus atau ra ono biaya, ya biayakan(tidak ada dana, ya kebingungan). 

Celoteh tersebut mengantarkan pada satu pemahaman bahwa dalam setiap aktivitas apapun, keberadaan dana menempati posisi penting, di samping faktor pendukung yang lain. Maka adanya kebijakan dana desa menjadi angin segar bagi desa untuk memulai perubahan dan pembangunan desa. Dana desa digadang-gadang memiliki asas kebermanfaatan atau daya guna (usefulness) yang tinggi bagi keberlangsungan roda kehidupan masyarakat desa.

Agar asas usefulnessdana desa terjamin dalam pelaksanaannya dan benar-benar sampai ke masyarakat maka diperlukan penyusunan skala prioritas program pembangunan desa apa saja yang perlu didahulukan. 

Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan regulasi Permendes No. 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Skala prioritas tersebut penting agar dana desa tidak habis hanya untuk keperluan pembangunan infrastruktur saja dan abai terhadap aspek pemberdayaan mamsyarakat. Adapun kebermanfaatan dana desa melalui skala prioritas meliputi empat aspek, yaitu pengembangan produk unggulan kawasan perdesaan (Prukades), pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pembuatan embung, dan pembuatan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).

Bertumpu pada asas usefulnessdana desa dapat dijabarkan empat prioritas penggunaan dana desa yang ditetapkan oleh pemerintah. Pertama, pengembangan produk unggulan kawasan perdesaan (Prukades). 

Sesuai dengan namanya, Prukades menekankan pentingnya lokalitas daerah sebagai modal dasar dalam pembangunan desa. Dengan kata lain Prukades merupakan basis pengembangan perekonomian desa berbasis kawasan, produk lokal unggulan sebagai media untuk membuka dan mempermudah akses pasar. Adanya produk unggulan tersebut bisa menjadi maskot daerah, karena komoditas unggulan suatu daerah tentu tidak dihasilkan oleh daerah lain, kalaupun ada pastinya dengan kualitas yang lebih rendah.

Setelah suatu daerah menemukan produk unggulan daerahnya, maka langkah selanjutnya adalah melalui dana desa dapat digunakan untuk produksi dalam skala besar atau pengembangan lanjutan, sehingga mampu mengangkat perekonomian masyarakat desa. Misalnya Kabupaten Dompu dan Kabupaten Pandeglang yang menjadikan produksi jagung sebagai komoditas utama. 

Bahkan di Pandeglang memiliki luas pengembangan jagung mencapai 51.446 Hektar dengan rata-rata produksi mencapai 5 ton/hektar, masih ditambah lagi dengan pengembangan budidaya ikan kerapu (kemendesa.go.id). 

Contoh lain di Kabupaten Karanganyar, selain prioritas pada sektor pariwisata, di desa sekitar lereng Gunung Lawu menjadikan sayur dan buah sebagai produk unggulan, di antaranya buah durian yang menjadi maskot di sana. Selain itu juga komoditas sayuran, seperti wortel, seledri, kol, dan lainnya. Kondisi pegunungan yang sejuk dan iklim yang sesuai menjadikan produktivitas komoditas tersebut di atas tinggi, sehingga mampu menunjang perekonomian warga desa.

Kedua, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Setelah desa memiliki prioritas produk unggulan, maka diperlukan BUMDes sebagai media dan sarana pemerataan dan pertumbuhan ekonomi desa. 

BUMDes adalah sebuah lembaga usaha desa yang dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian desa serta dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi yang ada di desa. BUMDes merupakan sebuah badan usaha yang mampu membantu masyarakat dalam beberapa hal, antara lain memenuhi kebutuhan sehari-hari, menjadi peluang usaha atau lapangan pekerjaan, menambah wawasan masyarakat desa, dan lainnya.

Seperti dilansir dosenekonomi.combeberapa BUMDes yang berhasil dalam menyejahterakan masyarakat antara lain BUMDes Tirta Mandiri, desa Ponggok, Kabupaten Klaten, merupakan sebuah usaha yang digagas di bidang kepariwisataan. BUMDes ini dinobatkan sebagai BUMDes terbaik, salah satunya karena memiliki omset mencapai Rp 10,36 Milyar dengan laba bersih Rp 6,5 Milyar. 

Bahkan saat ini, BUMDes Tirta Mandiri telah berhasil mengembangkan usahanya dengan mendirikan minimarket dan rumah makan tenda. Kemudian BUMDes desa Cibodas, Jawa Barat yang bergerak di bidang penyaluran air bersih. Air yang menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan tidak lagi sulit diperoleh, BUMDes Cibodas telah memiliki lebih dari 3.200 konsumen.

Lain lagi, BUMDes Tirtonirmala, Kabupaten Bantul bergerak di bidang simpan pinjam yang mampu menghasilkan keuntungan mencapai Rp 8,7 Milyar. Bunga yang diberikan dari pinjaman melalui BUMDes tidak sebesar bunga pinjaman yang diberikan oleh pihak bank, sehingga mampu meringankan beban para peminjamnya.

Selanjutnya BUMDes Multianggaluku Mandiri, desa Kalukubula, Kabupaten Sigi mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Usaha toko penyaluran barang-barang bersubsidi dari pemerintah sangat membantu masyarakat untuk bisa menikmatinya secara merata sehingga kualitas dan kemampuan hidup mereka menjadi terjamin. 

Dengan modal Rp 35 juta yang berasal dari dana desa, BUMDes ini menjadi penyalur subsidi pemerintah seperti beras, gas LPG, gula, dan bawang merah. Di desa Suwatu, Kabupaten Sragen, tempat penulis berasal, dana desa juga diprioritaskan untuk pembangunan BUMDes yang bergerak pada bidang jasa sewa menyewa ruko yang nantinya hasil dari sewa akan digunakan untuk pengembangan ekonomi masyarakat desa.

Ketiga, pembuatan embung desa, embung adalah suatu cekungan yang berfungsi untuk menampung air hujan. Air hujan tersebut dimanfaatkan sebagai sarana irigasi pertanian desa ketika terjadi musim kemarau. 

Embung juga berfungsi untuk peningkatan kualitas air yang ada di sungai atau danau. Sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi garda terdepan dalam menunjang ketersediaan pangan nasional masyarakat Indonesia. Melalui prioritas pembuatan embung ini diharapkan desa mampu panen hingga 2-3 kali/pertahun sehingga mampu meningkatkan produktivitas hasil panen dan mengangkat pendapatan dan pertumbuhan perekonomian desa.

Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu daerah yang telah memprioritaskan dana desa untuk empat program prioritas yang salah satunya pembuatan embung. Tak tanggung-tanggung Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan sebanyak 326 embung di kabupaten tersebut, ditandai dengan penandatanganan batu prasasti di Desa Muruy, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang (4/10/2017). Sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman dibangun embung yang memiliki luasan area sekitar 2,5 hektar dan mengaliri hingga tiga kecamatan. 

Lahan sawah yang dialiri oleh air yang berasal dari embung Toboh Gadang tersebut cukup luas yakni sekitar 800 hektar. Bukan hanya untuk mengairi sawah saja, embung juga direncanakan akan menjadi destinasi wisata dan sarana olahraga (kemendesa.go.id). Sehingga keberadaan embung menjadi multi fungsi yang intinya untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa.

Keempat, pembuatan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa). Sudah sangat populer semboyan dalam bahasa Latin men sanna in corpore sanno yang artinya kurang lebih di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. 

Juga dalam lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya terdapat bait yang berbunyi bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, artinya menekankan adanya keseimbangan pembangunan jiwa dan raga/badan, rohani dan jasmani. Sehingga aktivitas badan/jasmani (baca: olahraga) merupakan salah satu hal yang penting untuk menunjang kegiatan sehari-hari, karena dengan tubuh yang sehat pekerjaan akan mampu terselesaikan dengan optimal.

Adapun pembangunan sarana olahraga desa, seperti pembangunan lapangan, penyediaan alat olahraga, dan lainnya salah satunya bertujuan untuk memberikan fasilitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan olahraga. 

Selain itu juga bertujuan menjadi ajang tempat berkumpulnya masyarakat desa, menciptakan keramaian, yang kemudian meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat desa. Keramaian dapat dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berdagang, adanya masyarakat yang berdagang di sekitar fasilitas olahraga tersebut pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi desa. Juga hal yang terpenting dari pembangunan Raga Desa adalah sarana regenerasi atlet handal dan diikhtiarkan akan mampu lahir atlet-atlet terbaik Indonesia di masa mendatang yang berasal dari desa.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa dana desa terbukti memiliki asas usefulness yang tinggi melalui program prioritas maupun non prioritas. Secara kauntitatif keberhasilan tersebut dapat dilihat pada sektor pembangunan fisik dan program peningkatan kualitas hidup. 

Keberhasilan program pembangunan fisik yang telah terwujud dari program yang berjalan di 74.910 desa se-Indonesia dalam kurun waktu 2015, 2016, dan 2017 antara lain: a) jalan desa sepanjang 121.709 Kilometer, b) mendirikan 1.960 jembatan, c) mendirikan pasar desa sebanyak 5.220, d) BUMDes sebanyak 21.811, e) tambatan perahu sebanyak 5.116 unit di berbagai desa pinggir laut dan sungai, f) embung desa sebanyak 2.047 unit, g) sarana irigasi sebanyak 41.379 unit, dan h) menciptakan sarana olah raga sebanyak 2.366 unit.

Adapun keberhasilan program peningkatan kualitas hidup warga pedesaan di seluruh Indonesia tercapai melalui berbagai program berikut, yaitu: a) pembangunan penahan tanah sebanyak 291.393 unit, b) sistem pengelolaan air bersih mandiri desa sebanyak 32.711 unit, c) MCK bagi warga desa sebanyak 82.356 unit, d) terbentuknya Polindes sebanyak 6.041 unit, e) mewujudkan sistem drainase sehat sebanyak 590.371 unit, f) mendirikan PAUD sebanyak 21.357 unit, g) Posyandu aktif sebanyak 13.973 unit, h) membangun sumur 45.865 unit untuk mencukupi kebutuhan air bersih warga desa se-Indonesia (kemendesa.go.id).

Pada intinya melalui tingginya asas usefulness dana desa dapat ditarik suatu pemahaman bahwa benang merah adanya kucuran dana desa pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan masyarakat desa. Kemaslahatan berasal dari kata maslahat yang menurut KBBI artinya kegunaan, kebaikan, manfaat, atau kepentingan. 

Sehingga tujuan akhir dana desa adalah terciptanya masyarakat desa yang makmur dan sejahtera, salah satunya ditandai dengan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Maka suatu bentuk pelanggaran dan harus dipertanggungjawabkan apabila ada dana desa yang diselewengkan, baik oleh pemerintah kabupaten, perangkat desa maupun orang perorangan, sehingga nilai kemaslahatan dana desa tidak sampai ke masyarakat.

Mengawal Dana Desa, Sebuah Keniscayaan

 Besaran dana desa yang begitu fantastis yaitu mencapai total Rp 187,6 Triliun sejak digelontorkannya pertama kali pada tahun 2015, menjadikan sebagian orang, terutama kepala desa tergiur untuk melakukan hal yang tidak dibenarkan dan munculnya keinginan untuk memperkaya diri. 

Seperti dilansir berdesa.comterdapat lima lubang maut yang bisa menyeret kepala desa ke jeruji penjara akibat penyelewengan penggunaan dana desa: pertama, pada proses perencanaan, yaitu adanya elite capture, proses perencanaan penganggaran sangat mungkin disusupi kepentingan para elit desa. Karena lemahnya kontrol selama ini, banyak sekali penggunaan mata anggaran desa disusun berdasar kepentingan oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan materiil.

Kedua, proses pertanggungjawaban sebanyak 2 kali, pada proses ini terdapat kecenderungan adanya laporan fiktif.Mencontoh banyaknya kasus korupsi tingkat tinggi yang dilakukan banyak oknum negeri ini. Laporan pertanggungjawaban dana desa juga sangat rawan manipulasi data. Laporan ternyata hanya menyajikan angka-angka fiktif yang tak jelas pertanggungjawabannya. Ketiga, proses monitoring dan evaluasi. 

Budaya ewuh-pekewuh yang lekat dalam masyarakat desa, dalam hal ini seringkali pelaksanaan monitoring hanya bersifat formalitas dan telat melakukan deteksi ketika ada fakta-fakta yang mengarah pada penyalahgunaan dana. Terjadi hal sebaliknya, monitoring hanya menjadi acara formal dan menyajikan laporan baik-baik saja karena para pengawas malah berkomplot untuk mendapatkan keuntungan dari dana milik warga ini, sungguh sangat keterlaluan.

Keempat, proses pelaksanaan, sangat rawan nepotisme dan tidak adanya transparansi. Nepotisme adalah salah satu pola yang lekat dengan budaya masyarakat Indonesia. Sehingga masyarakat perlu mempertanyakan dan meminta jawaban yang komprehensif, jelas, dan tuntas setiap eksekusi penggunaan dana desa di lapangan. Kelima,proses pengadaan barang dan jasa. 

Ada banyak proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan desa. Bukan rahasia lagi, inilah salah satu sumber korupsi paling berbahaya di dunia. Model kejahatan paling kentara adalah mark up (menaikkan harga barang) sehingga negara sangat dirugikan. Maka proses pengadaan barang mengharuskan adanya transparansi dari pihak penyedia produk dan sekaligus para pembanding untuk mempersempit adanya peluang mark up.

Data mencengangkan disampaikan Indonesia Corruption Watch(ICW) yang merilis ada 110 kasus penyelewengan dana desa dan alokasi dana desa sepanjang 2016 s/d 10 Agustus 2017. Dari 110 kasus itu, pelakunya rata-rata dilakukan kepala desa (Kades). Egi Primayogha, peneliti ICW, menyatakan dari 139 aktor, 107 di antaranya merupakan kepala desa. Selain itu, pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2 orang. Egi menyebut dari 110 kasus tersebut, jumlah kerugian negaranya mencapai Rp 30 Miliar. 

Data tersebut ia akui berdasarkan berbagai sumber media hingga data aparat penegak hukum (detik.com). Adapun sejumlah bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa, yaitu penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, markup anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran, dan suap.

Dari sejumlah modus korupsi yang dipantau ICW, antara lain membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. 

Modus lainnya meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten, mark up pembayaran honor perangkat desa dan alat tulis kantor (ATK). Serta memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Contoh lainnya yaitu pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi, pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa, serta melakukan kongkalikong proyek yang didanai oleh dana desa.

Mengamati fenomena tersebut menjadi sebuah keprihatinan bersama, dana desa yang sepenuhnya diperuntukkan untuk kemaslahatan masyarakat ternyata digerogoti oleh tikus-tikus tak bertanggungjawab. Pagar makan tanaman, kiranya itu kiasan yang tepat, perangkat desa yang seharusnya menjaga dan memanfaatkan dana desa sebaik-baiknya, tetapi malah berlomba-lomba mencari keuntungan pribadi. 

Maka menjadi komitmen semua pihak, terutama masyarakat untuk proaktif dalam mengawal dana desa dengan semaksimal mungkin. Apabila menemukan indikasi penyelewengan dana desa diharap langsung melaporkan ke pusat informasi di nomor 1500040 atau melalui sms center di 087788990040 atau lapor melalui website lapor.go.id. Bisa juga langsung melaporkan ke satgas dana desa dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPDTT) melalui website satgas.kemendesa.go.id.

Kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi, semua lini perlu berkomitmen lahir batin agar dana desa benar-benar maslahat untuk masyarakat, sehingga perekonomian masyarakat desa lebih berkembang. Semoga.

REFERENSI

5 Contoh Usaha BUMDes Yang Sudah Berhasil Dalam Mensejahterakan Masyarakat. Diakses 10 Februari 2018)

Awas, Lima Lubang Maut Penggunaan Dana Desa. (Diakses 15 Februari 2018)

Dana Desa 2017 Terserap 98,47 Persen. (Diakses 13 Februari 2018)

Empat Program Prioritas Desa Dorong Pertumbuhan Ekonomi Pandeglang. (Diakses 13 Februari 2018)

ICW Sebut Pak Kades Paling Banyak Korupsi Dana Desa. (Diakses pada 16 Februari 2018)

Marwan Jafar Minta Masyarakat Manfaatkan Bantuan Dengan Baik. (Diakses 13 Februari 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun