Seseorang terjatuh kadang bukan karena tersandung batu besar, tapi karena terpleset kerikil kecil. Bisa jadi seseorang telah menempa diri bertahun-tahun untuk menguasai berbagai keahlian demi meraih cita-cita yang diimpikan. Namun ketika impian itu sudah sangat dekat, tiba-tiba sirna gara-gara kesalahsn kecil yang ternyata dampaknya fatal.Â
Seorang pemuda lulusan terbaik dari perguruan tinggi pavorit misalnya, dengan segudang prestasi dan predikat yang diraih, ia gagal memenuhi mimpinya bekerja di perusahaan A dikarenakan ketika jadwal tes rekrutmen ia datang terlambat, atau ketika wawancara ia terlihat kurang respek terhadap pewawancara.Â
Itulah sekelumit gambaran yang menunjukkan pentingnya soft skill pada diri seseorang.Â
Soft skill adalah kemampuan non teknis seseorang yang menunjuk pada karakter dan kepribadian. Soft skill berkaitan dengan kecerdasan emosional. Tidak seperti hard skill yang berkenaan dengan kemampuan menyerap ilmu dan keahlian untuk melakukan tugas atau kegiatan tertentu, soft skill berhubungan dengan kemampuan seseorang berinteraksi secara baik dengan orang lain (interpersonal skill) dan kemampuan mengatur diri sendiri (intrapersonal skill)
Soft skill merupakan kecerdasan emosional dan sosial (Emotional Inteligence Quotient) yang sangat penting untuk melengkapi hard skill atau kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient).
Keunggulan seseorang dalam menguasai keahlian tertentu tanpa dibarengi kecerdasan emosional dan sosial akan menyisakan batu sandungan dalam meniti karir di dunia kerja.Â
Coba perhatikan lingkungan kerja kita! Adakah di antara orang-orang yang kita kenal sebagai sosok  jenius dan berbakat, namun seringkali tidak bisa diandalkan untuk menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai waktu yang ditargetkan, atau dia cenderung egosentris dan tidak mau bekerjasama dengan orang lain, atau memiliki sikap frontal dan suka ngambek kalau menghadapi situasi yang tidak sesuai dengan keinginannya?
Kira-kira sosok seperti itu pantas tidak dipromosikan menjadi pimpinan? Tidak dijawab pun semua sudah tahu jawabannya.
Dalam dunia pekerjaan hard skill hanyalah pintu masuk bagi seseorang untuk mendapat pekerjaan, sedangkan kesuksesan seseorang dalam pekerjaan kuncinya adalah soft skill.Â
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard University, Carnegie Foundation dan Stanford Research Center, Amerika Serikat menyimpulkan bahwa  soft skill menyumbang 85% bagi kesuksesan karir seseorang, sementara hard skill hanya 15%. Bahkan buku Lessons From The Top yang ditulis oleh Thomas J. Neff dan James M. Citrin (1999), mengatakan bahwa kunci sukses seseorang ditentukan oleh 90% soft skill dan hanya 10% saja yang ditentukan oleh hard skill.
Di era disrupsi yang penuh dengan perubahan besar dan cepat,  dibutuhkan kombinasi hard skill dan soft skill pada diri individu agar tidak tergerus oleh derasnya perubahan dan tersingkikan oleh ganasnya persaingan. Berpikir linier tidaklah cukup. Dibutuhkan kemapuan ompetitif dan kolaborarif, serta inovatif dalam waktu yang sama.Â
Kemampuan berkoordinasi dengan orang lain adalah satu contoh soft skill yang sangat penting di era disrupsi ini. Di era ini super tim lebih dibutuhkan daripada superman. Kreativitas juga selalu dibutuhkan di setiap zaman. Di era disrupsi banyak pekerjaa yang hilang dan digantikan oleh robot dan perangkat digital dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Namun robot dan mesin tidak akan dapat menggantikan ide dan kreativitas manusia.Â
Kemampuan komunikasi juga merupakan salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan di abad 21. Kemampuan komunikasi tidak hanya terkait dengan kemahiran banyak bahasa, tapi juga kemampuan menyampaikan gagasan dan bernegosiasi dengan orang lain. Kini negoisasi tidak hanya dengan bertatap muka tetapi juga melalaui teknologi digital. Literasi digital menjadi sangat penting dimiliki oleh siapa saja yang tidak ingin terlempar dari persaingan.Â
Apakah soft skill itu bakat atau hasil latihan dan pendidikan? Semuanya benar. Ada orang yang memiliki shoft skill tertentu sejak lahir. Ada pula yang hasil latihan, pendidikan dan pengalaman panjang dalam kehidupan. Sebagai sebuah bakat soft skill tidak akan sempurna jika tidak dikembangkan. Pengembangannya lebih rumit daripada hard skill.Â
Selain karena bakat dan pengetahun, Â soft skill dapat dikembangakan secara efektif dengan berlatih dan terlibat langsung dalam situasi yang melibatkan kecerdasan emosional. Berkecimpung dalam organisasi dan tugas-tugas kerelawanan dinilai efektif dalam mengembangkan soft skill seseorang.Â
Hayo, tidak ada kata selesai bagi upaya peningkatan kualitas diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H