Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akankah Negeri ini Hancur? Pelajaran dari Negeri Saba'

23 Desember 2020   08:48 Diperbarui: 23 Desember 2020   08:56 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syiria NYTimes-crcs.ugm.ac.id

Melihat berbagai problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan konsisi sosial politik yang selalu menampilkan konflik baik vertikal (kelompok masyarakat dengan pemerintah), maupun horizontal (antar kelompok masyarakat), menyeruak ke permukaan pandangan pesimis dan kekhawatiran akan nasib bangsa ke depan hingga kekhawatiran hancurnya bangsa ini.

Ada baiknya kita belajar dari sejarah. Karena sejarah menjdi cermin kehidupan di masa datang.

Pada tulisan saya yang bertajuk " Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, Negeri Maju tapi Tidak sekuler" saya telah menguas kemajuan negeri Saba' dan faktor-faktor pendukungnya.  Namun setelah mereka bergelimang kemakmuran, sedikit demi sedikit kecintaan kepada dunia melalaikan mereka. Mereka menjadi ingkar dan kufur kepada Allah. Mereka menerapkan kehidupan sekuler yang dipenuhi kemaksiatan serta jauh dari Allah Swt.

Allah pun mencabut kemakmuran yang mereka nikmati dan menggantikannya dengan penderitaan. Jebolnya bendungan Ma'rib karena banjir besar adalah wasilah sirnanya kemakmuran negeri Saba'. Peristiwa jebolnya bendungan yang menjadi icon peradaban kuno Yaman ini terjadi pada tahun 542 M. Akibat dari peristiwa itu, kebun-kebun yang terletak di sekitarnya yang telah mereka nikmati ratusan tahun menjadi luluh lantak. Hancurnya bendungan ini membalikkan kondisi negeri Saba' yang tadinya makmur berubah menjadi negeri yang tandus dan gersang.

Allah Swt menjelaskan hal itu dalam QS. Saba':16-17;

Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar. Dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit, pohon atsl dan sedikit dari pohon sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab kepcuali kepada orang-orang yang sangat kafir.  

Kisah negeri Saba' yang diabadikan oleh Al-Qur'an meberikan ibrah atau pelajaran penting bernegara dan berbangsa. Tujuan berbangsa dan bernegara tidak boleh hanya untuk mewujudkan kemakmuran materi atau kesejahteraan lahiriah. Program-program pemerintahan suatu negara tidak boleh hanya membangun membangun fisik tetapi juga membangun manusianya. Jika hanya membangun peradaban materi dan fisik, hal itu tidak sesuai dengan fitrah manuaisa dan tujuan Allah menghadirkan manusia di muka bumi.  

Kemajuan peradaban materi yang tidak diimbangi dengan kekuatan rohani akan melahirkan manusia yang angkuh, melampaui batas, dan lupa pada Pencipta-Nya. Penduduk negeri Saba' yang tadinya relegius dan taat pada Allah dan berpegang pada moralitas dalam berkehidupan, berubah menjadi kaum materialistik dan sekuler, serta menentang para utusan Allah Swt. Akhirnya Allah mencabut kejayaannya dan menggantikan kemakmuran dengan penderitaan.    

Allah Swt dalam menghukum dan membinasakan suatu kaum tidak serta merta setalah keingkaran mereka. Tetapi setalah waktu yang panjang ratusan, bahkan ribuan tahun setelah sekian lama Allah mengingatkannya melalu para utusan-Nya.

Saat ini kita hidup di kehidupan yang terkungkung oleh hegomoni materialisme dan sekularisme. Materialisme telah mengakar di negara-negara modern dalam berbagai sendi kehidupan. Dalam paham bernegara materialisme melahirkan paham sekularisme. Pola pikir sekuler beranggapan bahwa kemajuan peradaban akan terwujud jika memisahkan urusan bernegara dari ikatan yang tidak empirik dan tidak rasional seperti ikatan agama. Sekularisme yang memisahkan urusan bernegara dari agama muncul pertama kali di dunia Barat. Kaum sekuler Barat mengatakan: 

Biarlah urusan kaisar menjadi urusan kaisar dan usrusan Tuhan menjadi urusan Tuhan.

Meskipun  sejarah sekularisme modern muncul di Barat dan dalam konteks agama Nasrani ketika itu, tetapi lambat-laun gelombang sekularisme juga melanda dunia Islam. Inilah yang disinyalir oleh Nabi bahwa umat ini akan mengikuti sunnah umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal.

Dari realitas yang kita saksikan dan kita rasakan, paham sekular juga menjangkit bangsa ini, seperti banyaknya seruan untuk memilih pemimpin tanpa mempertimbangkan agama, parameter kemajuan dan keberhasilan kepemimpinan selalu diukur dari aspek fisik seperti pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan apa yang bisa dilihat secara kasat mata. Adanya upaya mendelegitimasi partai-partai berbasis agama, memarjinalkan peran ulama, bahkan syiar agama di ruang publik diupayakan untuk dihilangkan.

Selain dalam paham bernegara, materialisme telah meracuni kehidupan sosial masyarakat kita. Materialisme merupakan salah satu penyakit sosial yang dikhawatirkan oleh Nabi saw menimpa umat ini. Beliau bersabda:

.

Tidaklah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatirkan dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan pada umat sebelum kalian maka mereka berlomba-lomba dalam urusan dunia, maka hal itu akan membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka. 

Dalam realitas kehidupan sehari-hari, materialisme dapat dilihat dalam fenomena kehidupan manusia yang mengutamakan kebutuhan dan kepuasan fisik dan materi, dan mengabaikan nilai-nilai rohani dan spiritual.  Tidaklah berlebihan kalau kita mengatakan bahwa masyarakat modern termasuk di negeri ini adalah masyarakat yang telah dikuasai oleh materialisme. Fenomena kehidupan yang serba glamour atau mewah baik dalam hal pakaian, rumah, dan kendaraan adalah salah satu bentuk  materialisme dalam kehidupan masyarakat kita.

Umumnya masyarakat menilai kesuksesan seseorang dari aspek pencapaian materinya. Pekerjaan dengan gaji besar, rumah yang memadai, kendaraan bagus dan penampilan fisik yang mewah. Tayangan televisi didominasi oleh tayangan yang memamerkan kehidupan hura-hura dan kemewahan.

Sebuah penelitian di Amerika yang dipublikasikan oleh Association of Consumer research menyimpulkan bahwa pengaruh televisi sangat besar terhadap terjangkitnya materialisme. Semakin sering orang menonton tv maka ia semakin cenderung materialistis. 

Susahnya memberantas korupsi di negeri yang berketuhanan ini dan yang mayoritas penduduknya beragama Islam, merupakan tanda bahwa bangsa ini telah berada di bawah tirani materialisme. Bahkan tampilnya seseorang menjadi pemimpin di negeri ini kebanyakan karena faktor materi daripada kecakapan dan kemampuan untuk memimpin. Untuk menjadi pemimpin membutuhkan dana yang besar untuk meraup dukungan rakyat. Konon untuk menjadi seorang bupati atau walikota membutuhkan biaya minimal 25 milyar, dan untuk menjadi seorang gubernur membutuhkan dana minimal 100 milyar.

Pola pikir materialisme bahkan telah berubah menjadi penyakit wahn (hedonism), yaitu penyakit memuja kepuasan materi duniawi. Suatu bangsa yang terjangkit penyakit ini, maka pemimpinnya banyak yang korup, pengusahanya banyak yang menyuap, ulama dan ilmuannya banyak yang menjilat, dan bahkan rakyatnya menjadi pemeras. Dan pada akhirnya tirani materialisme akan membawa bangsa dan umat pada kehancuran.

Jika ibrah atau pelajarn yang dihadirkan oleh Al-Qur'an melalui kisah-kisah umat terdahulu yang dibinasakan oleh Allah tidak menjadi kesadaran kolektif bangsa ini, maka kekhawatiran tersebut tidak mustahil menjadi kenyataan. Belumlah terlambat untuk memperbaiki kondisi yang mengkhawatirkan ini, dan itu akan mudah dilakukan jika kesadaran dan ikhtiar yang sungguh-sungguh dimiliki oleh para pemimpin dan politisi, para ulama dan cerdik pandai, serta para pengusaha pemegang kapital. Adapun rakyat, akan mengikuti para pembesarnya. Wallahu a'lam bi as-sahawab.       

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun