Mohon tunggu...
Abdul Ghofur
Abdul Ghofur Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penelusur jalan kehidupan, masih mencari makna dan hakikat hidup yang sejati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibnu Muljam dan Kebangkitan Radikalisme

1 Februari 2018   09:39 Diperbarui: 1 Februari 2018   10:31 4984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: metroislam.com

Menurut Mudofir (2014: 6) sejatinya agama adalah korban perkosaan dari para pemeluknya yang secara eksklusif dijadikan instrumen pembenaran atas aksi-aksi kekerasan. Prinsip toleransi, menghargai perbedaan, hidup dalam kebersamaan, menyantuni orang miskin, menciptakan perdamaian, bertindak adil, dan menghormati HAM hampir selalu dikesampingkan. 

Dampaknya agama dianggap sebagai simbol perlawanan tanpa syarat terhadap hegemoni kelompok atau peradaban tertentu, seperti modernisme dan kapitalisme. Radikalisme agama yang memiliki tafsir-tafsir keagamaan eksklusif dan terlalu harfiah hanya menonjolkan penggunaan teori konspirasi. Sebuah teori yang dasar asumsinya melihat dunia dalam kerangka dikotomi tajam antara "kami" dan "mereka". Dengan bayang-bayang imajinasi yang nampak mengancam, "kami" harus memusnahkan "mereka" atau sebaliknya.

Islam Rahmatan Lil-Alamin Sebagai Jawaban

Islam datang untuk membangun masyarakat yang adil dan beradab. Islam adalah agama kasih sayang dan menebarkan rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil-'alamin), kiranya pendekatan ini akan mampu memberikan solusi jangka panjang sebagai alternatif bagi permasalahan radikalisme. Kata rahmatan lil-'alamin terambil dari ayat Al-Quran surat Al-Anbiya' (21): 107 yang artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil-'alamin)."

Dilihat secara tekstual kata rahmahsudah dengan jelas menggambarkan watak anti-kekerasan dan sebaliknya mendorong kebaikan-kebaikan menyeluruh kepada sesama manusia dan kepada seluruh alam sebagaimana terintegrasi dalam gabungan rahmatan lil-'alamin.Rahmat bagi seluruh alam memiliki implikasi sosial, budaya, dan politik yang penting. Tujuan dari kata ini adalah terciptanya harmoni antara Allah, alam, dan manusia.

Mudofir (2014: 11) menawarkan apa yang disebut teologi rahmatan lil-'alaminsebagai solusi semakin merebaknya aksi-aksi radikalisme. Dengan merujuk pada QS. Al-Anbiya' (21): 107 di atas, teologi rahmatan lil-'alamindapat diartikan sebagai teologi yang menekankan perdamaian, cinta kasih atau rahmah, terbuka, dan tanggung jawab untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan untuk semua terlepas dari asal-usul ras, bangsa, dan agama. Melalui definisi tersebut bertujuan memberikan titik-titik tekan pada bentuk cinta kasih pada semua ras manusia maupun ras non-manusia.

Karena itu, teologi rahmatan lil-'alaminmenolak segala bentuk kekerasan dan pemaksaan kehendak untuk tujuan agar mereka atau orang lain mengikuti agama atau keyakinan. Sebaliknya, umat Islam harus menjadi pilar perdamaian, persaudaraan, dan penciptaan bentuk-bentuk kerjasama global untuk mengatasi atau memecahkan isu-isu yang lebih strategis seperti kemiskinan, bencana, krisis lingkungan, krisis moral, dan meluasnya endemi penyakit berbahaya (demam berdarah, flu burung, dan AIDS). Teologi rahmatan lil-'alaminmengabdi pada terwujudnya cinta kasih yang menyebar pada sebanyak-banyaknya umat manusia dan umat non-manusia di muka bumi.

Melalui konsep teologi Islam rahmatan lil-'alamindapat dirumuskan prinsip-prinsip dalam mewujudkan masyarakat adil dan toleran. Rahimi Sabirin (2004: 13-17) menguraikan tiga prinsip dasar yang menjadi tujuan utama ajaran Islam dalam membangun masyarakat. Pertama, prinsip persamaan (al-musawah). Islam secara tegas memproklamirkan bahwa semua manusia diciptakan sama (all men are created equal) dan karenanya semua berkedudukan sama di depan Tuhan (all men are equal before God). Orang yang paling mulia di sisi Tuhan (Allah) adalah orang yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat: 13).

Kedua, prinsip kebebasan (al-hurriyah). Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan, baik kebebasan beragama maupun kebebasan sosial dan politik. Kebebasan merupakan sesuatu yang melekat dalam penciptaan manusia. Melalui kebebasan manusia sebagai khalifah di bumi menjadikannya berdaulat dan bermartabat. Terkait kebebasan beragama, dalam Al-Qur'an dijelaskan tidak ada paksaan dalam beragama, sudah jelas mana yang benar daripada jalan yang salah (QS. Al-Baqarah: 256). Ketiga, prinsip keadilan (al-'adalah). Keharusan untuk berbuat kasih dan adil dijelaskan dalam Al-Qur'an bahwa jangan sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum mendorong tindakan untuk berbuat tidak adil, berbuat adil merupakan tindakan yang dekat dengan ketakwaan (QS. Al-Maidah: 8).

Ketiga prinsip di atas menunjukkan bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah sama. Perbedaan penafsiran terhadap teks-teks Al-Quran dan Hadits merupakan sunnatullah, sesuatu yang sengaja diciptakan Allah sebagai hukum alam. Hikmah diciptakannya perbedaan itu adalah agar semua saling mengenal dan saling belajar, sehingga saling berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Melalui prinsip-prinsip di atas diikhtiarkan mampu terbentuk tatanan masyarakat yang aman dan tenteram serta terminimalisir dari berbagai tindakan kekerasan.

Kejadian yang menimpa K.H. Umar Basri meskipun masih dalam proses penyelidikan motif apa sebenarnya yang melatarbelakangi, terlepas dari motif gangguan jiwa atau lainnya, layak menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Pada titik ini, umat Islam perlu selalu waspada, dikarenakan ulama adalah pewaris para Nabi, sehingga jangan sampai menjadi korban keganasan sejarah yang terulang, yang bisa jadi adalah generasi baru Ibnu Muljam, generasi neo-khawarij yang militan berbekal pemahaman agama tekstual dan tampilan yang syari', namun dengan mudah membid'ahkan atau mengkafirkan orang-orang di luar dirinya. Bermodalkan teks Al-Quran dan Hadits, vonis sesat dan kafir begitu mudah terlontar dari mulut mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun