Mohon tunggu...
Abdu Alifah
Abdu Alifah Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan

Seorang manusia biasa yang secara kebetulan dianugerahi hobi membaca!

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bekerja dari Rumah Bukanlah Jalan Ninja Kita!

23 Maret 2020   14:07 Diperbarui: 23 Maret 2020   14:26 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepekan belakang ini, orang-orang mulai bekerja di rumah. Ini tentu bukan tanpa sebab dan secara bimsalabim orang-orang mengganti gaya kerjanya begitu saja. Saya tidak akan menjelaskan alasannya lebih jauh, sebab selain memang tidak perlu, saya merasa sudah cukup bosan dengan kabar-kabar soal pandemik Covid-19 ini. 

Yang jelas, banyak dari kita yang mulai bekerja dari rumah setelah pak Jokowi memberikan himbauan yang cukup quotable, "Sudah saatnya kita bekerja dari dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah di rumah". 

Perhatikan, tidak hanya bekerja atau belajar, ibadah juga. Kan bagaimanapun kita ini bangsa yang menyatakan dirinya sangat religius? Eh, ini tidak perlu digubris, ya, terlepas perihal diatas, sebaiknya kita memang melakukan segala hal di rumah dalam kondisi seperti ini. Sungguh!

Setelah penyataan dari pemerintah pusat, juga diperkuat oleh beberapa pernyataan pemerintah daerah kemudian, sebagian masyakarat-meski awalnya hanya sebagian kecil-mulai memberlakukan dan menerapkan kebijakan untuk melakukan aktifitas di rumah. 

Dari sini muncullah tagar #dirumahaja yang bertebaran di media sosial. Hype, booming, dan akhirnya jadi trending topic. Biasalah, ya, begitu terus kebiasaan bangsa kita, mudah sekali ditebak arah reaksinya akan ke mana. 

Meskipun, demikian itu hanya terjadi di media sosial, sayangnya. Di dunia nyata, kehidupan ternyata tetap berjalan sebagaimana biasanya, seakan tidak terjadi apa-apa, seakan Covid-19, yang beritanya kita dengar telah membunuh ribuan orang di dunia hanyalah mitos belaka.

Senin-nya, setelah beberapa hari yang lalu pak Jokowi memberikan himbauan di atas, orang-orang tetap pergi ngantor, tetap naik KRL, naik Tranjakarta, naik angkot, bahkan tetap memesan ojol --dan ojol sungguh masih banyak yang nongkrong di mana-mana. 

Jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya tetap ramai, tetap penuh dengan asap-asap polusi, tetap berisik sekali oleh sura klakson, juga tetap saja macet dan bikin dongkol. Bedanya, kini orang-orang memakai masker, yang agak lebih preventif sedikit sekalian membawa hand sanitizer. 

Tapi, sejujurnya saya agak mafhum dengan para pekerja bebal ini, entahlah, barangkali karena saya juga seorang pekerja seperti mereka, berdomisili di kota yang kira-kira sama, dan terlebih-lebih saya adalah seorang pekerja HR. Saya tahu betul bahwa meski beberapa dari mereka ingin tetap tinggal di rumah, mereka tidak cukup kuat melawan keadaan. Saya ingin para pekerja ini mulai bekerja di rumah, meski saya tahu bahwa itu bukan gaya kerja kita.

Bekerja dari Rumah bukan Gaya Kerja Kita

Ya, akui saja. Bekerja di rumah bukanlah jalan ninja kita, bukan gaya kerja kita banget. Kita ini, bangsa endonesa, kalau sudah berada di zona rumah, sebagian besar akan kita habiskan dengan rebahan, makan, tidur, ngopi dan bergosip-ini benar-benar menyenangkan. Berapa banyak sih yang terbiasa bekerja dari rumah? 

Belakangan, saya sedang mencari data para full-time teleworker (orang-orang yang bekerja dari rumah) di Indonesia untuk membuat konten instagram, sayangnya saya tidak berhasil menemukan itu. 

Entah saya yang kurang literasi dalam mencari data, atau memang tidak ada. Jika memang tidak ada, maka asumsi saya adalah karena memang hanya sedikit sekali teleworker yang ada di Indonesia. 

Paling mentok, saya hanya menemukan tulisan berupa artikel di media tirto.id yang berjudul "Telecommuting: Masih Relavankah Bekerja di Kantor" yang menyebutkan bahwa para pekerja di Google Indonesia tetap bekerja saat Jakarta mengalami kebanjiran pada tahun 2013 yang lalu karena mereka bekerja dari rumah.

Kalau kita bandingkan dengan negara lain, misalkan saja di Amerika Serikat, jumlah teleworker di sana terus mengalami peningkatan. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh American Community Survey (ACS) dari University of Minnesota, pada tahun 2016 tercatat ada 3.1% jumlah full-time teleworker di US dan dalam kurun waktu 10 tahun terkahir dari waktu tersebut mengalami peningkatan sebanyak 7 juta orang. Jumlah itu tidak termasuk para pekerja freelance, half-time, dan para self-employed yang biasanya memang bekerja di rumah. 

Sementara dalam sebuah jurnal yang ditulis Raghuram (2014) yang berjudul "Telecommuting in India: Pitfalls and Possibilities" mengatakan bahwa di India, penerapan sistem bekerja dari rumah disinyalir oleh berbagai isu yang berkembang seperti lalu-lintas yang makin padat, keterikatan dengan daerah asal, banyaknya pekerja perempuan, jam kerja malam, hingga pesatnya perkembangan mobile communication. Tak tertinggal, seorang peneliti dari Waseda University, Mitomo, memperedksi bahwa pada tahun 2020 teleworker di Jepang akan meningkat dari 14.5% menjadi 28,3%.

Perkembangan teleworker di negara kita memang tidak sepert negara lain, tetapi siapa sangka saat ini banyak dari kita yang bekerja dari rumah meski terpaksa. 

Oleh sebab kita bekerja dari rumah karena terpaksa, dan lebih-lebih karena memang bukan gaya kerja kita, saya pikir beberapa dari kita akan menjadi agak kesulitan karena mesti beradaptasi dengan lingkungan kerja baru. Sama, saya pun demikian. 

Karenanya, berikut saya bagikan beberapa strategi agar kita tetap produktif saat bekerja dari rumah, yang sudah saya sadur dari penelitian dua ahli psikologi Tomika W. Greer (University of Houston) dan Stephanie C. Payne (Texas A&M University) yang berjudul, "Overcoming Telework Challenges: Outcomes of Successful Telework Strategies" sebagai berikut:

Pertama, tetaplah terhubung. Tetaplah menjadi accessible dengan menjaga hubungan dan komunikasi melalui teknologi saat ini. Kita bisa menggunakan media sosial, email, telpon, bahkan video call untuk terus berubungan dengan rekan kerja, supervisor dan klien kita sehingga dapat merespon mereka sesegera mungkin. 

Kedua, desain ruang kerja kita senyaman mungkin. Merancang dan menjaga ruang kerja agar tetap kondusif saat kita bekerja di ruma dapat membuat kita fokus dalam menyelesaikan pekerjaan. Kalau perlu, buat sekalian ruang kerja khusus di rumah. 

Ketiga, adopsi pola pikir target oriented. Bagaimana caranya? Kira-kira begini, persiapkan kondisi mental dan psikologis kita sebaik mungkin sebelum bekerja, lalu mulailah mengatur diri untuk fokus dan berkonsetrasi pada apa yang mau kita kerjakan, dan buatlah waktu target kerja kita sendiri.

Keempat, jadwalkan waktu kerja kita sejak awal. Sebelum memulai bekerja di rumah, sebaiknya kita berdiskusi untuk menentukan jadwal kerja kita bersama rekan kerja, supervisor dan tentu saja klien kita. Ini akan membuat segalanya menjadi lebih sistematis dan teratur. 

Terakhir, cobalah berkomunikasi dengan keluarga. Menjelaskan kepada keluarga yang tinggal satu rumah terkait pekerjaan kita, terutama jika saat ini akan dilakukan di rumah, adalah hal yang wajib kita lakukan. Mereka perlu tahu kapan dan di mana kita bekerja agar kelak kita tidak mendapat gangguan saat bekerja.

Tidak masalah meski bekerja dari rumah bukanlah gaya kerja kita. Kita hanya perlu mengakalinya dengan beberapa hal sederhana seperti di atas, dan, beradaptasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun