Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhaji dalam Arus Revolusi Indonesia

30 Juni 2023   06:17 Diperbarui: 30 Juni 2023   07:08 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kelebihan buku ini ialah bahan sumber yang digunakan terutama sumber primer yang diperoleh dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Sulawesi Selatan di Kota Makassar. Lembaga ini menyimpan banyak arsip tentang Indonesia Timur dari akhir abad ke-19 sampai abad ke-20. Selain satu khasanah arsip Negara Indonesia Timur (NIT), terdapat pula arsip-arsip daerah dan koleksi pribadi mengenai kondisi daerah dan masyarakat pada masa NIT (1946-1950). Keberadaan arsip itu didukung oleh faktor historis Makassar yang pernah menjadi ibukota pemerintahan NIT. 

Faturrahman juga memanfaatkan sumber primer dari Arsip Nasional RI dan koran-koran sezaman koleksi Perpustakaan Nasional RI di Jakarta. Penggunaan sumber primer merupakan kekuatan utama dalam penelitian dan penulisan sejarah. Hanya orang yang memiliki tingkat ketelitian dan kesabaran tinggi yang dapat menemukan berbagai informasi penting yang berserakan dalam lautan sumber primer.  

Era studi ini sangat menarik. Dalam historiografi Indonesia, ada beberapa istilah untuk melukiskan era tersebut, seperti revolusi Indonesia (Kahin, 1995), revolusi nasional (Reid, 1996), dan perang kemerdekaan Indonesia (Nasution, 1977). Era ini diawali oleh proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. "Saat itu pukul 10. Revolusi sudah dimulai", kata Bung Karno (Adams, 2011, p. 268). Istilah itu mencerminkan situasi yang tidak biasa dari sebuah negara baru yang merdeka. Proklamasi mengawali lahirnya revolusi. Padahal, kalau kita boleh merujuk pengalaman dari sejarah Amerika, rovolusi biasanya diakhiri dengan deklarasi kemerdekaan.

Ketika arus revolusi semakin kuat di Jawa, maka di luar Jawa terutama Indonesia Timur mengalami nasib yang tragis. Betapa tidak, di daerah yang disebut terakhir, kuasa kolonial justeru menguat setelah van Mook membentuk Negara Indonesia Timur yang berpusat di Makassar. Namun, itu tidak berarti bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tak dilakukan di kota ini. Makassar juga merupakan pusat perjuangan bangsa di Indonesia Timur. Proses tersebut melahirkan dua kelompok dengan garis perjuangan tidak searah, yaitu kaum republiken yang mendukung RI dan kaum federalis pendukung NIT (Belanda). 

Guna memudahkan langkah federalisme, pada akhir 1946 sampai awal 1947 Belanda melakukan pembunuhan secara massal terhadap penduduk Sulawesi Selatan, yang lebih dikenal dengan Peristiwa 40.000 Jiwa, dipimpin Kapten Reymond Westerling. Setelah itu, Belanda melancarkan Agresi Militer terhadap para pejuang dalam wilayah RI di Jawa, Madura, dan Sumatera pada 1947 dan 1948. Semua tindakan itu bertujuan untuk menegakkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia.  

Bagaimana hukum pergi berhaji ke Mekkah bagi umat Islam Indonesia yang mampu pada era revolusi? Soal ini ditanyakan oleh Ketua Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, Mohamed Zein Hassan, kepada Ketua Badan Fatwa Al Azhar Al Syarif di Mesir, Abdul Madjid Selim. Berikut pertanyaannya:

"Apakah hukumnya orang Islam yang mengikuti propaganda-propaganda orang kafir yang memerangi negerinya, dan pergi naik haji ke Mekkah menumpang kapal-kapal mereka dan meninggalkan perang sabilillah yang sedang berkecamuk di negerinya untuk menentang orang kafir itu? Padahal menumpang kapal musuh negerinya dan berpihak kepada orang kafir itu mendatangkan kerusakan besar bagi negerinya yang beragama Islam dan khianat kepada bangsanya, kaum Muslimin, yang memerangi musuhnya, orang-orang kafir itu? dan perlu diketahui, bahwa untuk dapat naik kapal-kapal itu, ia diwajibkan mempunyai paspor yang mengandung pengakuannya bahwa ia adalah rakyat bangsa kafir itu. kami mengharap agar dapat ditentukan, apa hukum haji bagi orang seperti itu dan apa pula hukum agama dan imannya?

Abdul Madjid Selim menjawab pertanyaan tersebut dengan satu kaidah agama bahwa: 

"suatu pekerjaan yang mendatangjan faedah dan kerusakan, apabila kerusakannya lebih besar daripada faedahnya, maka menjauhi kerusakan tersebut, pekerjaan itu dilarang oleh agama Islam". 

Selanjutnya ia menegaskan: 

"tidak dibolehkan seorang pemimpin tentara atau penjaga negeri naik haji, jika dikuatirkan, bahwa kepergiannya itu akan menyebabkan kemenangan musuh, atau akan menyebabkan kekacauan dan keributan di dalam negeri. Bahkan dibolehkan bagi tentara yang sedang berperang berbuka puasa di bulan Ramadhan sekalian ia tidak sakit atau musafir, jika dikuatirkan, bahwa puasanya itu akan melemahkan kekuatannya untuk berperang".

Selim menyitir firman Allah SWT, bahwa "Allah melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang memerangi agama kamu dan mengusir kamu dari negeri kamu dan yang menolong untuk mengusir kamu. Allah melarang kamu mengambil mereka menjadi kawan. Barang siapa yang berkawan dengan mereka, adalah mereka itu orang yang menganiaya". Dalil ini menjadi dasar bagi umat Islam menjalin hubungan dengan orang-orang asing yang tidak seagama dengan mereka.

Tanya-jawab di atas dimuat pada majalah Al Azhar yang diterbitkan oleh Masj-jachah Al Djami Al Azhar Al Sjarif di Kairo pada Muharram 1366 Hijriyah atau September 1947 Masehi bertajuk "HARAM NAIK HADJI Djika Menjebabkan Fitnah dan Perpetjahan di Kalangan Kaum Muslimin". Arsip ini ditemukan oleh Faturrahman pada Arsip Rahasia Propinsi Sulawesi No. Reg. 354 sebanyak 3 halaman.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun