Maka dalam hal ini diskursus tentang pendidikan karakter perlu untuk direkonseptualisasikan kembali. Melalui konsep pendidikan karakter ini peserta didik diarahkan untuk tidak hanya belajar tentang nilai-nilai, namun benar-benar meyakini dalam hati dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Seorang guru juga dituntut untuk mampu menjadi modelling dan sosok yang menjadi rujukan dan panutan siswa dalam berperilaku. Sehingga pendidikan karakter benar-benar membumi dan tidak hanya konsep-konsep ideal yang melangit dan miskin implementasi.
Thomas Lickona (1991) jauh-jauh hari menegaskan bahwa pendidikan karakter sangat urgen dikarenakan beberapa sebab di antaranya, pertama, merupakan kebutuhan yang mendesak dan nyata, hal ini mengingat perkembangan globalisasi di atas telah menyasar semua kalangan, termasuk dunia anak sebagai lahan empuk yang lebih mudah terjangkit aspek negatifnya. Kedua,bahwa nilai merupakan cara bekerjanya suatu peradaban, negara yang adil dan makmur tercipta melalui kader muda bangsa yang berilmu dan berkarakter. Ketiga, pentingnya sekolah sebagai lembaga moral bagai anak yang mengajarkan dan mempraktikkan tentang nilai-nilai, dikarenakan intensitas pendidikan moral yang sangat sedikit dari orang tua (keluarga). Orang tua sering kali telah lelah dan capek dengan rutinitas pekerjaan harian, sehingga absen dalam membentuk kepribadian dan karakter anak.
Implementasi pendidikan karakter perlu selalu dievaluasi, diperbaiki, dan disempurnakan. Hal ini penting mengingat perkembangan remaja dewasa ini yang kian tak terkendalikan, gerusan teknologi menjadikan remaja kehilangan identitas dan jati dirinya. Melalui konsep pendidikan karakter yang membumi diikhtiarkan mampu terbentuk generasi yang diharapkan bangsa sesuai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Semua lini hendaknya satu barisan satu tujuan, dari siswa, orang tua, guru, pengawas, pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat untuk bersama-sama menjadi patriot dan promotor, tidak sekedar mengajarkan nilai-nilai, tetapi saling memberikan contoh dan keteladanan dalam mewujudkan generasi yang berilmu dan berkarakter.
Pendidikan karakter perlu terus dikampanyekan sebagai totalitas pendidikan yang bermutu dan bermartabat, demi terciptanya generasi bangsa Indonesia yang kuat, mantap, berilmu dan, berkarakter. Sehingga efek negatif globalisasi dapat diminimalisir melalui implementasi pendidikan karakter yang benar-benar membumi. Dengan harapan tidak ada lagi Pak Guru Budi lainnya yang menjadi korban keganasan generasi nir-karakter. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H