Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peradaban Bahari Umat Islam yang Terabaikan

2 April 2023   11:18 Diperbarui: 2 April 2023   11:33 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkap layar dari ecomerce

Sejauh ini sejarah peradaban umat Islam identik dengan padang pasir yang didukung oleh suku bangsa Arab. Dunia baharinya terabaikan. Padahal, dalam Al Qur'an terdapat sejumlah kata mengenai dunia bahari yaitu: bahar (bentuk tunggal) 29 kali, bahrani (dua laut) 1 kali, bahrain (dua laut) 4 kali, bihar (bentuk jamak) 2 kali. Lalu, kata yang terkait bahari adalah al-fulk (perahu) disebutkan 23 kali. Orang yang bergiat di laut disebut bahriyin. Semuanya disebutkan dalam 32 ayat (Djamil 2004; Az-Zuhairi 2016).  

Kalau kita mencermati bentang wilayah pengaruh Islam yang begitu luas, melintasi selat, laut, dan samudera, maka bisa dipastikan bahwa keberhasilan itu hanya dapat dicapai melalui laut dengan kekuatan bahari yang tangguh. Agama Islam tersiar ke seluruh muka bumi yang sebagian besarnya dibasahi oleh lautan. Sejak kapan umat Islam mengembangkan peradaban bahari?

Imam Ath-Thabari, dalam kitab Shahih Tarikh Ath-Thabari, menulis bahwa panglima pertama Islam yang berperang mengarungi lautan ialah Muawiyah bin Abu Sufyan. Dia adalah Walikota Syam pada masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khattab dan Utsman bin Affan.  

Sebenarnya gagasan mengenai perang laut pernah diajukan oleh Muawiyah kepada Umar, namun sang khalifah tidak setuju. Bahkan, setelah mendapat keterangan dari Amr bin al-'Ash bahwa laut adalah makhluk raksasa yang dinaiki makhluk kecil, Umar melarang kaum muslimin mengarungi lautan. Sejak itu tak seorang pun mengarungi lautan, kecuali di luar pengetahuan Umar (Khaldun 2000).

Gagasan Muawiyah baru disetujui oleh Utsman, dengan ketentuan bahwa ia tidak boleh menunjuk atau mengundi orang yang akan ikut dengannya dalam perang bahari. "Berikanlah kebebasan bagi mereka untuk memilih. Jika di antara mereka ada yang bersedia untuk ikut bersamamu, bawalah dia dan bekerja samalah dengannya", kata Utsman.

Muawiyah mematuhi pesan khalifah. Abdullah bin Qais Al Jasi Halif bani Fazazah bersedia menjadi Nakhoda kapalnya. Putra Muawiyah, Yazid bin Muawiyah, ikut dalam ekpedisi itu. Mereka melakukan 50 ekspedisi bahari di musim panas dan musim dingin. Tidak ada seorang pun dari awak kapal dan nakhodanya tercebur ke laut. Tak seorang pun pasukan yang wafat di laut selama ekspedisi, kecuali Abdullah ketika berada di daratan kekuasaan Romawi (Ath-Thabari 2001).

Utsman memerintahkan Muawiyah membangun armada laut pertama yang dikenal dalam pemerintahan Islam. Muawiyah mendatangkan kayu-kayu dari hutan al-Aruz di Lebanon, selanjutnya dikirim ke pusat pembuatan kapal di Alexandria. Di sana ada bangsa Qibthi-Mesir, pembuat kapal terbaik saat itu. Ia juga meminta bantuan para nelayan Arab dari Al-Azdi, Parsi, dan Finiqi (Al-Faham 1982; Az-Zuhairi 2016).

Muawiyah mengizinkan umat Islam mengarungi lautan dan berjihad menggunakan kapal. Mereka membuat perahu dan kapal perang lalu mengisinya dengan prajurit dan senjata. Angkatan lautnya meniru angkatan laut Bizantium. Unit tempur ditempat di atas kapal berbadan besar dengan jumlah tempat duduk paling kurang 25 orang di dua dek bagian bawah. Masing-masing tempat duduk diisi dua orang, dan seluruh pendayung (lebih dari 100 orang) dipersenjatai. Tentara yang terlatih dalam pertempuran ditempatkan di dek paling atas. Dengan kekuatan bahari itu, umat Islam memerangi orang-orang kafir di seberang lautan, khususnya provinsi dan daerah perbatasan terdekat dari pantai Laut Tengah seperti Syam, Ifriqiyah (Tunisia), Magribi, dan Andalusia (Khaldun 2000, 316; Hitti 2002, 283).

Setelah menaklukan Tripoli pada 26 H (646 M), Muawiyah menyusun rencana untuk menaklukan kepulauan Cyprus dan pulau-pulau di Laut Tengah yang berhadapan dengan pantai Syam, seperti Arwad dan Rhodes.  Kawasan itu kemudian dijadikan sebagai pangkalan terdepan umat Islam dalam berjihad melawan Kekaisaran Bizantium dengan menggunakan kekuatan bahari.

Pada 28 H (648 M) Muawiyah menduduki Cyprus (Qubrus), markas utama angkatan laut Bizantium yang dekat dengan pantai Syam. Ini merupakan kemenangan bahari Islam pertama. Arwad (Aradus) dikuasai pada tahun berikutnya. Dua tahun kemudian Rhodes direbut oleh salah satu kapten Muawiyah.

Pada 34 H (655 M) 200 kapal perang gabungan Mesir dan Syam menghancurkan 500 armada laut Bizantium di lepas pantai Lysia dekat Phonesia. Raja Constantine II, yang memimpin pasukan Bizantium, hampir tidak bisa menyelamatkan jiwanya kalau tidak dibantu oleh seorang prajurit yang melindungi kaisar dengan tubuhnya. Perang laut ini, dalam sejarah Arab disebut Dzat Ash-Shuwari (yang bertiang), mengancam superioritas bahari Bizantium (Hitti 2002).

Perkembangan peradaban bahari umat Islam dicatat dengan baik oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) memerintahkan kepada Gubernur Ifriqiyah, Hassan bin an-Na'man, mendirikan pabrik peralatan bahari di Tunisia yang akan digunakan untuk berjihad. Dari sana pasukan laut bergerak menaklukan Sisilia dan Qusharrat.

tangkap layar dari ecomerce
tangkap layar dari ecomerce

Pada masa Abdurrahman an-Nashir, armada Andalusia mencapai 200 kapal. Bangsa Afrika memiliki jumlah armada laut yang sama atau mendekatinya. Armada Andalusia menggunakan bandar Bijayah (Pechina) dan Almeria untuk docking dan menggerek layar kapal. Armadanya datang dari semua provinsi. Setiap daerah menambahkan satu unit armada di bawah pengawasan seorang panglima laut. Raja mengisi kapal dengan pasukan terbaik di bawah satu komando (amir).  Semua armada berkumpul di tempat yang sudah ditentukan untuk melakukan perang bahari.

Selama masa daulah Islamiyah, umat Islam menaklukan seluruh sisi Laut Tengah. Bangsa-bangsa Kristen tidak dapat berbuat apa-apa terhadap armada kaum muslimin di mana pun di Laut Tengah. Sepanjang waktu umat Islam mengarungi lautan untuk menguasai semua semenanjung di pantai Laut Tengah seperti Mayorca, Minorca, Ibiza, Sardinia, Sisilia, Pantelleria, Malta, Crete, Cyprus, dan semua provinsi Mediterania Romawi dan Franka  (Khaldun 2000).

Uraian di atas menunjukkan bahwa perluasan wilayah umat Islam berbaringan dengan kemajuan peradaban baharinya. Dengan demikian, mengabaikan aspek bahari membuat pemahaman kita tidak utuh mengenai sejarah peradaban Islam. Itulah sebabnya, ketika kata bahari diserap dalam bahasa Indonesia (baca: KBBI), ia bermakna kegemilangan yang indah pada zaman bahari (dahulu kala).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun