Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Keunikan Berihram di Pesawat, Catatan Perjalanan Haji 2024 (Bagian 3)

3 Juli 2024   08:50 Diperbarui: 3 Juli 2024   20:39 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prosesi pertama dari rangkaian ibadah haji bagi jamaah haji Indonesia yang umumnya mengambil haji tamattu' (melaksanakan umrah wajib sebelum ibadah haji) adalah berniat ihram untuk umrah wajib. Disebut umrah wajib karena setiap orang yang melaksanakan ibadah haji juga diwajibkan melaksanakan ibadah umroh satu kali. 

Rasulullah saw telah menetapkan adanya 4 miqat makani (tempat berniat ihram) dalam haji, yaitu Dzul-Hulaifah (Bir Ali), al-Juhfah, Qarnul-Manazil dan Yalamlam. Ada juga yang menambahkan dengan Zatu Irqin sebagai miqat berdasarkan hadis yang ditakhrij oleh Muslim dan hadis yang ditakhrij oleh Ibnu Majah.

Titik tempat memulai ihram tersebut diperuntukkan bagi jamaah calon haji sesuai dengan kedatangaanya. Bagi jamaah calon haji Indonesia yang tergabung pada kloter gelombang pertama, mereka akan terbang menuju Madinah. Maka kedatangan mereka ke Mekah melalui Madinah dan tempat miqat ihram umrah wajibnya adalah Bir Ali atau Dzul-Hulaifah yang jaraknya sekitar 11 km dari kota Madinah dan 450 km dari kota Mekah. Para jamaah tinggal dulu di  Madinah selam 8-9 hari sebelum bertolak ke Mekah.

Adapun para jamaah calon haji yang yang tergabung dalam kloter gelombang kedua langsung menuju Mekah melalui bandara King Abdul Azis Jeddah. Umumnya penerbangan dari Indonesia ke Jeddah melalui Yalamlam. Oleh karena itu jamaah calon haji gelombang kedua mengambil tempat miqat untuk berniat ihram umrah wajib di atas pesawat ketika melintasi Yalamlam. Yalamlam sendiri letaknya 125 km sebelum Mekah.

Saya dan jamaah yang tergabung dalam kloter 90 SOC termasuk gelombang kedua dan mengambil miqat di Yalamlam ini. Semua jamaah kloter ini telah berpakaian ihram sejak keberangkatan dari Embarkasi Donohudan Solo.  Dikarenakan perjalanan ke Yalamlam masih sekitar  9 jam lebih, sebagian jamaah belum berpakaian ihram secara sempurna. Para jamaah pria khususnya masih banyak yang mengenakan jacket dan penutup kepala, bahkan ada yang masih mempertahankan celana dalamnya.

Setelah sekitar 6 jam berada di atas pesawat, beberapa pembimbing haji dari KBIH mulai kasak-kusuk untuk mendapat kepastian bahwa pesawat nantinya akan melintasi Yalamlam. Saya pun terlibat dalam diskusi kecil dengan beberapa pembimbing lain untuk menyiapkan skenario prosesi niat ihram nantinya. 

Ada satu pembimbing KBIH yang menginformasikan bahwa hingga saat ini ketua kloter dan pembimbing ibadah belum mendapat kepastian dari kru pesawat apakah pesawat nantinya melewati Yalamlam. Saya pun akhirnya beranjak dari kursi untuk mendapatkan sendiri info yang akurat. 

Saya bertanya kepada ketua kloter apakah sudah mendapat kepastian dari kru pesawat tentang pengumuman miqat nanti. Ternyata saya mendapatkan jawaban yang sama bahwa hingga sekarang  kru belum bisa berkomunikasi dengan tim kokpit tentang hal itu.

Berhubung perjalanan semakin mendekati tujuan akhir yaitu Jeddah, maka saya berdiskusi dengan pembimbing ibadah kloter untuk mengantisipasi kemungkinan tidak ada pengumuman titik miqat dari kru pesawat. Kita pun bersepakat  jika kondisi tersebut terjadi, kita mengambil alternatif titik miqat lain yaitu bandara King Abdul Azis Jeddah.

Mengenai keabsahan bandara Jeddah sebagai tempat miqat bagi jamaah calon haji Indonesia telah menjadi hasil ijtihad beberapa lembaga fatwa dan ormas keagamaan di Indonesia.  Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 28 Maret 1980 tentang keabsahan Bandara Jeddah sebagai tempat miqat. 

Fatwa ini dikukuhkan kembali pada 19 September 1981.  Fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah juga menetapkan keabsahan tersebut. Hal ini karena para ulama juga sepakat bahwa miqat orang-orang yang tidak melalui salah satu yang telah ditetapkan Nabi saw, maka ditetapkan berdasarkan ijtihad yaitu tempat yang segaris lurus dengan miqat terdekat yang dilaluinya, atau kalau tidak mengetahui miqat terdekatnya maka ditetapkan dengan dua marhalah (80,4 km). Pelabuhan Udara King Abdul Azis adalah tempat yang setentang dengan kota Mekah sebagai miqat yang terdekat, yakni berjarak kurang lebih 80,4 km.

Hingga beberapa saat setelah diskusi saya dengan ketua kloter dan petugas pembimbing ibadah kloter, kepastian apakah pesawat akan melintasi Yalamlam belum juga didapatkan. Tiba-tiba ada seorang pembimbing ibadah dari salah satu KBIH menghampiri saya mengajak diskusi tentang miqat ihram. 

Menurut pengalaman dan perkiraannya, pesawat tidak akan melintasi Yalamlam tapi akan melintasi Qarnul Manazil (miqat makani bagi jamaah yang datang arah Nejed atau Riyadh). Saya sendiri hanya mendengarkan informasi sepihak tersebut tanpa mengambil sikap apa-apa. Kemudian pembimbing tersebut mangajak saya, jika nantinya tidak ada informasi dari pesawat terkait miqat,  untuk sama-sama membimbung  jamaah memulai niat ihram 30 menit sebelum pesawat melintasi di Qornul Manazil.

Terhadap ajakan tersebut sontak pikiran kritis saya tidak langsung mengiyakannya. Saya bertanya kepadanya, "Dari mana kita mengatahui kalau pesawat melintasi Qornulanazil dan tidak melintasi Yalamlam?"  Ia pun menjawab berdasarkan keyakinan dan pengalaman. 

Lalu, saya melanjutkan pertanyaan kedua, "Mengapa kita berniat ihram 30 menit sebelum melintas di atas titik miqat?" Ia pun menjawab bahwa berdasarkan pengalaman pesawat melintasi di Qarnul Manazil 20 menit sebelum mendarat di Jeddah. Kemudian ia melanjutkan karena kita tidak tahu persis maka kita antisipasi berniat ihram sebelumnya agar tidak kelewatan.

Terhadap jawaban-jawaban tersebut saya belum bisa menerima pembenarannya secara fiqih. Maka secara diplomatis saya menjawab bahwa kita menunggu dulu informasi lebih lanjut dari kru pesawat. Sambil menunggu info tersebut saya berkeliling ke tepat-tempat duduk jamaah KBIH saya untuk mengingatkan kembali tata cara berniat ihram dan hal-hal yang menjadi larangan ketika berihram.

Beberapa pertanyaan muncul dari jamaah, seperti bagaimana kalau setelah ihram berhadas, bagaimana kalau lupa melanggar larangan ihram, dan beberapa pertanyaan lain. Ketika saya melintasi deretan kursi yang berisi beberapa anak muda dari KBIH lain, muncul suara dari tengah mereka, "Ustadz boleh tanya, kalau berihram boleh ngrokok dak?". Saya pun menjawab dengan pertanyaan, "Emang boleh merokok di pesawat?" 

Mereka menimbali, "Maksudnya nanti kalau sudah di Mekah". Kemudian saya jawab dengan sedikit penjelasan bahwa merokok tidak termasuk larangan ihram, tetapi kita juga harus menghormati adab dan norma yang berlaku di negeri Arab dengan tidak merokok di sembarang tempat terutama di area Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Saya kemudian mengakhiri penjelasan saya dengan sedikit berkelakar, "Mas, sampeyan gowo roko'e terbatas tho, saya punya tips agar awet, yaitu gak usah bawa korek .."

Setelah dirasa cukup berkeliling dan memberikan pengarahan tentang ketentuan ihram, saya kemudian kembali ke tepat duduk. Salah seorang ketua regu berjalan dari arah depan pesawat menghampiri saya dan memberikan kabar gembira, "Tadz..tadi saya sudah tanya ke salah satu pramugari. Nanti lewat Yalamlam dan akan diumumkan." Saya pun merespon dengan senyum dan menganggukkan kepala sambil melayangkan jempol tangan kanan.

Dalam keadaan hati yang nyaman disertai kewaspadaan agar tidak terserang kantuk, saya duduk sambil mengingat-ngingat lagi langkah apa yang harus saya lakukan menjelang pengumuman miqat.  Saat terdengar suara yang menginformasikan bahwa beberapa saat lagi pesawat akan melintasi Yalamlam. 

Saya pun bergegas untuk berkeliling lagi mengingatkan jamaah agar tidak ada yang tertidur. Beberapa saat kemudian terdengar suara dari ketua  kloter melalui pengeras suara pesawat memberi aba-aba untuk memulai niat ihram dan melafalkan "labbaika umrotan" . Ketua kloter melanjutkan memimpin doa dan kumandang talbiyah. Selanjutnya suara talbiyah terus bergema mengiringi laju pesawat menuju bandara King Abdul Azis Jeddah. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun