Sekolah dalam suatu komunitas masyarakat tidak bisa berdiri sendiri sebagai lembaga yang hanya menjalani Proses Belajar Mengajar. Sekolah juga harus hadir menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat untuk perubahan dan penanaman nilai-nilai yang lebih baik.
Munculnya istilah “kurikulum keunggulan lokal” karena sekolah menjadi dirinya sendiri tanpa melibatkan masyarakat dan lingkungannya. Anak-anak dididik dijauhkan dari keseharian mereka, jangankan untuk mengembangkan potensi lokal bahkan mereka tidak memiliki keahlian tersebut.
Sekolah-sekolah menjadi eksklusif bahkan tak tersentuh oleh masyarakat (umum) karena mereka sebagai Sekolah Negeri dan Sekolah yang dikelola oleh Yayasan. Sekolah Negeri sebagai satuan kerja pemerintah menganggap dirinya hanya bertanggung jawab pada Dinas Pendidikan atau Pemerintah. Mereka sesekali melakukan pertemuan dengan wali murid hanya sekedar melaporkan hasil pembelajaran ( Raport ) atau meminta infak seikhlasnya.
Misalnya, Sekolah Dasar Negeri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari salah satu faktor pelaksana perubahan sosial masyarakat menjadi masyarakat terdidik. Dalam suatu desa biasanya tidak hanya satu Sekolah, maka perlu dilakukan penyusunan Rencana Strategis dan Program Pembangunan Jangka Panjang Kemanusiaan bersama-sama dengan desa dalam Musrenbangdes. Dan Negara tidak absen dalam kepentingan ini, karena ada Sekolah Negeri yang menjadi kepanjangan tangan Negara.
Dahulu, Para Guru menempati rumah dinas atau dengan gaji yang kecil mereka menginap di rumah-rumah penduduk. Selain dapat mengawasi anak didik mereka, juga terlibat langsung dalam aktivitas kemasyarakatan. Hal ini penting, karena para guru secara langsung memahami problematika masyarakat setempat. Sekarang, baru menjadi CPNS saja mereka dapat membeli prumahan. Satu sisi sangat positif bagi kesejahteraan guru, di sisi lain guru juga tidak hanya pulang pergi mengajar di sekolah. Kompetensi Sosial yang menjadi pra syarat dari empat kompetensi tidak boleh dipraktikkan dalam lingkungan masyarakat yang berbeda dari lingkungan sekolah tempat dia mengajar.
Sedangkan sekolah di bawah yayasan menjadi eksklusif karena bukan mewakili masyarakat melainkan segelintir orang yang memetik hasil dari gejala industrialisasi pendidikan. Dan ini tidak bisa dibiarkan bila yayasan hanya mengeruk keuntungan dari praktik seperti ini, mereka juga harus melibatkan masyarakat sebagai upaya mencapai masyarakat terdidik.
Untuk mewujudkan Sekolah Berbasis Masyarakat, Pemerintah Desa harus melibatkan seluruh komponen masarakat termasuk sekolah negeri dan swasta yang berada di wilayah teritorialnya. Komite Sekolah bukan sekedar syarat administratif, dan legalitas sekolah dalam memungut infak tambahan untuk kepentingan sekolah. Melainkan harus dimaksimalkan sebagai bentuk keterwakilan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi masyarakat dalam institusi sekolah.
Yayasan bukan hanya sebagai pelaku industrialisasi pendidikan, melainkan sebagai agen perubahan sosial yang lebih santun dan harus melibatkan masyarakat atau pemerintah desa dalam menyusun program pendidikan.
Bila tercapai sebuah sekolah berbasis masyarakat, maka tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat juga dapat ikut andil dalam memberikan kontribusinya secara matriel maupun spirituil untuk kepentingan sekolah. Pemerintah Desa harus mampu memvasilitasi terciptanya sekolah berbasis masyarakat tersebut. (dz al-Q)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H