Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid-19 Tak Kunjung Hilang, Ini Tiga Pelajaran Pentingnya

28 September 2020   10:59 Diperbarui: 28 September 2020   11:05 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kasuk covid-19 pertama kali terjadi di negara kita, yaitu pada bulan Maret hingga sekarang bulan September, berarti sudah 6 bulan kita berjibaku untuk melawan virus yang menjadi pandemi global ini.

Dahulu di awal pandemi diprediksi bahwa wabah ini akan mereda di bulan juni atau juli. Tapi faktanya hingga sekarang belum ada yang bisa memastikan kapan pandemi  ini berakhir. Bahkan kasus terpapar semakin meningkat jumlahnya dan sudah tembus 275 ribu dengan kasus kematian lebih dari 10 ribu.  

Sementara jalan keluar dan solusi medis yang bisa menyudahi pandemi ini dengan segera belum ditemukan, permasalahan turunannya semakin banyak dan semakin kompleks. Hampir semua ahli telah menyumbangkan gagasan an pikirannya. Berbagai strategi telah ditempuh, dan putra-putra yang dianggap terbaik di negeri ini telah dikerahkan untuk memimpin penangannya. Tetapi belum ada titik terang yang betul-betul terang untuk memastikan optimisme.     

Di sinilah nalar spiritual perlu hidupkan mendampingi nalar rasional kita, agar kita tidak lupa bahwa semua peristiwa yang terjadi telah ditakdirkan oleh penguasa kehidupan, dan setiap musibah menghadirkan pesan yang harus kita tangkap sebagai ibrah atau pelajaran. Inilah nalar spiritual yang selalu didiorongkan oleh Allah Swt sebagaimana dalam QS. Al-Hasyr: 2 (Jadikanlah peristiwa itu sebagai pelajaran wahai orang-orang yang memiliki pandangan).

Ada tiga pelajaran penting dari tidak kunjung hilangnya covid-19 dari kehidupan kita saat ini yang dapat kita petik:

Pertama, bahwa Allah Swt adalah Zat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah Maha Kuasa untuk berbuat apa saja atas kehidupan manusia. Meskipun Allah telah memproklamirkan diri bahwa Allah tidak akan berlaku zalim terhadap hamba-hamba-Nya. Ketika manusia tidak menselaraskan diri dengan aturan dan sunnatullah maka jangankan hanya menimpakan musibah, membinasakan manusia pun mudah bagi Allah Swt. 

Allah Swt telah menampilkan dalam Alquran kisah-kisah umat atau negeri yang dibinasakan agar kita dapat mengambil pelajaran. Kisah-kisah Alqur'an bukan dongeng, tetapi peristiwa nyata dalam sejarah. Di luar kisah yang ditampilkan oleh Alquran, kita mengetahui dan mengakui sebagai fakta sejarah adanya negara atau bangsa bahkan imperium yang dulu berdiri kokoh, tapi sekarang tinggal cerita, seperti imperium Persia dan Romawi. Di Nusantara juga dulu berdiri kerajaan-kerajaan besar yang kokoh, tapi kini tinggal prasasti.

Dalam kehidupan modern ada banyak negara yang pada abad 21 ini telah lenyap, padahal sebagian dari negara-negara tersebut adalah negara besar yang tidak diperkirakan akan runtuh. Ada Jerman Timur, Cekoslovakia, Yugoslavia, Uni Soviet dan juga Kekaisaran Usmani atau Ottoman.

Teriakan NKRI harga mati tidak ada gunanya  jika kita tidak menjaga nikmat kehadiran bangsa ini dengan berkontribusi untuk bangsa dengan kemampuan yang kita miliki, siapa pun dan apa pun posisi kita. Juga tidak kalah penting untuk menghadirkan keberkahan di negeri ini dengan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Kedua, dalam menghadapi permasalahan hidup, hendaknya kita menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan lahiriah rasional dan pendekatan batiniah ruhaniah. Pendekatan ruhaniah tentu dengan mendekatkan diri kepada Allah memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.

Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan ketaatan kepada-Nya sebagai penolong untuk menemukan solusi dari berbagai permasalahan dalam kehidupan (QS. Al-Baqarah:45) Nabi Muhammad saw dikuatkan oleh Allah Swt dengan shalat tahajjud. 

Bagi Nabi shalat tahajjud adalah wajib. Hal ini untuk memberikan kekuatan ruhaniah kepada Nabi saw dalam mengemban tugas dakwah yang sudah barang tentu menghadapi tantangan yang sangat banyak dan sangat berat. Banyak pemimpin besar yang meraih berbagai kegemilangan, dan di balik kegemilangan itu terselip kebiasaan beribadah tertentu yang luar biasa seperti puasa sunnah dan shalat tahajjud, seperti pada pribadi sang penakluk Eropa Muhammad Al Fatih.

Adapun pendekatan lahiriah rasional, yaitu dengan mengikuti hukum sebab akibat berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan ini, tidak cukup hanya bergantung pada keajaiban dari Allah, tanpa ikhtiar rasional. Dalam menghadapi pandemi ini  ada sebagai masyarakat yang abai terhadap ushaha lahiriah seperti menjaga jarak, memakai masker, dan sering mencuci tangan. Mereka merasa cukup dengan mendekatkan diri kepada Allah dan bertawakkal.

Padahal Allah Swt telah mendeklarasikan bahwa Ia tidak akan mengubah kondisi yang menimpa suatu kaum selama mereka tidak berikhtiar untuk mengubahnya (QS. Ar-Ra'd:11) Allah Swt juga memerintahkan Rasulullah saw berhijrah untuk keberlangsungan dakwah Islam. 

Ketika berperang Nabi juga diperintahkan untuk menyiapkan kekuatan pasukan (QS. Al-Anfal:60), meskipun Allah bisa memenangkan pasukan beliau tanpa persiapan itu. Ketika perang Nabi saw juga melakukan strategi dan taktik perang seperti yang dilakukan pada perang Khandak misalnya, beliau membuat pertahanan dengan menggali parit sepanjang 5 km lebih dan lebar sekitar 4 meter.

Ketiga, pentingnya memanfaatkan nikmat sehat dan sempat untuk mengoptimalkan amal.

Pandemi  covid-19 ini banyak membatasi mobilitas dan aktivitas kita. Tidak hanya aktivitas  keduniaan tetapi juga aktivitas ibadah. Tapi masih beruntung pembatasan itu tidak seperti ketika terjadi wabah tha'un di Syam pada  masa khalifah Umar yang harus mengungsi ke gunung-gunung. Kita sekarang hanya disuruh mengurangi aktivitas di luar rumah.

Saat seperti inilah sangat terasa betapa nikmat sempat yang diberikan oleh Allah sangatlah berharga. Oleh kerena itu Allah Swt dan Rasul-Nya mengingatkan kita agar tidak menyia-nyiakan saat-sata muda, sebalum datang  saat-saat uzur, tidak menyia-nyiakan saat kaya sebelum datang saat papa, tidak menyia-nyiakan masa sehat sebelum datang saat sakit, dan tidak menyiakan masa hidup sebelum datang kematian.

Sungguh beruntung orang yang terbiasa memanfaatkan waktu-waktu hidupnya selama ini untuk berkerja dengan sungguh-sungguh dan beribadah dengan sungguh-sungguh dan istiqamah. Sehingga saat datang musibah pandemi ini ia memiliki cukup bekal untuk menghadapinya.

Dalam hal ibadah Rasululullah saw bersabda: Apabila seorang hamba itu sakit atau bepergian, dicatatlah untuknya pahala ketaatan seperti apa yang ia kerjakan di waktu ia sedang di rumah dan dalam keadaan sehat (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun