Provinsi Maluku adalah salah satu Provinsi yang mempunyai potensi sumber daya yang berlimpah terutama pada sumber daya alam pertambangan, perikanan, kehutanan, dan pertanian. Selain mempunyai potensi sumber daya alam yang berlimpah Maluku juga mempunyai Pariwisata-pariwisata yang mendunia yang ada di laut dan di pegunungan.
Provinsi Maluku mempunyai luas wilayah 712.480 Km2 yang terdiri dari luas daratan 54.148.5 Km2 (7,6%) dan Luas lautan 658.331.5 Km2 (92,4%). Provinsi Maluku mempunyai 9 Kabupaten dan 2 Kota yang terdiri 1.531.420 jiwa penduduk (web.kominfo.go.id Maluku).
Provinsi Maluku salah satu Provinsi yang masuk pada sepuluh Provinsi termiskin di Indonesia. (Sumber; www.cnbcindonesia.com). Provinsi Maluku memiliki presentasi Penduduk Miskin (PO) menurut Provinsi dan Daerah. Pada wilayah perkotaan,  Penduduk Miskin pada tahun 2021 semester 1 (Maret), dicatat memiliki presentase pada 6,29% dan pada semester 2 (september) terjadi penurunan Penduduk Miskin menjadi 6,13%. Sedangkan pada wilayah pedesaan, tahun 2021 Penduduk miskin pada semester 1 (Maret) sebesar 26,96% dan pada Semester 2 (september) 24,34%. Dengan jumlah presentasi secara keseluruhan pada 2021 pada semester 1 (maret) sebesar 17,87% dan semester 2 (september) sebesar 16,30%. Sedangkan Angkatan kerja pada februari 2021 sebanyak 836.171 orang dan penduduk yang bekerja di Maluku pada februari 2021 sebanyak 779.870 orang  (Sumber : bps.go.id)). Ini yang berarti sekitar 56.301 yang tidak bekerja. Salah satu penyebab mendasar yang menyebabkan penduduk miskin yaitu kekurangan Lapangan Kerja. Lapangan Kerja sangat penting untuk mengatasi kemiskinan.
Berbicara tentang penciptaan lapangan kerja tidak terlepas dari adanya investasi. Investasi (investment) secara umum dipahami sebagai tindakan menanamkan modal untuk memperluas proyek-proyek kegiatan bisnis dalam rangka meningkatkan pendapatan. Investasi berorientasi masa depan, untuk pedapatan dan keuntungan di masa depan (Bank Dunia ; 2005). Seoarang ekonom Paul Samuelson berteori bahwa, pendapatan nasional naik dan turun karena perubahan invesatsi yang pada gilirannya tergantung pada pertumbuhan teknologi, penurunan tingkat suku bunga, pertumbuhan penduduk, dan faktor-faktor dinamis lainnya. Teori Samuelson ini menjadi sandaran dikalangan pakar ekonomi serta pejabat di banyak negara dalam memandang dan memosisikan investasi dalam pembangunan
Maluku mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat menarik berbagai investor untuk dapat menginvestasikan modalnya di Maluku. Misalkan dalam pengelolaan Migas Masela dikutip dari CNBC Indonesia bahwa kontraktor migas asal jepang yang menjadi operator megaproyek migas di Indonesia Timur nilai investasi diperkirakan mencapai Rp.288 triliun atau US$ 22 miliar sampai 2027. (sumber : www.cnbcindonesia.com)
Pada saat pembangunan, proyek Blok Masela dapat menyerap 30 ribu tenaga kerja langsung maupun pendukung, dan saat beroperasi akan menyerap tenaga kerja antara 4.000-7000 orang termasuk pembangunan industri petrokimia seperti yang di lansir situs resmi Kominfo (sumber ; Kominfo.go.id)
Selain itu, penciptaan lapangan kerja juga pada program strategi Nasional Lumbung ikan Nasional (LIN) di Maluku ditargetkan akan beroperasi dengan target operasional pada 2023 mendatang (https://www.mongabay.co.id/2021/02/09)
Dilansir dari Portal Maluku Penyerapan tenaga kerja LIN di prediksi menyerap 33.500 tenaga kerja, meliputi 20.000 nelayan atau ABK, 500 petugas pelabuhan perikanan, 2.000 pedagang ikan, 11.000 pekerja industri perikanan (portalmaluku.pikiran-rakyat.com)
Ini berarti, dengan kedua investasi besar tersebut, penyerapan tenaga kerja dari Maluku dapat mencapai 37.500 dan menyerap tenaga kerja saat pembangunan Migas 30.000. dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 37.500 maka akan mengurangi 56.301 orang yang tidak bekerja menjadi 18.801, sehingga dari penurunan orang yang tidak bekerja di Maluku akan membawa pertumbuhan ekonomi menjadi positif. Selain itu perusahaan daerah atau BUMD dapat menyertakan modalnya pada investasi tersebut yang diberikan Participating Interest 10% pada wilayah kerja minyak dan gas bumi untuk provinsi dan kabupaten penghasil. Dengan adanya penyertaan modal di perusahan swasta, perusahaan BUMD atau perusahaan negara akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah yakni pada Pendapatan Asli Daerah. Dari sisi Pendapatan Asli Daerah hasil dari pada penyertaan modal tersebut dapat meningkatkan Hasil pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan dan dapat meningkatkan pajak dan retribusi daerah misalkan dari Pajak Bumi dan Bangunan serta perizinan-perizinan lain.
Selain dari meningkatkan pendapatan Asli Daerah, ada juga pendapatan yang didapatkan dari Dana Perimbangan. UU nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan adalah  dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dengan adanya pengelolaan dari migas, Maluku akan mendapatkan Dana Bagi Hasil sebesar 30,5%. Selain dari dana bagi hasil, Maluku juga akan mampu mendorong keuangan Negara terutama sumbangsi pada APBN yang didapatkan dari pengelolaan sumber daya alam maupun Pajak. Dari Dana Bagi Hasil yang di atur dalam UU Nomor 33 tahun 2004,  dari sisi perpajakan dengan adanya tenaga kerja maka akan dikenakan PPh 25, 29 Wajib Pajak Orang Dalam Negeri dan PPh 21 bagian daerah adalah sebesar 20%  yang di atur dalam UU nomor 33 tahun 2004. Dengan bertambahnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara maka Anggaran pendapatan Belanja Daerah pasti akan bertambah juga melalui UU Perimbangan Keuangan ini.
Adanya Investasi tersebut maka APBD Provinsi Maluku maupun Kabupaten/Kota tentunya akan lebih meningkat dari APBD sebelumnya. Ketika pendapatan Daerah itu meningkat maka akan diikuti oleh Belanja Daerah juga. Belanja Daerah yang meningkat maka Daerah akan mampu untuk memenuhi Kebutuhan Daerah dan Kebutuhan Masyarakat.