Siapa yang kenal kota pelajar?
Ada yang bisa jawab pertanyaan itu? Kalau tidak mari saya kenalkan.
Kota pelajar sebenarnya merupakan sebuah julukan kota yang ada di Indonesia, seperti kota kelahiran saya Sumenep. Sumenep dijuluki sebagai kota garam karena mayoritas penghasilan garam disana lebih banyak dibandingkan kota-kota lainnya. Julukan tersebut tidak menilai dari kualitas melainkan kuantitas. Selain alasan tersebut, jika ditarik garis sejarah pradaban masyarakat disana, Sumenep sudah menjadi tempat petani garam sejak abad ke-21. Lalu kota siapa yang dijuluki sebagai kota pelajar?
Ya, jawabannya adalah Kota Yogyakarta. Ketika kita masih duduk di bangku sekolah, guru selalu memberi tahu bahwa Yogyakarta itu adalah kota pelajar. Mangkanya image kota pelajar sebenarnya sudah tertanam baik dalam pikiran siswa. Kemudian banyak orangtua yang mengirimkan anak-anak mereka agar kuliah di Yogyakarta, termasuk saya. Selain alasan doktrin tersebut, penduduk di Yogyakarta memang hampir 20% adalah dari kalangan pelajar/mahasiswa.
Diambil dari halaman resmi (forlap.ristekdikti.go.id) bahwa di Yogyakarta sekarang sudah memiliki 137 unit kampus. Kebanyakan perguruan tinggi di Yogyakarta gedungnya bagus-bagus, mutunya terjamin, akreditasinya baik. Sehingga tak sedikit pelajar dari berbagai kota, suku dan agama berjemaah hijrah kesana.
Gimana, sudah kenal belum sama kota pelajar? Saya pikir masih belum deh.Â
Ternyata eh ternyata, dibalik sebutan Yogyakarta sebagai kota pelajar, menyimpan sebutan lainnya. Menurut saya kalian harus kenal dan tahu satu persatu sebutan mengenai Yogyakarta, khususnya mahasiswa baru yang masih unyu-unyunya ada disana.
Layaknya Dewa Brahma, Yogyakarta juga memiliki sekian banyak rupa. Mulai rupa sebagai kota pelajar, kota budaya, kota seni dan yang terakhir sebagai kota wisata. Diantara banyaknya nama yang diberikan kepada Kota Yogyakarta tercinta, nama kota wisatalah yang sekarang menjadi primadona.
Ya, Sebutan kota wisata sudah siap mengganti wajah kota pelajar yang dulu sering didongengkan oleh guru kita. Semakin banyaknnya pembangunan disana mengisyaratkan bahwa sebentar lagi Yogyakarta akan berimigrasi menjadi pasar wisata. Mengapa tidak, Hotel, mall, penginapan, resto, cafe dan pembangunan bandara baru yang bertaraf internasional sudah kelar dilaksanakan.
Lalu, pertanyaannya adalah apa masalahnya jika Yogyakarta menjadi kota wisata? Bukankah itu dapat membantu keuangan masyarakat disana?
Jujur saya bukan orang yang suka cari masalah apalagi membuat masalah, saya ingat pesan orantua saya dikampung, mereka mengatakan " Uang itu bukan segalanya". Bagi saya (seorang mahasiswa) ucapan itu sangatlah benar dan terpuji, namun tidak dengan para kaum kapitalis. Jika ditanya tentang uang, mereka langsung menghalalkan semua cara, tak melihat dosa, tak mendengar kalau siksa kubur itu benar-benar ada.