Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkurban Itu Luar Biasa

30 Juli 2020   12:04 Diperbarui: 30 Juli 2020   16:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan qurban. Bahkan nama lain dari hari raya kedua umat Islam ini adalah Idhul Qurban. 

Meskipun tidak sebesar Idhul Fitri, potensi ekonomi Idul Adha tidak bisa dianggap kecil.

Peneliti Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Askar Muhammad memperkirakan potensi ekonomi qurban nasional tahun 2020 mencapai Rp 20,5 triliun. Angka tersebut dari perkiraan 62,4 juta keluarga Muslim, dimana 9 persen di antaranya adalah kelas menengah-atas dan diasumsikan 40%nya berkurban. Dengan asumsi itu berarti masi ada 60 % yang belum berkurban. Itulah salah satu hikmah disyariatkannya berqurban dan dijadikan sebagai ibadah sunnah muakkadah.

Esensi dari berqurban adalah berkorban yaitu melepaskan sebagian kecil dari sekian banyak karunia yang diberikan oleh Allah kepada kita.  Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam QS. Al-Kautsar :

Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kebaikan yang banyak dan tidak terputus. Maka shalatlah kepada Rabbmu dan sembelihlah qurban. Sesungguhnya orang-orang yang tidak menyukaimu adalah orang-orang yang terputus kebaikannya. (al-Kautsar:1-3 )

Melalui ayat ini Allah Swt. memberikan rumus atau resep mencapai kehidupan peribadi dan masyarakat  yang berkualitas penuh limpahan rahmat dan menghadirkan kesejahteraan lahir batin.  Rumus tersebut adalah bersyukur , beribadah, dan berkorban.

Mungkin banyak orang yang kurang yakin dengan rumus ini, atau bahkan memperolok-oloknya. Bagi mereka rumus yang paling ampuh mencapai kesejahteraan adalah bekerja, bekerja dan bekerja.  Itu pula dipersepsi oleh orang-orang musyrik Mekah ketika melihat pengikut beliau pada masa-masa awal kebanyakan orang-orang yang lemah secara sosial ekonomi. Mereka memperolok-olok keimanan dan ketatan Nabi dan para sahabat kepada Allah Swt.  

Maka Allah menurunkan Surah Al-Kautsar untuk memberi motivasi kepada Nabi dan para pengikut beliau  bahwa kekuatan, kesejahteraan dan kedudukan yang tinggi akan dapat diraih dengan bersyukur, beribadah dan berkorban. Mereka yang memperolok-olok dan tidak mengikuti jalan ini, mereka akan terjauhkan dari kesejahteraan dan kemuliaan yang hakiki.

Bersyukur itu mudah diucapkan, tetapi tidak semua orang mampu menjadi hamba yang bersyukur. Bahkan Alquran menyatakan sedikit hamba Allah yang mampu bersyukur. Untuk dapat bersyukur kita harus merasa dan meyakini bahwa nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita amatlah banyak, apa pun situasi yang kita hadapi. Perasaan dan keyakinan positif ini dalam istilah agamanya disebut "husnudzan"  kepada Allah. Siapa yang husnudzan kepada Allah, maka Allah akan mewujudkan apa yang ia yakini tersebut, bahkan Allah menambah nikmat-nikmat lainnya.

Wujud atau bukti kesyukuran kita yang paling utama adalah ketaatan kita dalam beribadah kepada Allah. Shalat yang disebutkan dalam Surah Al-Kautsar  mewakili ibadah-ibadah lainnya. Ibadah disyari'atkan bukan untuk kepentingan Allah, tetapi untuk kepentingan manusia itu sendiri. Oleh karena itu ibadah hendaknya kita lakukan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran sebagai kebutuhan dan bukan beban.

Kemudian sebagai pelengkap dari rumus meraih kesejahteraan dan kemuliaan hidup adalah berkorban. Perintah menyembelih hewan qurban mengandung maksud dan makna yang lebih besar,  yaitu agar manusia di dalam kehidupan ini senantiasa  berkorban untuk kepentingan orang lain atau orang banyak.

Berkorban berada pada tangga tertinggi dari tingkatan akhlak manusia. Tingkatan terendahnya adalah mengorbankan orang lain untuk keuntungan dirinya. Itulah yang disebut perbuatan zalim. Tingkatan berikutnya adalah membiarkan atau acuh tak acuh terhadap orang lain. Perilaku ini juga merupakan akhlak tercela dalam Islam.  Kemudian tingkatan berikutnya adalah adil.  Orang yang adil berupaya untuk tidak menzalimi orang lain dan berusaha berbuat baik kepada orang lain yang berbuat baik kepadanya.

Di atas itu semua dan yang merupakan tingkatan  tertinggi adalah berkorban. Akhlak ini disebut juga dengan istilah ihsan. Orang yang memiliki sifat ihsan selalu ingin berbuat kebaikan kepada orang lain, bahkan terhadap orang yang berbuat buruk kepadanya meskipun hal itu harus mengorbankan apa yang menjadi haknya.

Berkorban adalah  investasi yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Ia merupakan investasi sosial, ekonomi, moral dan ukhrowi sekaligus. Disebut investasi sosial karena orang yang berkorban akan mendapatkan pengakuan sosial dari masyarakat. Sedangkan  salah satu faktor kebahagiaan manusia adalah adanya pengakuan sosial.

Berkorban disebut investasi ekonomi karena Allah akan melipatgandakan  pahala dan rezeki orang yang berbagi dengan orang lain. Allah akan memberi kemudahan hidup kepada setiap orang yang senang memberi dengan disertai keyakinan akan janji Allah.

Lebih dari itu berkorban merupakan investasi moral. Semangat berkorban yang tertanam secara kokoh dalam dada manusia akan mengikis sifat ananiyah atau keakuan, egoistik atau mementingkan diri sendiri. Sifat keakuan inilah yang melahirkan nafsu berkuasa, nafsu menumpuk kekayaan dan nafsu-nafsu lain yang pragmatis dan hedonis. Sifat ini akan melahirkan keinginan untuk mengekploitasi apa dan siapa saja untuk hawa nafsu dan keserakahan dirinya.

Tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa fenomena dan pemandangan yang penuh dengan kecarut-marutan, intrik-intrik, persekongkolan jahat, mafia hukum dan semisalnya yang masih kita saksikan dalam kehidupan berbangsa kita saat ini, adalah hasil dari berkembangbiaknya sifat ananiyah terutama di kalangan para penguasa dan pemimpin kita.

Akibat egoisme ini, kekayaan negeri yang sangat berlimpah ini tidak berfungsi menyejahterakan masyarakat, tetapi dijadikan ajang perebutan dan konflik. Jabatan tidak lagi menjadi alat pelayanan masyarakat, sebaliknya diperebutkan untuk mengumpulkan apa saja dan melakukan apa saja selama menduduki jabatan.

Karena egoisme ini, para koruptor tidak peduli dengan penderitaan orang banyak asalkan diri mereka mengeruk keuntungan yang banyak. Para sindikat narkoba tidak peduli dengan kehancuran masa depan generasi bangsa ini, yang penting mereka dapat meraup keuntungan.

Pengorbanan merupakan kata kunci agar kita mencapai suatu kejayaan sebagai bangsa. Tidak  ada  suatu  prestasi  dan  kemajuan  yang  dicapai  tanpa  didahului  pengorbanan. Sederet fakta dicatat dalam Alquran dan lembaran sejarah bahwa kemenangan serta keberkahan hidup adalah buah dari pengorbanan.

Lebih dari semua itu, berkorban merupakan investasi ukhrowi yang akan mengantarkan kita pada kehidupan mulia di Surga Allah dan terhindar dari siksa neraka. Wallahu a'lam bis shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun