Hari ini, bukankah kebanyakan aksi-aksi kamisan kita hanya dilakoni oleh mahasiswa-mahasiswa yang menyatakan dirinya aktivis dan pembela rakyat kecil tanpa pernah menggandeng rakyat itu sendiri? Bukankah yang kita lakukan sekarang ini lebih berorientasi pada pengembangan eksistensi-eksistensi yang pragmatik?
Bukan atas dasar apakah hal tersebut merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dankepentingan-kepentingannya? Pernahkan kita melakukan analisis-analisis sosial yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebelum kita melakukan aksi massa yang mengarah pada perubahan sosial positif.
Nyatanya, aksi-aksi yang kita lakukan lebih dekat dengan tindakan-tidakan Putch yang kurang efektif. Terlebih saat aksi kita dibalut secara radikal dan anarkis. Hal itu semakin mengindikasikan bahwa kita adalah gerombolan-gerombolan Putch yang bukannya tampil sebagai panutan rakyat malah terlihat seperti segerombolan domba yang iri terhadap apa yang tengah kita lawan.
Menurut Tan, kaum kaum Putch yang anarkis yang mengatakan dengan lantangnya bahwa kekuasaan (yang dzalim dan tidak adil) yang kokoh itu dapat dirobohkan dengan beberapa butir telur  "yang meletup" tidak lebih cerdik daripada seorang yang menembak batu dengan kepalanya. Â
Buku Aksi Massa ini adalah sebuah pedoman bagi para aktivis bagaiaman melakukan perjuangan yang dapat menggerakan aksi massa yang sesungguhnya lewat jalur-jalur politik dan ekonomi, bukan aksi dalam arti sempit sebatas turuk ke ruas jalan. Tetapi lebih dari itu, bahwa aksi masa dapat dilakukan dengan cara penguasaan parlementer dan penguasaan capital. Aksi massa adalah sebuah cara bagaimana mengubah kemauan rakyat menjaid tindakan rakyat. Itulah yang harus kita pikirkan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H