Mohon tunggu...
Abdu
Abdu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Keperempuanan

laki-laki yang berasal dari cirebon, sebuah kota yang dijuluki dengan kota wali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Women and Freedom Of Expression

17 Januari 2023   09:41 Diperbarui: 17 Januari 2023   10:18 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keribetan dalam hidup sudah menjadi hal yang tak terhindarkan lagi oleh kalangan perempuan. Pelarangan yang dialami oleh banyak perempuan seakan menjadi makanan sehari-hari baginya. 

Hal yang dianggap sepele menurut saya pun kerap kali saya temui ketika berjalan-jalan menyusuri jalanan yang biasa dilewati masyarakat, suatu ketika ada seorang anak kecil perempuan yang sedang bermain mobil-mobilan, seketika orangtuanya melarang dengan alasa "kamu itu perempuan, tidak cocok main mobil-mobilan nak. Jangan maing mobil-mobilan lagi nanti," katanya. Hal ini pun sama dialami oleh anak laki-laki yang ketika itu memakai baju dan celana warna pink, dengan alasan yang sama orangtua itu pun melarangnya.

Seketika Sayan pun bertanya-tanya, kenapa dunia semakin ribetnya? Coba bayangkan jika celana yang cukup dipakai sang bayi hanya ada warna pink, tentu akan mempersulit diri bukan. Lebih tepatnya sejak kapan barang mainan dan warna pakaian memiliki jenis kelamin?

Keanehan dan keribetan yang dialami oleh anak perempuan khusunya menjadi semakin banyak seiring dengan bertumbuh dewanya dia dan lingkungan yang banyak dia lakukan interaksi di dalamnya yang begitu beragam.

Perempuan dan Tubuh Perempuan

Kebanyak perempuan beranggapan bahwa "menjadi sesosok perempuan saat ini rasanya begitu sulit" banyak hal yang membuat dirinya berada dalam kondisi yang tidak mendukung dirinya. Perempuan yang hendak menikah pun harus ada drama terlebih dahulu didalamnya. Factor usia lah, kesuburan yang dimiliki peremuan itulah, dan banyak hal lainnya yang seakan menjadi pertimbangan seseorang untuk menikahi si perempuan.

"Masa subur" adalah hal yang mendasar dan pertimbang yang cukup masuk akal untuk kejenjang pernikahan. Ini hal yang wajar-wajar saja sebetulnya, karena salah satu tujuan menikah adalah terciptanya keturunan.

Seorang public figure pernah ditanya ketika pernikahanny itu masih seusia jagung. "berapa anak yang akan kamu mau dari pernikahan ini?" tanya seseorang. Dia menjawab "sebelas" dengan entengnya tanpa mempertanyakan kesiapan istrinya terlebih dahulu. Hal ini sontak menjadi viral dan menuai kritik dari para aktivis perempuan khsusnya. Perempuan yang secara kodrati mengandung, melahirkan dan

Kasus atau posisi seperti ini seakan-akan menjadi seorang perempuan adalah menjadi manusia yang siap diatur. Bahkan kekuassaan atas tubuhnya sendiri seakan-akan tak memiliki kuasa yang sepenuhnya. Kontruksi dan imagi dunia seakan mengikat perempuan sekencang kencangnya, sehinga keduanya itu menjadi dasar pikiran untuk atau ketika ingin mengekspresikan dirinya diranah public.

Iklan pruduk kecantikan, busana perempuan bahkan iklan makanan yang taka da hubungan secara khusus dengan perempuan pun seorang perempuan dengan tubuhnya menjadi daya jual yang amat laku. Mengkilankan produk kecantikan yang kemudian mengobralnya dengan definisi cantik sesuai dnegan imagi sang pemilik produk. 

Bahkan bukan hanya disitu, mimbar-mimbar keaagamaan pun tak kalah hebatnya. Para pemuka agama yang kemudian banyak mengatur apa yang semestinya perempuan lakukan, kenakan. Dan apa yang lebih lucu lagi, mereka semua adalah laki-laki, dan anehnya mereka perempuan mengikuti imagi itu.

Suatu ketika saya teringat kata-kata Simone de Beauvoir, seorang filsuf perempuan ternama asal Prancis. Ia mengatakan bahwa dilahirkan sebagai perempuan bukanlah suatu keajegan yang hakiki, melainkan adalah proses menjadi yang tidak pernah usai. Sedang tubuh yang membuat konstruksi sosial sedemikian rupa bagi perempuan adalah suatu kesatuan."One is not born, but rather becomes a woman," begitu kata Beauvoir dalam karyanya yang terkenal, 'The Second Sex'.

Beauvoir seakan-akan mau mengatakan bahwa tanpa tubuh, perempuan itu menjadi tidak ada. Beauvoir dan feminis eksistensial yang dianutnya itu meyakini bahwa esensi tak mungkin mendahului eksistensi. Tentu saja pandangan Beauvoir yang bernuansa materialis itu akan ditampik oleh para spiritualis, karena manusia sejatinya tidak hanya tubuh itu adalah sebuah kebenaran,  karena masih ada dimensi roh yang mengikat menjadi satu kesatuan dengan tubuh.

Upaya Memenjarakan Perempuan

Maka, sudah sepatutnya perempuan muslim mencoba untuk merenung dengan apa yang terjadi dengan perempuan, kenapa doktrin-doktrin agama dari para pemuka agama yang begitu banyak itu seakan-akan membuat perempuan kehilangan dirinya. Perempuan dileburkan menjadi seperti yang dikehendaki para pemuka agama. Perempuan dianggap sebagai sumber fitnah karena tubuhnya, sehingga perempuan dipandang semakin tertutup menjadi semakin baik. Pandangan seperti ini ingin mengatakan bahwa semakin tidak terlihat maka seorang perempuan itu semakin baik dan shalihah. Goib adalah kebaikan untuk perempuan.

Inilah hal yang membuat peranan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat semakin dihilangkan. Tentu saja selain peran biologisnya untuk melahirkan dan menyusui. Tanpa disadari, penafsiran teks agama seperti ini justru menjauhkan dari maksud ajaran agama yang murni karena hanya melihat perempuan sebagai objek dengan memandang fisiknya saja dan sebagai pabrik produksi keturunan saja. Padahal manusia baik laki-laki atau perempuan sekaligus adalah makhluk yang memiliki intelektual dan spiritual yang sama. Pandangan tersebut jelas mengesampingkan potensi intelektual dan spiritual seorang perempuan.

Kalau kita mau melihat saja sesungguhnya teks yang mengatakan demikian membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam. Di sisi lain Al-Qur'an juga menegaskan bahwa kepada laki-laki beriman untuk menjaga pandangannya (QS. An-Nuur:30). Di sinilah perintah menjaga pandangan (ghadhul bashar) turun, sehingga menjaga pandangan tidak hanya dengan menundukkan pandangan saja, tetapi yang lebih penting adalah menjaga pikiran dan hati dari hal-hal yang tidak sepantasnya bagi kita. Selayaknya hal itu dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan.

Zaman Nabi yang Memerdekakan Perempuan

Dilain sisi saya menemukan dimensi berbeda dari kebanyakan pandangan orang mengenai perempuan. Islam adalah agama yang saya Yakini ini sangat revolusioner. Saya mengamini itu karena tatkala masih kanak-kanak dalam madrasah diniyah di kampung selalu dikisahkan kisah kehidupan Ibunda Sayyidah Khadijah r.a dan Kanjeng Nabi Muhammad saw yang sangat harmonis dan inspiratif. Ibunda Khadijah adalah pengusaha besar dan Kanjeng Nabi Saw turut menjual dagangannya sebelum diangkat menjadi Nabi.

Para perempuan di zaman Nabi Saw tidak serendah  apa yang diasumsikan orang-orang, mereka tampil di ruang publik. Sebut saja Sayyidah Aisyah r.a (Istri Nabi) yang menjadi guru para Sahabat selepas Nabi wafat. Ada juga para perempuan dalam periode awal islam yang mewakafkan harta dan jiwanya demi islam, diantaranya adalah Nusaibah binti Ka'ab, Qaribah binti Mu'awwidz, Asma binti 'Amr bin Adi Ra, dan Salma binti Qais. Bahkan ada beberapa perempuan di zaman Nabi yang justru menjadi tulang punggung keluarga, seperti Zainab ats-Tsaqafiyah istri Abdullah bin Mas'ud.

Ibn Hajar Al-Asqalani, seorang masyhur ahli hadis dalam karyanya Fath al-Bari memberikan keterangan bahwa Zainab ats-Tsaqafiah adalah istri dari Sahabat Nabi Saw yaitu Abdullah bin Mas'ud. Zainab adalah sahabat perempuan Nabi yang kaya raya yang berasal dari keluarga terpandang yaitu Bani Tsaqif. Diketahui bahwa Zainab memiliki usaha rumahan yang cukup lancar sehingga ia menghidupi keluarganya, bahkan juga mengasuh beberapa anak yatim di rumahnya.

Jika di zaman Nabi perempuan dianggap sumber fitnah dan harus mengurung diri. Bukankah Zainab dan para perempuan lain zaman itu sudah dilarang pergi-pergi, apalagi bekerja?

Maka dari itu, mari kita menjadikan dan memperlakukan perempuan sejatinya perempuan. Menjadikan perempuan sejatinya manusia. Mau tidak mau, kita harus akui perempuan memiliki kedudukan penting dalam peradaban manusia, ibu kita yang melahirkan kita juga seorang perempuan dengan kehebatannya, kesabarannya, sikap kasih sayangnya dan rasa cintanya yang tak pernah luntur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun