Mohon tunggu...
Abdullah Umar
Abdullah Umar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Hukum dan Politik

Mahasiswa Jurusan Hukum di Cairo University, Mesir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Siap Berkelahi" dan Pesan yang Selalu Dipelintir Lawan Politik

6 Agustus 2018   16:56 Diperbarui: 6 Agustus 2018   17:06 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi saat menghadiri acara di GBK, Jakarta, Minggu (5/8/2018)

Menilai Pesan Jokowi di Hadapan Relawan dengan Lebih Adil

Sejak kemarin jagat media sosial masyarakat Indonesia ramai memperbincangkan pernyataan Presiden Joko Widodo di depan para relawannya, terkait kalimat "siap berkelahi" bila diserang lebih dahulu. Pernyataan yang sebenarnya tidak diucapkan secara langsung kepada media massa, namun menjadi bahan pemberitaan karena "relawannya" sendiri yang menyebarkan video ucapan presiden serta mengonfirmasinya kepada awak media.

Terlepas dari itu semua, saya ingin mengajak teman-teman semua yang membaca tulisan ini untuk mau kroscek informasi seutuh-utuhnya, agar tidak lantas salah paham dan saling hujat. Tentu karena di era kemajuan teknologi informasi saat ini kita sangat mudah untuk memilih, untuk mendapatkan informasi yang utuh atau yang sudah dengan sengaja dipotong.

Pada Minggu (6/8/2018) di Jakarta dihadapan para pendukungnya Jokowi berpesan, "Jangan membangun permusuhan, jangan membangun ujaran-ujaran kebencian, jangan membangun fitnah-fitnah. Tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang lain. Tapi kalau diajak berantem juga berani, tapi jangan ngajak lho, saya bilang tadi tolong digaris bawahi, jangan ngajak. Kalau diajak? Tidak boleh takut,".

Seketika pernyataan Jokowi oleh para lawan politiknya, para kader partai oposisi (Demokrat, PKS, Gerindra) lantas memotong kalimat akhir Jokowi dan menyebar luaskan bahwa Jokowi menyuruh para relawannya untuk berantem atau berkelahi. Bahkan, ada salah satu kader parpol yang mendramatisir dengan mengatakan, "Jokowi memicu perang sipil" wow.

Istana Presiden melalui Juru Bicaranya Johan Budi sudah mengklarifikasi kepada media bahwa yang disampaikan Jokowi ialah kiasan. Kata "berkelahi" yang tidak terkait dengan fisik. Pun dengan tenaga asli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin yang mengatakan kata "berkelahi" yang dikatan Jokowi tidak terkait dengan kekerasan, melainkan yang dimaksud berkelahi argumentasi.

Memang, dari pernyataan utuh presiden tidak ada sama sekali kata berkelahi secara fisik. Kalau dilihat dari kalimat-kalimat Jokowi sebelum sampai kata "berani berkelahi", dapat dipahami bahwa maksud Jokowi adalah relawan harus berani berkelahi secara positif, yaitu adu program, adu visi-misi. Pun dengan penyebaran hoaks yang harus dilawan dengan semangat penyampaian informasi menggunakan data yang komprehensif.

Budayawan Sudjiwo Tedjo bahkan dengan tegas membela ucapan Jokowi. Menurutnya, tidak adil jika hanya memotong ucapan Jokowi hanya di akhir. "Aku bukan pendukung Pak Jokowi atau siapa pun. Tapi janganlah kebencianmu pada Pak Jokowi sampai menghapus kutipan beliau "jangan mencari musuh" dan hanya kutip belakangnya (tapi) kita harus siap berkelahi", itu tidak fair, kata Sudjiwo.

Bahkan, menurut Sudjiwo, kalimat Jokowi benar sesuai mata kuliah kewiraan (ilmu kepahlawanan dan ksatria), bahwa jika ingin damai, selalu bersiaplah untuk perang.

Memang sangat tidak adil jika kita hanya "menyerang" kalimat akhir Jokowi. Jelas semua awal kalimatnya justru menahan para relawannya untuk tidak mencari musuh, walau selama ini Jokowi oleh lawan politiknya selalu dihina, dihujani ujaran kebencian dan fitnah.

Jika pun kita mau mengartikan kalimat berkelahi itu secara fisik (walau Jokowi sudah mengklarifikasi maksudnya bukan kelahi secara fisik), ucapan Jokowi persis seperti ucapan para orang tua kepada anaknya sejak kecil. "Gak boleh berantem, tetapi kalau diserang dan kita benar, harus berani melawan". Tentu kita masih ingat kan kata-kata itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun