Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

1001 Jalan Kebaikan

14 Juli 2020   23:05 Diperbarui: 14 Juli 2020   22:57 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Enak ya jadi orang kaya, mau apa-apa bisa. Surga pun bisa dibelinya."

Itulah gerutuan yang kadang  keluar dari orang-orang yang belum beruntung secara ekonomi. Ini adalah fenomena yang lumrah terjadi.  Meskipun lumrah bukan berarti baik dan benar.

Adanya orang miskin dan kaya atau orang berpunya dan  papa merupakan fakta sunnatullah dalam kehidupan. Allah meluaskan rizki bagi hamba-hamba-Nya yang dikehendaki sebagaimana menyempitkannya bagi hamba-hamba yang dikehendakinya.

Apakah ini bentuk ketidakadilan takdir. Naudzubillah wa subhanallah. Kita berlindung kepada Allah atas pikiran-pikiran seperti itu. Allah Swt adalah Zat Yang Maha Adil dan Maha Hakim (detail perencanaannya). Segala yang ditetapkan oleh Allah itu berdasarkan hikmah dalam ilmu Allah. Allah tidak pernah salah dalam perencanaan.

Adanya kaya dan miskin menunjukkan kemahakuasaan dan kemahaesaan Allah dalam mengatur kehidupan ini. Allah adalah pemilik kehidupan ini. Dialah satu-satunya pengatur kehidupan.

Berada atau papa keduanya adalah ujian dalam kehidupan. Di balik setiap ujian ada kebaikan-kebaikan yang disiapkan oleh Allah bagi hamba-hamba yang lolos melewatinya. Hadirnya ujian adalah hadirnya peluang memperoleh pahala dan balasan terbaik dari Allah.

Adanya miskin dan kaya juga untuk kemaslahatan hidup manusia agar pembagian tugas dan peran dalam kehidupan terjadi. Kalau semua orang kaya, siapa yang akan bekerja sebagai pekerja kasar, asisten rumah tangga, pedagang keliling, dan lain sebagainya.

Sesungguhnya kegelisahan orang miskin pernah diutarakan kepada Rasulullah saw. Pada suatu hari, serombongan fakir miskin dari golongan Muhajirin datang mengeluh kepada Rasulullah saw. "Ya Rasulullah," kata seorang dari mereka, "Orang-orang kaya telah memborong semua pahala hingga tingkatan yang paling tinggi sekalipun."

Nabi saw bertanya, "Mengapa engkau berkata demikian?" Lalu, ia pun berujar, "Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka puasa sebagaimana kami puasa. Namun, giliran saat mereka bersedekah, kami tidak kuasa melakukan amalan seperti mereka. Mereka memerdekakan budak sahaya, sedangkan kami tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu."

Setelah mendengar keluhan orang fakir tadi, Rasulullah saw tersenyum lantas berusaha menghibur para fakir itu dengan sebuah  motivasi.

Beliau bersabda untuk berusaha membesarkan hati mereka. "Wahai sahabatku, sukakah aku ajarkan kepadamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka dan tidak seorang pun yang lebih utama dari kamu kecuali yang berbuat seperti perbuatanmu?"

Dengan sangat antusias, mereka pun menjawab serentak, "Tentu, ya Rasulullah." Kemudian, Nabi saw bersabda, "Bacalah subhanallah, Allahu akbar, dan alhamdulillah setiap selesai shalat masing-masing 33 kali." Setelah menerima wasiat Rasulullah saw, mereka pun pulang untuk mengamalkannya.

Tak lama berselang, setelah beberapa hari berlalu, para fakir miskin itu kembali menyampaikan keluhannya kepada Rasulullah saw. "Ya Rasulullah, saudara-saudara kami orang kaya itu mendengar perbuatan kami, lalu mereka serentak berbuat sebagaimana perbuatan kami."

Maka, Nabi saw bersabda, "Itulah karunia Allah Swt yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki."

Di antara pesan pokok yang bisa ditangkap dari hadis tersebut, untuk mendapatkan pundi-pundi pahala dan kebaikan, jalan yang bisa ditempuh amatlah beragam. Setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yang belum tentu sama dalam beramal. Ada yang dimudahkan dalam urusan sedekah, ada yang dimudahkan dalam urusan zikir dan lain sebagainya. 

Umumnya orang miskin lebih memiliki banyak waktu untuk berzikir kepada Allah daripada orang kaya yang disibukkan oleh urusan pekerjaan dan usaha. Namun ini bukan hitungan matematika. Secara kasuistis bisa jadi orang kaya juga ahli zikir selain ahli sedekah. 

Allah Swt menghendaki hamba-hamba-Nya untuk fokus memanfaatkan peluang amal berdasarkan potensi yang dimiliki dan tidak perlu iri atas karunia Allah yang diberikan kepada orang lain.

Sering kali manusia sibuk meratapi kekurangberuntungan diri sehingga melupakan potensi yang dimiliki. Memang Allah mendorong hamba-hamba-Nya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Tetapi jika dalam perlombaan kita sudah minder dan tidak punya nyali karena melihat kehebatan para kompetitor, maka bisa jadi kita tidak beranjak dari garis start dan hanya termengong-mengong. 

Inilah salah satu jebakan setan. Setan menjebak kita untuk mengalihkan perhatian kita kepada amal-amal besar yang kita tidak punya kemampuan atasnya, sementara kita mengabaikan amal-amal kecil yang begitu sangat mudah bisa kita lakukan.

Oleh karena itu Nabi saw mengingatkan kita untuk tidak mengecilkan amal-amal ringan. Beliau bersabda:

" Janganlah kalian menganggap kecil kebaikan sedikit pun walau sekedar bertemu saudaramu dengan wajah berseri-seri" (H.R. Muslim).

Kebaikan yang sepele selain mudah dilakukan, juga seringkali mendatangkan pundi-pundi pahala karena dilakukan dengan ikhlas dan tidak menarik untuk dipamerkan. Sebaliknya, amal-amal besar seperti jihad, berhaji, dan membangun masjid  sangat rentan terhadap hadirnya riya'. Betapa banyak orang yang bangga dengan amal-amal besarnya, mempostingnya di berbagai lini masa dan sosial media, menceritakannya ke sana ke mari. 

Inilah mengapa hadis menceritakan seorang pelacur yang diampuni dosanya karena secara tidak sengaja bertemu anjing yang kehausan dan dia memberinya minum (HR. Bukhari Muslim). Nabi juga menceritakan bahwa beliau melihat seorang laki-laki yang mondar-mandir di surga karena menyingkirkan gangguan di jalan (H.R. Muslim)

Dengan demikian, tiada alasan bagi kita untuk tidak memperbanyak amal kebajikan. Hanya orang-orang yang terpedaya yang tidak memanfaatkan setiap kesempatan. al-iyadzu billah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun