Mohon tunggu...
Abdullah Umar
Abdullah Umar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Hukum dan Politik

Mahasiswa Jurusan Hukum di Cairo University, Mesir

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Milenial Indonesia, Belajarlah dari Pemilu Malaysia

10 Agustus 2018   11:56 Diperbarui: 10 Agustus 2018   12:46 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)  K.H. Ma'ruf Amin menjadi pendampingnya sebagai cawapres di Pilpres 2019 mendatang, mulai banyak yang beredar isu dan pertanyaan, terkait bagaimana sikap generasi milenial Indonesia apakah mendukung atau tidak. Tentu saja, karena usia Ma'ruf Amin saat ini 75 tahun, satu tahun lebih muda daripada Jusuf Kalla, wapres Jokowi saat ini.

Sebelumnya, generasi milenial atau anak yang lahir di rentang waktu 1980-1997 (21-38 tahun) banyak yang sudah menyambut baik isu yang berhembus bahwa mantan Ketua MK Mahfud MD yang akan menjadi cawapres Jokowi. Mahfud yang sebenarnya juga berumur cukup senior (61 tahun) terkesan lebih diterima karena beliau cukup aktif di media sosialnya. Beliau juga dipandang memiliki pengalaman yang cukup di pemerintahan.

Wahai generasi milenial yang jumlah kalian sekitar 34 persen dari total penduduk di Indonesia, ingatlah pepatah "age is just a number". Keberpihakan lah yang menentukan bahwa pemimpin itu pro kaum milenial atau tidak. Kaum milenial adalah kaum yang cerdas, yang mampu menggunakan akal sehat dalam menentukan pilihannya.

Seperti halnya di Malaysia, Mahathir Mohammad pemimpin yang maju di Pemilu Malaysia di umur 92 tahun selalu diejek oleh lawan politiknya karena umurnya. Akan tetapi, justru basis pemilih Mahathir adalah kaum milenial, karena pemuda-pemudi membutuhkan bapak. 

Di tengah kerasnya tarik-menarik kepentingan politik identitas, negara membutuhkan sosok ke-bapaan, sosok bijaksana yang mampu menenangkan rakyatnya. Pemuda Malaysia sangat cerdas karena paham, muda bukanlah sebatas umur, muda diukur seberapa niat tulus untuk bekerja keras melekat pada diri pemimpinnya. 

Bayangkan kalau pemimpin negara meledak-ledak karena sebatas muda? Atau dengan cara alasan "zaman now" bisa memecat walikota hanya melalui WatsApp. Etika politik dan kemanusiaan disingkirkan hanya karena alasan muda. Tentu itu bukan hal bijak bagi anak muda sekalipun. 

Kalau milenial hanya masalah umur, kita bisa lihat betapa banyaknya di Indonesia Gubernur muda (Zumi Zola) atau Bupati Muda yang tertangkap KPK. Saya yakin semua milenial membenci korupsi, apapaun alasannya. Saya pun yakin, semilenial-milenialnya kalian, tentu agak risih jika negara serumit Indonesia ini diurus asal-asalan oleh orang yang asal muda, namun tidak memiliki pengalaman. Ini negara bukan organisasi mahasiswa yang dijadikan sekadar tempat menimba pengalaman.

Jokowi selama ini sudah membuktikan ia memberikan harapan kepada kaum milenial. Lihatlah sepatu, jaket, motor yang ia beli semua dari para pengusaha muda kreatif. Jokowi paham, generasi milenial harus diberikan ruang berekspresi karena mereka lah penerus bangsa. Bukan asal catut label anak muda, namun perilakunya sama sekali tidak berpihak kepada milenial.

Pun dengan pilihannya memilih Ma'ruf agar isu intoleransi atau SARA tidak terjadi di Pilpres 2019. Bayangkan, baru behembus nama Mahfud, sudah ada isu yang mendiskreditkan kadar ke-Islaman Mahfud, berbagai fitnah sudah dialamatkan. Jokowi menginginkan pesta demokrasi berjalan bahagia dan jadi tempat adu gagasan tanpa meributkan latar belakang. Sesuatu yang saya yakin juga diinginkan oleh generasi milenial.  

Apakah Ma'ruf akan berbahaya bagi kebinekaan Indonesia? Jelas tidak, ia adalah Rais Aam NU, organisasi Islam yang tak henti mengkampanyekan toleransi sejak republik ini berdiri. Ma'ruf pun terus menerus mengimbau para ulama di mimbar agar tidak menebar kebencian. Ia pun menegaskan, landasan negara Indonesia adalah Pancasila yang disepakati oleh semua suku dan golongan yang ada di Indonesia.

Begitu bijaknya Jokowi dalam mengambil keputusan. Pun dengan Mahfud yang berujar "keselamatan negara lebih penting daripada nama Mahfud". Pun kalau mau berbicara tentang umur, ingatlah Jokowi baru berumur 57 tahun dan Prabowo sudah berumur 66 tahun. Ingat ini pilpres bukan sekadar pilwapres.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun