Muh. Salim menyebut bukunya sebagai Lantera yang artinya "lentera", sebuah alat penerang kala gulita. Umar Pannamo menamai bukunya Mattappa, "berpendar", atau kira-kira "memancarkan cahaya". Pasuloi artinya "menerangi".
Ya, menulis buku pelajaran bahasa Bugis adalah kegiatan langka di tengah fenomena pemuda dan putra-putri kita yang condong bertutur bahasa Indonesia dialek Sulsel. Kini banyak pemuda Bugis yang sudah tidak memahami kata-kata Bugis lama dan kata-kata arkaik, termasuk kalimat-kalimat pappaaseg (nasihat).
Beruntunglah ada segelintir orang yang peduli mau merawat bahasa Bugis, salah satu rumpun bahasa Austronesia dengan aksaranya yang telah dimodernisasi: aksara Lontarak.
Dewasa ini kita mengenal Syamsuddin Arifin Kol, S.Pd. di Wajo yang telah meluncurkan "Buku Penunjang Menulis Indah Aksara Lontara' untuk SMA/SMK/MA".
Buku Pelajaran Bahasa Daerah Bugis "Mattappa" telah melintasi waktu kurang lebih 40-an warsa. Kemarin (Jumat, 17 Maret 2023) pengarangnya wafat. H. Umar Pannamo telah berperan besar merawat bahasa Bugis dan aksara Lontarak.
Bersama dengan "perawat-perawat" bahasa Bugis lainnya, kita memberi penghormatan yang setinggi-tingginya.
Kepada mendiang H. Umar Pannamo kita mengirimkan doa, semoga amalnya kian mengalir dari buku yang ditulisnya yang mampu menerangi kita dan membuat kita makin paham bahasa Bugis dan aksaranya, di tengah fenomena banyaknya bahasa lokal di dunia yang kehilangan penutur.
Dan bahasa Bugis pun dapat kita rawat bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H