Mohon tunggu...
Aziz Safa
Aziz Safa Mohon Tunggu... Programmer - editor dan operator madrasah

jika hidup mempunyai arti yang beragam, tentunya bahagia juga tak bermakna tunggal

Selanjutnya

Tutup

Humor

Tertawa

16 Februari 2011   08:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:33 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_89471" align="alignleft" width="330" caption="(sumber gambar: www.ingoodfeather.com)"][/caption] Lelaki tua itu terbaring di kamar tidur sebuah rumah sakit umum daerah. Sebelum dilakukan pemeriksaan, dengan suara serak-serak basah sang dokter mengatakan bahwa dia adalah mantan muridnya. “Alhamdulillah, saya masih bisa ketemu denganmu yang sekarang semakin cantik. Saya harap dulu saya meluluskan kamu, Bu? Ha-ha-ha,” ucap lelaki tua itu sambil tertawa. “Jangan panggil saya bu, Pak! Panggil saja Ayu,” pinta dokter Ayu Rabarbar yang tersipu. “Kalau dulu tidak lulus, mungkin saya tidak di sini dan bisa memeriksa kondisi kesehatan bapak sekarang,” lanjut dokter itu dengan sedikit senyum. “Ha-ha-ha...” tawa lelaki tua itu kembali memenuhi ruangan. “Bapak masih suka bergurau seperti yang dulu. Pantesan, awet muda!” “Awet muda bukannya tak berumur tua, melainkan wajahku saja yang mengingkari usiaku yang sebenarnya. Sstt... jangan bilang-bilang kalau saya sedikit lebih bergairah ketimbang yang lainnya...  Ha-ha-ha.”

***

Lelaki tua di atas memang memiliki selera humor lebih banyak dibanding teman-teman seprofesinya sebagai guru. Baginya, tertawa mungkin ibarat “nyanyian jiwa” yang dianggap dapat menampung sesuatu yang kiranya tak muat disimpan di dalam dada. Mungkin itulah salah satu hiburan atau malah katarsis gratis bagi pensiunan guru sekolah dasar di desa terpencil seperti lelaki tua itu.

Namun, sekeras apa pun gelak tawanya, ia tetap tak mampu menyimpan rapi kondisi batinnya yang merana akibat kenyataan hidup yang jauh dari harapan. Seperti halnya gelak tawa Laila Majnun yang janggal, masih tetap lebih menampakkan keganjilan suasana hati pencinta yang sedang patah hati lantaran cintanya kepada Qais tak juga direstui orangtua. Kendati demikian, tertawa terbahak-bahak memang dapat menghasilkan gerak diafragma yang santai dan meluruh, melatih paru-paru, menaikkan kadar oksigen darah, serta memperkuat sistem pembuluh darah dan jantung. Tak heran jika pasien yang suka tertawa alias humoris mempunyai peluang sembuh lebih baik dan lebih cepat ketimbang yang pemuram, jarang tertawa. Karena itu, tertawa dianggap “pijat internal”. Keadaan atau kisah yang lucu membuat naiknya kadar ketegangan yang tecermin dalam denyut jantung, suhu kulit, dan tekanan darah. Ketegangan ini lalu dilepaskan dalam kontraksi-kontraksi otot bersamaan dengan kalimat yang lucu. Otot pun menjadi rileks karena tertawa membuat otot tegang dan melentur secara bergantian. Sampai kapan pun, tertawa bisa dijadikan seseorang sebagai defense mechanism. Saat kenyataan sehari-hari menyuguhkan rasa pahitnya, tertawa mampu menjadi sublim manisnya. Saat kenyataan hidup dirasa menyakitkan, sakitnya bisa berkurang kalau kita melihat sisi lucunya dan bisa tertawa. Jika keceriaan dapat melawan kejenuhan, tentunya tertawa menjadi keindahan tersendiri bagi siapa pun yang papa. Bagaimana dengan Anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun