Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan Kepadatan Manusia dalam Haji, Catatan Perjalanan Haji 2024 (Bagian 7)

26 Agustus 2024   22:39 Diperbarui: 26 Agustus 2024   22:42 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat tiba waktu ghurub jamaah haji mulai melakukan pergerakan dari Arafah menuju Muzdalifah. Sebagian jamaah terlebih dahulu melaksanakan shalat magrib dan isya' secara jamak taqdim dan qashar. Sebagian lagi melaksanakannya di Muzdalifah (jamak ta'khir). Mereka  berusaha untuk mencontoh Nabi saw. Sedangkan mereka yang menjamak taqdim khawatir terjadinya keterlambatan saat tiba di Muzdalifah melewati batas waktu shalat Isya'. Banyaknya jumlah jamaah menjadikan perjalanan tidak bisa diprediksi. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya kadang pergerakan bus menuju Muzdalifah mengalami kemacetan parah seperti yang terjadi pada tahun 2023.

Namun alhamdulillah untuk tahun 2024 ini pergerakan dari Arafah ke Muzdalifah berjalan relatif lancar. Tragedi Muzdalifah 2023 yang memakan banyak korban tampaknya menjadi pelajaran dan diantisipai dengan baik oleh penyelenggara haji. Salah satunya dengan penerapan skema murur untuk jamaah lansia dan risti (resiko tinggi). Dengan skema murur jamaah haji hanya berhenti sejenak dan tidak turun dari bus ketika berada di Muzdalifah. Skema murur  ini juga telah mendapatkan dukungan opini keagamaan dari MUI melalui ijtima' ulama yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah dengan sekema murur sah asalkan ketika keluar dari Muzdalifah sudah lewat tengah malam.

Di rombongan kami ada beberapa jamaah risti yang diikutkan skema murur. Saya pun meminta info kepada mereka tentang pelaksanaan murur. Mereka senang karena diikutkan skema murur. Tetapi mereka juga bertanya-tanya mengapa saat dilewatkan di Muzdalifah belum tengah malam. Mereka  sampai di Mina sebelum tengah malam.
Tampaknya pemerintah mengambil pendapat fiqih yang ringan tentang hukum mabit di Muzdalifah yaitu bagi mereka yg memiliki udzur tidak masalah meninggalkan mabit di Muzdalifah dan tidak ada konsekwensi apa-apa seperti dam dan fidyah.

Skema yang serupa juga diberlakukan untuk kegiatan mabit di Mina. Skema tersebut disebut tanazul. Tanazul secara bahasa artinya berpindah, yakni berpindah ke tempat lain yang bukan tempat semula. Dalam hal ini jamaah yang mengambil tanazul tidak mabit di Mina dan pulang ke hotel. Namun skema tanazul Mina hanya bersifat anjuran bagi jamaah haji yang hotelnya dekat dengan Mina seperti di wilayah Syisyah dan Raudhah.

Ada pertanyaan yang sering terdengar terkait kepadatan jamaah haji. Mengapa pemerintah Arab Saudi tidak mengurangi kuota jumlah haji atau minimal tidak menbah jika kapasitas ARMUZNA tidak mungkin ditambah? Pertanyaan ni sangat masuk akal bagi yang sudah berhaji, tapi bagi yang belum berhaji dan harus menunggu lama itu tidak realistis. So, yang paling penting bagi jamaah kesadaran bahwa haji adalah jihad tanpa perang, dan segala kesulitan merupakan tantangan yang memberi peluang untuk meraih pahala dan ampunan dari Allah Stw.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun