"Every man his own historian", kata Sejarawan Amerika Serikat, Louis Reichenthal Gottschalk, dalam bukunya Understanding History: A Primer of Historical Method (1969). Pernyataan ini menyiratkan bahwa semua orang pada dasarnya adalah sejarawan bagi dirinya sendiri, karena setiap orang punya masa lalu dan kemampuan untuk mengingat, menceritakan, dan menuliskan kembali pengalaman itu sesuai dengan apa yang masih diingatnya.
Tulisan ini merekam berbagai kejadian dan pengalaman saya pada tahun 2023 sebagai dosen sejarah di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung. Selain di kampus, saya juga mengabdikan ilmu saya, khususnya sejarah maritim, di luar kampus melalui berbagai kegiatan akademik dan non akademik dengan instansi/lembaga di dalam dan luar negeri. Semuanya, sejuah masih diingat, saya tuliskan di sini sebagai sebuah rihlah (catatan perjalanan hidup). Kata orang di "sana", bahwa "no document no history". Itulah sebabnya rihlah ini dibuat. Â
Baca juga Jasmerah 2022 (Sebuah Rihlah Akademik)
1. Mengajar S1 dan S2Â
Pada Semester Genap (Januari -- Juni), saya mengajar mata kuliah (1) Sejarah Islam Indonesia abad XIII-XVII (3 SKS), (2) Sejarah Islam Indonesia abad XX (3 SKS) bersama dosen lain yakni Uswatun Hasanah, M.Hum; (3) Seminar Sejarah (4 SKS), dan (4) Antropologi (3 SKS) bersama dosen lain yakni Agus Mahfudin Setiawan.
Pada Semester Ganjil (Juli -- Desember) saya mengampu mata kuliah: (1) Pengantar Ilmu Sejarah (4 SKS); (2) Sejarah Islam Indonesia abad XVIII-XIX (3 SKS); (3) Sejarah Maritim Indonesia (4 SKS); dan Sejarah Asia Tenggara (3 SKS) bersama dosen lain yakni Eswatun Hasanah, M.Hum. Khusus pada mata kuliah SMI, diadakan praktikum di Jakarta selama 5 hari dengan obyek kunjungan yaitu: Perpustakaan Nasional RI, Arsip Nasional RI, Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Pulau Onrust di Teluk Jakarta.
Seperti tahun sebelumnya, saya juga mengajar dua mata kuliah di Prodi S2 Sejarah FIB Unhas. Pada semester genap mengajar mata kuliah Sejarah Pelayaran dan Perdagangan di Indonesia (2 SKS). Lalu, pada semester ganjil mengajar mata kuliah Sejarah Ekonomi Maritim (2 SKS). Semua mata kuliah itu diampu bersama (tim) dengan Dr. Nahdiah Nur (dosen tetap Departemen Sejarah FIB Unhas).
2. Sekretaris Prodi S2 Filsafat AgamaÂ
Tujuh belas (17) bulan setelah menjalankan amanah sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu (GPM) Fakultas Adab, tepat pada 19 September saya dilantik menjadi Sekretaris Prodi S2 Filsafat Agama di Pascasarjana mendampingi Ketua Prodi Prof. Dr. Sudarman, M.Ag. Pada hari itu dilantik 20 pejabat, baik yang baru menjabat atau pindah posisi jabatan. Ketua Prodi kami semula menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM). Setelah kami bertugas diketahui bahwa selama 2 tahun terakhir tidak ada penerimaan mahasiswa di prodi FA, sehingga hampir mau ditutup pada tahun ini. Namun, karena arahan dari Kementerian, maka dibuka penerimaan mahasiswa baru dengan memberikan beasiswa kepada 10 orang dalam bentuk biaya SPP selama 4 semester. Jadi, tahun ini punya 10 mahasiswa. Alokasi beasiswa tersebut awalnya 15 orang, namun yang mendaftar hanya 10 orang. Dari segi keilmuan agak jauh dari bidang ilmu yang saya geluti selama ini, yakni Sejarah (Maritim). Sudah barang tentu, ini menjadi tantangan bagi kami dalam membina prodi ini agar lebih baik di masa depan.
3. Publikasi Ilmiah Nasional dan InternasionalÂ
Tulisan saya yang dipublikasikan tahun ini dapat dibagi tiga yaitu: (1) dua belas artikel surat kabar, (2) dua artikel jurnal ilmiah, (3) tiga artikel dalam buku, dan (4) satu pengantar buku. Selain itu, saya mengedit satu buku (terbit) dan dua draft buku (belum terbit). Selanjutnya dapat dibaca pada sejumlah paragraph berikut.
DUABELAS judul artikel terbit pada tiga harian: Fajar (2 judul), Radar Sulbar (4 judul), dan Lampung Post (6 judul). Dimulai dengan tulisan berjudul "Amanna Gappa: Manusia Bugis Yang Tercerahkan" (Fajar, 8 Januari), "Bulan Janda dalam Sejarah Mandar" (Radar, 9 Januari), "Bara Revolusi di Mandar  1947" (Radar, 10 Februari), "Sejarah Hari Jadi Wonomulyo" (Radar,  20 Maret), "Peradaban Bahari Umat Islam" (Lampost, Minggu I April), "Naik Haji di Masa Revolusi" (Lampost Minggu III, 2023), "Sejarah Majene dari Kota Pelabuhan menjadi Ibukota Mandar" (Radar, 29 Agustus), "Kepahlawanan KH Ahmad Hanafiah" (Minggu I, September), "Ulun Lampung yang Tercerahkan" (Lampost, 25 Oktober), "KH Ahmad Hanafiah Pahlawan Nasional" (10 November), "356 Tahun Perjanjian Bungaya" (Fajar, 18 November), dan "Pahlawan Lampung yang Terabaikan" (Lampost Minggu V).
TUGA artikel dalam buku yaitu: "Visi Akademik Susanto Zuhdi", dalam Abdurakhman & Linda Sunarti, Meniti Ombak: Suntingan Kenangan untuk Profesor Susanto Zuhdi, yang diterbitkan oleh Serat Alam Media bekerjasama dengan Dept. Sejarah FIB UI dan Kemdikbudristek (2023: 563-672); "Buton Barat Bone Timur: Pola Kerja Sama di Jalur Rempah", dalam Muh. Subair et al, Sejarah dan Dinamika Sosial-Budaya Sulawesi Selatan, yang diterbitkan oleh FIB Unhas (2023: 35-72); dan "Menulislah setelah Membaca", dalam M. Firdaus, Proses Kreatif Penulis Makassar (Jilid 2, 2023: 51-60) yang diterbitkan oleh Satu Pena Sulsel & Pakkalawaki Makassar.
Saya menulis SATU artikel jurnal bersama Siti Maisyah Nur Ali, bimbingan saya di S1 Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Alauddin Makassar tahun 2020, tentang "Dinamika Kota Pelabuhan Parepare 1953-1965", yang terbit pada jurnal nasional (belum terakreditasi)Â JAWI LP2M UIN Raden Intan Lampung Vol. 6 No.1, p.38-48 (DOI: http://dx.doi.org/10.24042/jw.v6i1.16918). Â
SATU artikel saya di jurnal internasional Wacana (terindeks scopus Q3) berjudul "Gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis: Contribution of local knowledge to the expansion of the Banten Sultanate on the Nusantara spice route", ditulis bersama oleh Rismawidiawati, Wuri Handoko, Roni Tabroni, Abd. Rahman Hamid, dan Muh. Subair (DOI: 10.17510/wacana.v24i3.1654). Tulisan ini diangkat dari riset kami (tanpa penulis terakhir) di Banten pada November 2023 dengan biaya dari BRIN. Â
Saya memberi pengantar untuk buku (dari tesis) karya Ahmad Faturrahman, berjudul "Berhaji pada masa Negara Indonesia Timur: Sulawesi Selatan 1947-1950". Pada mulanya, naskah ini dari skripsi yang saya bimbing saat penulisnya kuliah S1 Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Alauddin Makassar. Lalu dikembangkan menjadi tesis di kampus yang sama di bawah bimbingan Prof. Dr. Ahmad M. Sewang. Judul pengantar tersebut adalah "Berhaji dalam Arus Revolusi Indonesia".
Saya mengedit naskah buku (disertasi) karya Dr. Safari (Wakil Rektor II UIN Lampung) berjudul Historiografi Islam Kritis yang diterbitkan oleh Penerbit Ombak Yogyakarta. Buku ini membahas karya ulama terkemuka Mesir, Jalaluddin Abu al-Fadl 'Abdurrahman bin Abi Bakr bin Muhammad al-Khudairi as-Suyuti al-Misri as-Syafi'I (1445--1505 M), antara lain mengenai ideologisasi dan pragmatisme dalam penulisan sejarah. Kendati karya klasik, namun pikiran-pikirannhya, terutama dua hal tersebut, masih relevan dalam memahami sejarah penulisan sejarah di masa sekarang. Â Â
Selain itu, ada dua naskah saya tulis untuk dua lembaga, namun belum terbit sampai akhur tahun ini. Lembaga pertama, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, bertajuk "Konektivitas Budaya Jalur Rempah". Buku ini menampilkan narasi budaya jalur rempah dari seluruh provinsi di Indonesia dengan penekanan pada Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), khususnya Cagar Budaya (CB) dan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Saya menyumbang tulisan untuk provinsi Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.Â
Lembaga kedua, Museum Bahari Jakarta, dengan topik utama mengenai "Wawasan Rempah dan Gastronomi Nusantara". Saya menyumbang tulisan untuk wilayah Nusantara Timur yang meliputi daerah/provinsi Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Tulisan untuk wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali dibuat oleh dua penulis lain. Hingga akhir Desember, naskah tersebut belum selesai sehingga akan dirampungkan tahun depan (2024). Â Â
4. Enam HKI (Kementerian Hukum dan HAM)
Tahun ini saya mendapat 6 (enam) HKI untuk 1 buku dan 5 artikel jurnal. Pada mulanya, setiap dosen diminta menyampaikan satu karya untuk mendapatkan HKI yang difasilitasi oleh Rumah Jurnal UIN RIL. Saya mengajukan buku (dari disertasi) yang berjudul "Jaringan Maritim Mandar: Studi tentang Pelabuhan Kembar Pambauwang dan Majene di Selat Makassar 1900-1980". Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Ombak Yogyakarta tahun 2020 (No pencatatan HKI: 000471307).
Setelah itu, saya diminta mengajukan judul karya lain maksimal 5 judul. Saya mengajukan 5 artikel: pertama, "Nasionalisme dalam Teror di Mandar Tahun 1947" terbit di jurnal Paramita Vol.26 No.1, 2016 dengan No HKI: 000506531; kedua, "Dari Paku sampai Suremana: Sejarah Batas Selatan dan Utara Mandar" terbit di jurnal Pangadereng Vol.4 No.1 dengan No HKI: 000506532;Â
ketiga, "Jalur Rempah dan Islamisasi Nusantara: Jaringan Samudera Pasai abad XIII -- XVI" terbit di jurnal Masyarakat dan Budaya Vol.23 No.3 dengan No HKI: 000506536; kempat, "The Role of Makassar in Promoting the Archipelago Spice Route in the XVI--XVII Centuries" terbit di jurnal Al-Turas Vol.28 No.2 dengan No HKI: 000506540; dan kelima, "Praktik Moderasi di Jalur Rempah Nusantara: Makassar Abad XVI -- XVII" terbit di jurnal Pangadereng Vol.8 No.2 dengan No HKI 000506539.
Selama tiga tahun terakhir sejak menjadi PNS (2020-2023), saya telah memperoleh 10 HKI. Tahun ini saya mendapatkan KHI lebih banyak, yakni 6 judul, dibandingkan dengan tahun lalu (2022) yang hanya 3 judul dan pada tahun sebelumnya lagi (2020) hanya 1 judul. Dari total 10 HKI yang diperoleh, ada 5 judul untuk buku dan 5 judul lagi kategori artikel jurnal. Dua tahun pertama, semua karya yang diajukan berupa buku. Â Â Â
 5. Seminar, Kuliah Tamu, dan Kuliah UmumÂ
Kendati pun pandemi Covid-19 sudah berlalu, namun budaya seminar dan kuliah secara daring masih berlanjut. Tahun ini saya mendapat 7 (tujuh) undangan seminar/kuliah secara daring (zoom meeting) dan 3 (tiga) undangan secara luring (di lapangan).
TUJUH kegiatan daring dimaksud: Pertama, Lecture Series 12 Tanah Air: The Malay Maritime Civilization Project, Lecture 12 dengan title "Pasang  Surut Jaringan Maritim Mandar di Selat Makassar abad ke-20", yang diselenggarakan oleh International Islamic University Malaysia pada 23 Februari 2023 (pukul 2.30 -- 4.30 PM waktu Malaysia) diasuh oleh Prof. Dato' dr. Ahmad Murad Merican. Acara ini dapat dilihat di platform youtube ISTAC TV;Â
Kedua, Kuliah Dosen Tamu oleh Prodi S2 dan S3 Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang pada Selasa 7 Maret dengan tema "Dinamika Lokal Perdagangan Lada Lampung dalam Jejaring Regional dan Internasional abad XVI-XVII"; Ketiga, Webinar Nasional dengan tema "Maritim Nusantara dari Kurun Niaga sampai Kontemporer: Tradisi dan Interaksi" yang dilaksanakan oleh Prodi Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 26 Juni;Â
Keempat dan Kelima (4 & 5) Dua kali diskusi tentang Perahu-perahu di Jawa dan Sumatera oleh Museum Bahari Jakarta. Yang pertama (28 Juli) saya menyajikan paparan tentang "Perahu-perahu di Sumatera" dan kedua (10 November) bertajuk "Membaca Sejarah Bahari Sumatera";Â
Keenam, Kuliah Tamu Sejarah Maritim bertema "Kebangkitan Banten sebagai Pelabuhan Utama di Jalur Rempah Nusantara" yang diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada Selasa 19 Desember; dan Ketujuh, Wokshop Hasil Penelitian "Jaringan Spiritual dan Intelektual Islam pada Jalur Rempah Indonesia Timur" oleh Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta pada 27 Desember.
 Sedangkan, TIGA kegiatan luring adalah: pertama, Seminar Hari Jadi Wonomulyo dengan tema "Eksistensi Diaspora Kolonisasi Mapili" yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan Wonomulyo di Pendopo pada 16 Maret. Makalah saya berjudul "Dari Mapilli ke Wonomulyo: Sejarah Kampung Jawa di Mandar 1937 -- 1952". Dalam seminar ini saya mengusulkan tanggal 1 September 1937 sebagai tonggak hari Jadi Wonomulyo, dan peserta menerimanya. Walhasil, tahun ini pertama kalinya diperingati hari jadi Wonomulyo tersebut;Â
Kedua, Seminar Internasional Gau Maraja La Patau Soppeng 2023 dengan tema "Exploring history, knitting brotherhood, and transforming local cultural heritage and values to strengthen Indonesian nationality" diselenggarakan oleh Pemda Kabupaten Soppeng di Soppeng pada 18 Juli. Makalah konferensi ini telah terbit menjadi buku, "Sejarah dan Dinamika Sosial-Budaya Sulawesi Selatan". Tulisan saya dimuat pada hlm.35-72;Â
Ketiga, Masterclass Sejarah Kolonial yang diselenggarakan oleh Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang di Laboratorium Museologi pada Sabtu 14 Oktober. Sesi ini dibagi dua. Yang pertama saya dan Dr. Didik Pradjoko (UI) menyajikan paparan. Topik saya tentang "Kehadiran Pelaut dan Pedagang Eropa  di Makassar Abad XVI--XVII". Yang kedua, papasan 13 judul/mahasiswa dari hasil penelitian S1 dan S2.
6. Orasi Budaya Hari Jadi Majene
Tahun ini saya mendapat kehormatan dari Bupati Majene, Bapak H.A. Achmad Syukri, SE. MM (Surat No.B.420/1252/VIII/2023, tanggal 7 Agustus, perihal permohonan Orasi Budaya), untuk menyampaikan Orasi Budaya pada puncak peringatan Hari Jadi Majene ke-478 tahun bertempat di Stadion Prasamya Mandar Majene. Enam tahun sebelumnya (2017), saya mendapat penghargaan dari Pemda Majene dalam kategori Keynote Speaker Kebudayaan Mandar. Selain Bupati Majene, para pejabat, tokoh masyarakat dan agama di Majene, acara ini juga dihadiri oleh Pjs Gubernur Sulawesi Barat dan para pejabat provinsi.
Orasi yang saya sampaikan berjudul "Membaca Sejarah untuk Masa Depan Majene". Dalam orasi ini, saya mengajak semua hadirin untuk memahami awal sejarah Majene yang erat kaitannya dengan kebudayaan bahari, kemudian Majene dalam arus sejarah Mandar, dan perkembangan pemerintahan daerah di masa kolonial hingga kemerdekaan. Lewat orasi ini, berdasarkan paparan sejarah Majene, saya menyarankan untuk menghidupkan kembali peran atau urgensi Majene di Mandar (sekarang Sulawesi Barat) sebagai ibukota Mandar, dengan cara melakukan perubahan status Majene dari kabupaten menjadi kota Mandar. Selain itu, perlu ada ajuan tokoh/pejuang dari Majene, mengingat daerah ini dahulu pernah menjadi pusat perjuangan rakyat mengusir penjajah Belanda dari ibukota Afdeling Mandar di Majene.
Saya juga tak lupa selalu mengingatkan satu nasihat atau nilai-nilai budaya bahari yang selalu aktual dari pelaut Mandar, bahwa "Tania tau passobal, Moaq mappelinoi, Lembong ditia, Mepadzottong lawuang" (bukanlah seorang pelaut, jika menanti redanya ombak, karena justeru ombaklah, mengantar kita mencapai tujuan)". Dalam konteks ini, "ombak punya satu tujuan yang pasti dalam geraknya, yakni ke pantai. Ombak juga melukiskan dinamika kehidupan yang mengantarkan seseorang mencapai tujuan. Itu berarti bahwa generasi Majene yang berkarakter bahari tidak mudah menyerah saat menghadapi dinamika kehidupan, karena dinamika itu akan mengantarnya mencapai tujuan", kata ku dalam orasi tersebut.
Setelah acara itu, saya diundang oleh teman2 dosen di Universitas Sulawesi Barat, yang dimediasi oleh Bang Ridwan Alimuddin, untuk berdiskusi ringan di sebuah caf tentang Diaspora Mandar. Apa yang saya sampaikan, selain merujuk pada hasil penelitian disertasi saya (riset pada 2015-2018), merupakan bagian dari riset saya akhir tahun 2022 di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Seperti biasanya kalau saya ke Mandar, kesempatan ini dimanfaatkan untuk bersilaturrahmi dengan teman-teman kuliah saya (S1 Pendidikan Sejarah UNM) serta para pengiat literasi dan budaya. Salah satu tempat paling berkesan bagi saya selama riset di Majene adalah menikmati menu ikan bakar di RM Soppeng Luaor. Tempat ini menjadi pilihan utama, makan siang atau malam, saya dengan saudara Thamrin, M.Pd (dosen Unsulbar). Nama yang disebut terakhir ini selalu mendampingi saya saat riset di Majene (2015-2018), dan sampai sekarang. Â Â
7. Penyusun Naskah Akademik Pahlawan Nasional KH Ahmad HanafiahÂ
Sejak tahun lalu (2022), UIN Lampung bekerjasama dengan Pemda Lampung Timur untuk penelitian, penyusunan naskah akademik, dan pengajuan calon pahlawan nasional KH Ahmad Hanafiah (1905-1947). Dalam rangka persiapannya, maka dilakukan sejumlah rapat koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Lampung dan Dinas Sosial Kabupaten Lampung Timur. Sebelum akhir Maret 2023, semua dokumen usulan tersebut sudah harus diterima oleh Kementerian Sosial RI di Jakarta.Â
Pada 9 Maret, saya (UIN), Pak Yusuf (Dinsos Provinsi), Pak Hendro (Dinsos Kabupaten), dan seorang driver (UIN) berangkat ke Jakarta dengan sebuah mobil dari kampus. Esok harinya, dokumen kami serahkan secara resmi kepada Pak Arif Nahari, direktur yang menangani bidang kepahlawanan. Lalu, kami kembali dan tiba malam itu juga di Lampung. Â
Setelah itu, tim UIN berkoordinasi dengan provinsi dan kabupaten melakukan berbagai upaya diplomasi dengan pihak-pihak terkait. Satu di antaranya mendatangkan mantan menteri Perikanan dan Kelautan, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, yang juga aktif di PDIP. Pada pertengahan Agustus, ada surat dari Kemensos perihal verifikasi data oleh Tim TP2GP yang akan dilaksanakan pada 24-26 Agustus. Maka, tim mempersiapkan dokumen dan data pendukung. Saya mendapat kepercayaan untuk presentasi di hadapan anggota TP2GP terkait empat poin penting yang diminta klarifikasi oleh Kemensos: (1) apa urgensi Baturaja, (2) sumber keterangan peristiwa kemarin CPN dan siapa saksi-saksi peristiwa tersebut, (3) melengkapi penjelasan dengan dokumen-dokumen yang kredibel, dan (4) menambah data pendukung perjuangan luar Lampung dan Sumatera Selatan.
Pada 25 Agustus diadakan pertemuan yang dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur di Ruang Sakai Sambayang Kantor Gubernur Lampung. Peserta rapat terdiri dari Bupati Lampung Timur, Wakil Rektor III UIN Lampung dan tim, Dinas Sosial Provinsi, Dinas Sosial Kabupaten, dan pihak keluarga ahli waris (Bapak KMS Thohir Hanafi). Setelah pertemuan dibuka oleh Wakil Gubernur, dilanjutkan dengan sambutan aggota TP2GP, Dr. M. Alfan Alfian (juga dosen Universitas Nasional Jakarta) dan presentasi oleh saya. Direncanakan setelah pertemuan ini akan ada kunjungan untuk verifikasi di Sukadana (Lampung Timur) atau Baturaja (tempat wafatnya KHAH), namun ternyata dari pihak TP2GP memutuskan tidak ke lapangan, setelah mendapatkan penjelasan empat point tersebut dan hasil sidangnya di Jakarta. Rombongan tim TP2GP kembali ke Jakarta pada esok pagi, 26 Agustus via darat dan laut menggunakan mobil yang dibawanya dari Jakarta.
Saya sangat senang karena mendapatkan kepercayaan kedua kalinya untuk menjelaskan tentang sejarah perjuangan KH Ahmad Hanafiah, setelah tahun sebelumnya (2022) sebagai narasumber pada Seminar Nasional usulan tokoh tersebut yang diadakan di Ball Room UIN Raden Intan Lampung, juga dihadiri Wakil Gubernur Lampung, Hj. Chusnunia Chalim S.H., M.Si., M.Kn., Ph.D.
Setelah verifikasi oleh TP2GP, tim pengusul (UIN) terus melakukan langkah-langkah diplomasi dengan pihak-pihak terkait, antara lain dua kali pertemuan dengan Dr. H. Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya atau Habib Luthfi (anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI) di Kota Bandar Lampung dan Pekalongan. Lalu, pada awal November, Presiden RI Ir. H. Joko Widodo datang ke Lampung untuk satu kunjungan kerja. Momen ini dimanfaatkan dengan baik oleh Gubernur Lampung yang memberikan kesempatan kepada Rektor UIN, Prof. Wan Jamaluddin, MA., Ph.D, untuk menyampaikan usulan CPN kepada Presiden. Setelah pertemuan itu, disusul langkah teknis ke Jakarta oleh Tim UIN, termasuk Rektor.
Pada 7 November, tersebar sebuah surat dari Sekretariat Militer Presiden (No.R-12/KSNSM/GT.02.00/11/2023 tanggal 3 November 2023, tentang Pemberitahuan Panganugerahan Pahalwan Nasional tahun 2023), yang ditandatangani oleh Sekmil Presiden, Laksda TNI Hersan, SH, M.Si., M.Tr.Opsla, di berbagai jejaring media sosial terutama WA. Dari enam nama tokoh yang akan dianugerasi gelar PN, ada nama KH Ahamd Hanafiah dari Provinsi Lampung.
Pada hari itu juga, saya mengirimkan artikel opini untuk harian Lampung Post berjudul "KH Ahmad Hanafiah Pahlawan Nasional Lampung". Namun, saya sampaikan kepada wartawannya, bahwa tulisan itu dimuat pada 10 November, bertepatan dengan waktu penganugerahan Pahlawan Nasional oleh Presiden RI di Istana Negara Jakarta. Malam tanggal 9 Novemver, wartawannya telah mengirimkan draf opini saya yang sudah siap terbit esok harinya. Pukul 07.00 (pagi), saya mendapat kirimkan file pdf tulisan tersebut dari Lampung Post, sebelum upacara kenegaraan dimulai pagi itu, 10 November 2023.
Sebagai wujud rasa syukur dan apresiasi terhadap penganugerahan tersebut, pada 28 Desember Rektor UIN Lampung meresmikan nama KH Ahamd Hanafiah untuk Gedung Serba Guna UIN, yang selama ini dipakai untuk kegiatan besar kampus dan kegiatan umum dari luar kampus.Â
Acara tersebtu dihadiri langsung oleh Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, bertempat di Ball Rom UIN Lampung. Selain dihadiri unsur UIN, pemda provinsi dan kabupaten Lampung Timur, dan keluarga ahli waris, juga hadir para pihak yang telah memberikan dukungan (rekomendasi) usulan CPN KH Ahamd Hanafiah pada tahun 2022 dan 2023. Sebelum acara ini, saya menulis satu artikel "Setelah KH Ahmad Hanafiah menjadi Pahlawan Nasional" yang terbit di Kompasiana (27/12/2023), selanjutnya dapat dibaca pada link berikut https://www.kompasiana.com/abdrahmanhamid/658c35d5c57afb6d410022c2/setelah-kh-ahmad-hanafiah-menjadi-pahlawan-nasional.
Saya sangat bersyukur, karena bisa berkontribusi bagi lahirnya Pahlawan Nasional yang kedua dari Lampung, setelah kurang lebih 37 tahun hanya punya satu Pahlawan Nasional, yakni Raden Intan yang sekarang menjadi nama kampus kami, UIN Raden Intan Lampung. Kerja keras tim kecil yang terdiri dari Anis Handayani, M.Si (sekarang koordinator Humas UIN), Dr. Wahyu Iryana (Ketua Prodi SPI), Dr. Abd Rahman Hamid (Sekretaris S2 Filsafat Agama), Aan Budianto, MA (Sekprodi SPI), dan Zukhrofiyatun Najah, M.Pd.I (Pusat Bahasa UIN) tak dapat diabaikan dalam rangkaian pengajuan Pahlawan Nasional KH Ahmad Hanafiah selama dua tahun terakhir (2022-2023).
8. Muhibah Budaya Jalur Rempah, Surabaya -- Selayar  23 November -- 2 Desember
Setelah terlibat meneliti dan menulis buku Zamrud Khatulistiwa tentang "Pelabuhan Utama di Jalur Rempah: Makassar abad XVI-XVII" pada tahun 2020 dan kontributor naskah "Konektivitas Budaya Jalur Rempah" tahun 2023 yang disponsori oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan KEMDIKBUDRISTK, sekitar bulan Agustus saya mendapat kabar dari Mas Atqa bahwa akan ikut dalam pelayaran muhibah dengan kapal perang KRI Dewaruci dari Surabaya ke Manado. Namun rencana ini tidak terlaksana karena kapal sedang perbaikan kecil saat itu.
Kabar berikutnya datang bulan Oktober dari Mas Atqa dan Prof. Susanto Zuhdi. Kabar kedua ini tampak akan terlaksana, karena setelah itu diadakan rapat yang dipimpin Koordinator Pokja Jalur Rempah, Ibu Yusmawati, bersama para peneliti dan tim muhibah antara lain Prof. Susanto Zuhdi (UI), Dr. Idham Khalid, Dr. Abd Rahman Hamid (UIN RIL), Dr. Taqiudin (UI), dan Fatia, M.Hum (UI). Dari rapat (daring) itu diketahui bahwa kapal akan berlayar dari Surabaya pada 24 November, dan sehari sebelumnya seluruh peserta sudah harus tiba di Surabaya. Berbagai persiapan dilakukan, antara lain rapat dengan seluru peserta yang terdiri dari unsur panitia (direktorat), peneliti, pemerhati, dan 20 laskar rempah.Â
Satu atau dua hari sebelum keberangkatan, saya mendapat kabar dari Prof. Susanto bahwa beliau tidak dapat berlayar dengan Dewaruci karena ada kegiatan lain yang berdekatan waktunya dan sulit dijalankan bersama, dan selanjutnya Fatia juga batal berangkat. Â Â
Tanggal 23 November, saya bertolak menuju Surabaya dari Lampung transit Jakarta. Setelah registrasi dan menerima bahan perlengkapan dari panitia di Hotel Platinum, saya ke kamar, lalu shalat magrib dan menuju ruang makan. Ada berjumpa dengan para peserta pelayaran, termasuk Pak Adi Wicaksono (kurator) dan bu Yusmawati (koordinator pokja JR). Dilanjutkan dengan perkenalan seluruh peserta dan penjelasan rangkaian acara mulai dari 23 November sampai 2 Desember. Hadir pula saat itu Komandan KRI Dewaruci, Letkol Sugeng Harianto. Acara mala mini hingga pukul 22.00. Lalu, tim kurator, direktorat, dan peneliti mengadakan rapat kecil untuk konsolidasi mata kuliah selama di atas kapal dan kelak tiba di Selayar. Setelah itu kami istirahat. Saya sendiri di kamar 531.
Besok pagi, 24 November, kami sudah siap berlayar. Setelah sarapan pagi, kami membawa tas ke lobby hotel lalu ke bus. Dari sana rombongan menuju Pangkalan Komando Armada Dua (Koarmada) TNI AL di Dermaga Madura. Di sana kami terbatas menggunakan kamera. Mobil langsung ke dermaga, dekat kapal Dewaruci berlabuh. Kami menurunkan barang dari mobil lalu dibawa ke kapal disimpan pada tempat yang tersedia. Setelah itu kami jalan kaki ke Aula Majapahit II mengikuti acara penyambutan dan sekaligus pelepasan oleh Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK), Irini Dewi Wanti, SS., M.SP dan kepala staf komando Armada II. Kira-kira pukul 11.00 acara selesai. Kami menuju kapal. Sebelumnya, kami foto bersama Direktur dan tim serta pihak TNI AL. Komandan Kapal Letkol Sugeng Hariyadi melapor kepada kepala staf bahwa kapal siap berangkat. Segera awak kapal Dewaruci melepaskan tambatan kapal, dibantu oleh peserta muhibah. Kami dilepas pergi untuk sebuah misi budaya ke Selayar.
Perlahan kapal meninggalkan dermaga, keluar dari Selat Madura menuju Laut Jawa. Tak lama kemudian, awak kapal mulai menyiapkan tempat shalat di atas geladak utama. Hari ini, Jumat 24 November. Kami akan melaksanakan shalat Jum'at. Dermaga Madura masih terlihat jelas dari pandangan kami. Satu demi satu peserta dan awak kapal menuju tempat shalat, yang diatasnya diberi tenda agar terlindung dari terik matahari siang yang menyengat. Maklumlah, sekarang musim kemarau (Barat) Dimana cuaca sangat panas. Khatib naik ke mimbar menyampaikan khutbah, lalu kami shalat berjamaah. Setelah itu, satu demi satu turun ke lambung kapal, dan sebagian lagi tak lupa mengabdikan momen indah ini.
Selama empat hari berlayar, begitu banyak kisah suka dan duka di atas kapal. Ada yang mabuk laut, sehingga tampak lemas. Ada beberapa orang yang baru pertama kali berlayar dengan kapal dalam tempo lama. Dua puluh (20) laskar rempah, yang lolos seleksi dari 500 calon laskar, tak mau ketinggalan dengan setiap momen di atas kapal. Mereka berbincang dan berbagi pengalaman untuk saling atau lebih kenal satu sama lain. Tak lupa, kami yang diundang sebagai peneliti (narasumber) juga tak hentinya mendapat berbagai pertanyaan dari mereka terkait pelayaran dan muhibah jalur rempah sesuai dengan bidang keahlian kami. Enam peneliti yang ikut masing-masing: Dr. Idham Khalid (antropolog), Dr. Taqyuddin (geographer), Dr. Abd. Rahman Hamid (sejarawan), Bu Dedeh (penggiat budaya), Mas Seto (master chef), Mas Raymon (influencer), dan Mas Dicky (fotografer).
Kami (peneliti) mendapat giliran menyampaikan materi, atau lebih tepatnya berbagi cerita sesuai keahlian masing-masing, kepada para peserta. Saya mendapat giliran pada hari ketiga (27 November), ketika kapal berada di perairan Selayar, dengan pertimbangan bahwa peserta perlu dibekali dengan pengetahuan awal mengenai Selayar. Topik bahasan saya adalah "Urgensi Selayar di Jalur Rempah Nusantara". Kendatipun kapal sudah berada di depan Pulau Selayar pada hari ketiga, namun kami baru bisa ke darat pada hari keempat, Senin 28 November, sesuai jadwal penerimaan oleh Wakil Bupati Selayar yang sudah disiapkan. Â
Pada hari keempat, kapal angkat sauh dan bergerak menuju dermaga Pelabuhan Selayar. dari jauh tampak banyak orang di dermaga. Anak-anak pramuka berjejer di depan dengan melambaikan bendera dan ada pula yang memainkan drum band menyambut kapal yang akan segera sandar di dermaga. Kami diarahkan berdiri di samping kapal, bagian yang akan merapat ke dermaga, dengan mengenakan pelampung keselamatan berlayar sembari melambaikan tangan.
Sungguh senang rasanya, kami disambut dengan sangat meriah. Ada empat orang (saya, Petrik dari majalah historia, mas Raymon, dan seorang laskar dari Papua) dipilih untuk turun lebih awal mendampingi komandan kapal Dewaruci. Setelah berada di dermaga, kami diberi penutup kepala "tobarani" warna merah kepada komandan kapal dan kami berempat dengan penutup kepala berwarna hitam. Lalu, didampingi oleh Wakil Bupati dan kepala komandan Lanal Makassar serta para pejabat lainnya kami berjalan menuju tempat acara penyambutan. Saat itu saya bertemu rekan kerja lama saya di PKH, Usman (Korkab PKH Selayar) dan rekan kuliah saat S1 di UNM, Abdul Jabbar, S.Pd, serta Kepala Dinas Pendidikan Selayar (yang juga senior saya di UNM), Pak Mustakim. Setelah sambutan koordinator JR, Ibu Yusmawati, dan Wakil Bupati Selayar, kami dipersilahkan ke bus untuk menuju tempat penginapan (sebuah vila) di tepi pantai. Saya satu kamar dengan Pak Taqy, kawan kuliah saya S3 di FIB UI.
Siang hari sekitar pukul 14.00, kami meninggalkan villa menuju Museum Nekara Selayar. Di sana terdapat banyak peninggalan sejarah dan kebudayaan Selayar. Saya tertarik dengan beragam temuan keramik Cina dari abad ke-13 sampai 15 yang diambil dari perairan Selayar. Yang juga tidak kalah penting, sebagai peneliti sejarah maritim, saya melihat empat atau lima miniature perahu lokal yang disebut lambo. Jenis perahu ini khas dipakai oleh pelaut Buton. Di wilayah pulau-pulau Selayar memang mayoritas dihuni oleh orang Buton, sehingga tak heran perahu lambo menjadi satu ciri khas dari kebudayaan bahari Selayar. Dari museum itu peserta bergerak ke lapangan, tempat acara peringatan hari jadi Selayar ke-418 tahun. Sementara rombongan kami, yang pakai mobil Inova, singgah sebentar di museum jangkar dan meriam di Kampung Padang. Dari sana baru menuju ke lapangan. Tak lama kemudian adzah magrib berkumandan, kami menuju masjid raya/agung Selayar untuk shalat berjamaah. Setelah itu kembali ke lapangan. Namun, karena masih lelah, kami diberikan kesempatan untuk kembali ke penginaman istirahat. Â
Esok harinya, (hari kedua di Selayar), Selasa 29 November, kami ke lapangan untuk mengikuti rangkaian acara hari jadi Selayar, yakni menyaksikan parade siswa siswa Selayar, dilanjutkan minum air kelapa secara massal di lapangan, dan workshop masak bersama Mas Seto. Setelah acara itu, saya diajak oleh tiga kawan saya (Jabbar, Arif Wijoyo, dan Fajrin) untuk makan siang bersama di dekat pelabuhan Seayar dengan sajian utama ikan bakar, menu favorit saya. Lalu kembali ke tempat acara.Â
Kali ini, Fajrin menawarkan untuk mengantar kami dengan mobil ayahnya ke Gantarang Lalang Bata, pusat dan tempat pertama syiar agama Islam di Selayar. Empat orang laskar ikut dalam perjalanan itu. Sekitar pukul 16.30 kami menuju Gantarang dan tiba 30 menit kemudian.Â
Kami mengamati masjid dan masuk ke dalam melihat arsitektur dalam masjid, keris pajang yang didalamnya terdapat naskah khutbah dalam bahasa Arab. Sebelum pukul 18.00, kami segera meninggalkan tempat itu, karena pukul 19.00 harus sudah tiba di penginapan, karena malam itu akan diadakan acara makam bersama dengan awak KRI Dewaruci. Kami tiba di penginapan sekitar pukul 19.10 WITA. Setelah mengantar kami, tiga kawan saya pun kembali ke rumah masing-masing dan kami ke kamar untuk bersiap-siap mengikuti acara malam ini. Setelah makam malam diadakan sejumlah penampilan oleh laskar rempah, serta foto bersama dan bernyanyi di lapangan terbuka. Acara berakhir sekitar pukul 13.00. Setelah Komandan Dewaruci dan krunya kembali pulang, kami pun beristirahat.
Esok pagi, Kamis 30 November, pelaksanaan seminar Jalur Rempah dan Budaya Bahari di aula Dekranasda Selayar. Kami bertiga, Pak Idham, Pak Taqy dan saya menjadi narasumber dari unsur Kemdikbudristek dan seorang dari unsur pelaku industry kreatif kelapa. Materi yang kami sajikan tak jauh dari apa yang sudah kami ceritakan dengan para laskar di atas kapal Dewaruci. Setelah seminar, pak Taqy dan saya diminta untuk menyampaikan sedikit penjelasan kepada kru TV Indonesiana. Lalu menuju ke perkampungan di mana terdapat pengrajin jelly kelapa dan pengolahan sabuk kelapa, terus ke kampung tepi pantai menyaksikan prosesi adat siklus hidup orang Selayar yang sarat dengan penggunakan kelapa dan panjat kelapa oleh warga. Kami sangat menikmati rangkaian acara ini. Malam hari dilanjutkan menangkap ikan di laut bersama warga setempat. Namun, kami (pak Idham, pak Taqy, dan bu Dedeh) pulang lebih cepat untuk beristirahat di penginapan.
Jumat 1 Desember pagi kami menuju Makassar. Pada saat yang sama, tepat pukul 08.00 WITA, kapal KRI Dewaruci meninggalkan dermada Selayar untuk berlayar menuju Tidore (Maluku Utara) via pelabuhan Baubau (Buton). Bus menuju pelabuhan penyebrangan Verry Pamatata Selayar. Kapal verry berangkat setelah shalat Jum'at. Kami shalat berjamah di sebuah masjid dekat pelabuhan. Sekitar pukul 13.30 kami naik kapal dan 30 menit kemudian berlayar ke pelabuhan Bira, Bulukumba. Sebelum lanjut ke Makassar, kami terlebih dahulu singgah di tempat pembuatan perahu/kapal pinisi sekitar 1 jam lamanya. Lalu ke Makassar. Kami singgah makam malam di Kab. Bantaeng, dan lanjut ke Makassar. Kami menginap di Hotel Grand Mall Maros. Tiba di sana dini hari, 2 Desember, pukul 00.30 WITA. Saya di kamar sendiri kurang lebih 2 jam 30 menit. Pada pukul 03.00 naik grab ke bandara untuk kembali ke Lampung via Jakarta.
***
Sebelum mengakhiri rihlah ini, saya ingin mengutip apa yang pernah dikatakan oleh seorang filsuf besar Inggris, Bertrand Arthus William Russel (1872-1970), bahwa "segala kenang-kenangan kiat akan masa silam, ternyata baru diciptakan lima menit yang lalu" (Ankersmit, 1987: 77). Mengapa lima menit yang lalu? Mungkin itu yang mudah kita ingat. Sebab, apa dan seberapa banyak pengalaman di masa lalu, ia baru hadir atau diingat setelah kita butuhkan sekarang atau "lima menit yang lalu" kata Russel. Dengan begitu, maka sudah barang tentu tidak semuanya dapat diingat. Hanya pengalaman yang berkesan dan memiliki jejak (sumber sejarah) yang bisa ditulis menjadi kisah sejarah. Jadi, tidak semua masa lalu dapat ditulis, karena keterbatasan pelaku atau penulis sejarahnya. Begitu pula dengan tulisan ini. Â Â
Lampung, 2 Januari 2024 Â
Abd. Rahman Hamid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H