[caption id="attachment_78524" align="aligncenter" width="450" caption="(gambar: insomniagallery.com)"][/caption] Sayang, aku percaya bahwa keberadaan simbol berfungsi untuk mengungkapkan sebuah makna yang tersirat. Sebagaimana simbol di balik mawar, hadirnya cukup representatif menjadi pertanda muatan rasa yang tak terkatakan. Dari situ pulalah aku menemukan betapa kata-kata hanyalah sintaksis yang tak pernah lulus mengulas rasa dalam hati yang idiomatik. Terlebih bagiku yang berlidah kelu, selalu berakhir sungkan untuk mengungkapkan rerasan hati langsung bersemuka denganmu. Sayang, masihkah kau ingat, setelah aku diperkenalkan oleh kakak kelasmu beberapa bulan yang lalu, aku beberapa kali menyapamu via YM dan jejaring sosial “bukuwajah”. Seandainya tidak ada fasilitas dunia maya itu, mungkin aku tak ditakdirkan mengenalmu. Jujur, perkenalan itu aku niatkan bukan untuk menambah koleksi kolega sebagaimana biasanya, tapi murni untuk mencari istri, seseorang yang mampu menunjukkan jalan pulang saat aku bimbang, yang selalu meniupkan damai pada resahku, menyuntikkan tonikum sabar pada gelisahku. Sayang, sejak perkenalan itu, aku selalu bermunajat kepada Allah melalui shalat istikharah. Inikah jodohku, Tuhan? Mengapa istikharah, bagiku masalah jodoh atau istri adalah misteri kehidupan yang melulu menjadi hak prerogatif Allah. Sudah seyogianya jika aku meminta kepada-Nya, bukan? Senyampang proses itu, aku sering bermimpi denganmu. Aku pun bingung, entah mimpiku ini termasuk simbol atau bukan? Apakah ini pertanda yang dikirimkan Allah atas munajatku yang ingin disegerakan berkeluarga? Ataukah bunga tidurku semata? “Mungkinkah mimpi menjadi media Allah menyampaikan pesan kepada orang awam sepertiku? Atau justru permainan setan yang menyadap kabar langit dan menginsepsiku melalui mimpi?” Entahlah. Semoga saja ini bukan lantaran obsesiku. Semoga hadirmu dalam mimpiku adalah perlambang terkabulnya akumulasi munajatku kepada Allah, bukan insepsi setan yang selalu menjajah kewarasan di antara ketidakwarasan-ketidakwarasanku mencintaimu.
###
"Dek, bermimpikah aku saat ini?"
"Tidak. Ini nyata, Mas!" jawabmu tepat di saat rintik gerimis mulai membasahi tanah halaman rumah kemarin.
"Mas, benarkah kau mencintaiku, menyayangiku?"
"Bagaimana kau meragukan cinta dan sayangku padamu padahal ada anakku di rahimmu, Dek?"
"Mas, jika kau benar-benar mencintai dan menyayangiku, tunjukkanlah!"
"Dengan apa?"
"Menciumku!"
"Di mana?"
"Di sini!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H