Pada 34 H (655 M) 200 kapal perang gabungan Mesir dan Syam menghancurkan 500 armada laut Bizantium di lepas pantai Lysia dekat Phonesia. Raja Constantine II, yang memimpin pasukan Bizantium, hampir tidak bisa menyelamatkan jiwanya kalau tidak dibantu oleh seorang prajurit yang melindungi kaisar dengan tubuhnya. Perang laut ini, dalam sejarah Arab disebut Dzat Ash-Shuwari (yang bertiang), mengancam superioritas bahari Bizantium (Hitti 2002).
Perkembangan peradaban bahari umat Islam dicatat dengan baik oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) memerintahkan kepada Gubernur Ifriqiyah, Hassan bin an-Na'man, mendirikan pabrik peralatan bahari di Tunisia yang akan digunakan untuk berjihad. Dari sana pasukan laut bergerak menaklukan Sisilia dan Qusharrat.
Pada masa Abdurrahman an-Nashir, armada Andalusia mencapai 200 kapal. Bangsa Afrika memiliki jumlah armada laut yang sama atau mendekatinya. Armada Andalusia menggunakan bandar Bijayah (Pechina) dan Almeria untuk docking dan menggerek layar kapal. Armadanya datang dari semua provinsi. Setiap daerah menambahkan satu unit armada di bawah pengawasan seorang panglima laut. Raja mengisi kapal dengan pasukan terbaik di bawah satu komando (amir). Â Semua armada berkumpul di tempat yang sudah ditentukan untuk melakukan perang bahari.
Selama masa daulah Islamiyah, umat Islam menaklukan seluruh sisi Laut Tengah. Bangsa-bangsa Kristen tidak dapat berbuat apa-apa terhadap armada kaum muslimin di mana pun di Laut Tengah. Sepanjang waktu umat Islam mengarungi lautan untuk menguasai semua semenanjung di pantai Laut Tengah seperti Mayorca, Minorca, Ibiza, Sardinia, Sisilia, Pantelleria, Malta, Crete, Cyprus, dan semua provinsi Mediterania Romawi dan Franka  (Khaldun 2000).
Uraian di atas menunjukkan bahwa perluasan wilayah umat Islam berbaringan dengan kemajuan peradaban baharinya. Dengan demikian, mengabaikan aspek bahari membuat pemahaman kita tidak utuh mengenai sejarah peradaban Islam. Itulah sebabnya, ketika kata bahari diserap dalam bahasa Indonesia (baca: KBBI), ia bermakna kegemilangan yang indah pada zaman bahari (dahulu kala). Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H