Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membaca Islamisasi Kerajaan Indrapura lewat karya Dr. Sudarman, MA

21 Januari 2023   13:32 Diperbarui: 21 Januari 2023   14:43 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaringan yang terakhir ini terutama dibentuk oleh faktor agama (Islam) dan kultural (Melayu). Dalam abad XVII -- XVIII, komoditi lokal yang menjadi primadona perdagangan global ialah lada (piper nigrum), antara lain dihasilkan oleh Inderapura, sehingga Inderapura pun dikenal sebagai pelabuhan lada (papper haven) di Samudera Hindia.  

Salah satu temuan penting dari studi Sudarman ini ialah tentang pola perkembangan perniagaan dan Islamisasi. Pada mulanya terbentuk "jaringan perdagangan mempengaruhi Islamisasi". 

Pada tahap ini, para pedagang membawa agama (Islam) dan membentuk komunitas mereka di pelabuhan-pelabuhan yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi kota pelabuhan utama (entrepot) muslim di jalur perdagangan global. Kemudian, aktivitas tersebuh melahirkan apa yang disebut oleh Sudarman dengan "Islamisasi jalur perdagangan Nusantara". Pada konteks ini, Islam menjadi faktor yang menggerakan jaringan perdagangan. 

Agama menjadi penciri utama jalur perdagangan di Nusantara. Guna memantapkan peran ekonomi, agama, dan politik maka Inderapura membangun aliansi dengan dua kekuatan ekonomi dan politik Muslim di kawasan barat Nusantara yaitu Kesultanan Aceh di Sumatera dan Kesultanan Banten di Jawa.   

Studi Sudarman menegaskan bahwa Islamisasi di Kerajaan Inderapura abad XVII -- XVIII terjadi melalui pendekatan perdagangan. Para pedagang muslim berperan dalam perkembangan Islam di Kerajaan Inderapura. Proses Islamisasi dilakukan oleh pedagang-pedagang dari Arab, Persia, India, dan Cina terhadap pedagang dan penduduk yang datang di pelabuhan Inderapura. Para pedagang India biasanya masuk sampai ke pedalaman. Atas usaha mereka pada abad XVII semua pusat perdagangan emas dan desa-desa yang sebagian besar penduduknya adalah pedagang emas sudah menganut Islam.  

Islamisasi Inderapura pada tahap selanjutnya dipercepat dengan pendekatan pendidikan di bawah pengaruh Kesultanan Aceh. Kesultanan ini mengirimkan guru-guru agama pilihan yang memiliki pengalaman niaga. Guru agama yang bergiat di pantai banyak diperankan oleh pedagang pialang (makelar atau pedagang perantara) dan hulubalang raja, sedangkan guru di darek (pedalaman) banyak diperankan oleh guru-guru tarekat. 

Pada paruh kedua abad XVIII di pedalaman berkembang pusat Tarekat Syatariyah, khususnya di Koto Tuo sebagai pusat perdagangan akasia. Yang menarik adalah bahwa ketika para pedagang sekaligus pengikut tarekat tersebut sukses dalam perdagangan, mereka akan pergi menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah. Proses itu melahirkan apa yang disebut syekh tarekat, yakni orang memadukan antara perdagangan dan tarekat. 

Salah satu tokoh utamanya ialah Syekh Tuanku nan Tuo. Ia bersama murid-muridnya mengadakan perjalanan untuk mengajak penduduk di negeri-negeri sekitarnya menganut Islam dan menerapkan aturan perniagaan sesuai syariat Islam. Setelah tokoh ini wafat, usahanya dilanjutkan oleh muridnya, Jamaluddin. Ia mendirikan surau di Koto Laweh, sebuah nagari pertanian (akasia dan kopi) di lereng Gunung Merapi. Nagari ini berhasil tumbuh sebagai pusat perdagangan dan Tarekat Syatariah di Luhak Agam. 

Bila sarjana lain masih menempatkan perdagangan sebagai bagian dari Islamisasi, maka Dr. Sudarman menegaskan bahwa perdagangan merupakan satu pendekatan yang mempercepat Islamisasi Nusantara. Kajian ini menguatkan kembali gagasan van Leur dan Schrieke tentang sumbangan perniagaan terhadap Islamisasi. Sudarman menambahkan pula pendekatan pendidikan, yang tidak dikemukakan oleh dua sarjana tersebut, dalam Islamisasi Inderapura. Dengan berbagai temuannya, buku ini memperkaya historiografi Islam Indonesia dengan pendekatan Sejarah Maritim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun