Saya mulai menulis. Beristirahat hanya pada waktu shalat dan makan malam. Saya tetap di meja belajar saya, yang menghadap ke timur, di pojong kamar, dekat pintu masuk. Satu demi satu buku dibuka, sesekali melipat bagian yang penting, kemudian menuliskannya (diketik di laptop). Tidak terasa, saya tidak tidur semalam. Bahkan, jika tak salah ingat, sampai jam 3 sore hari berikutnya, barulah tulisan (makalah) saya rampung.
Alhamdulillah, sekitar 24 jam lamanya saya menulis makalah, dengan judul "Proklamasi dan Dilema Republik di Indonesia Timur". Saya langsung kirim via e-mail ke Panitia dan mengabarkan via sms kepada Prof. Joko bahwa saya sudah mengirim makalah ke Panitia seminar.
Prof. Joko mengingatkan agar lusa, 30 Oktober 2014, saya ke lokasi acara tepat waktu.
Pagi tgl 30 Oktober, saya bergegas ke stasiun UI, naik kereta ke Juanda. Tak disangka, saat saya kelyar dari pintu keluar stasiun, tampak Prof. Joko sedang ngopi di Indomaret/Alfamaret Stasiun. Ternyata beliau juga melihat saya, dan langsung memanggil. Saya mendekat. Beliau langsung sampaikan, silahkan pesan, ambil kopi atau teh hangat. Saya masih ragu. Betapa tidak, sebenarnya saya tak punya duit lagi. Beliau bilang begini, pesan saja, nanti saya yang bayar, kata Prof. Joko.
Sedianya, saya rencana jalan kaki ke tempat seminar. Kata Security di stasiun, jarak ke museum tidak terlalalu jauh. Bisa dijangkau jalan kaki, jika mampu. Tentu, sebagai anak kampung dan terbiasa jalan kaki, saya sudah terbiasa dan siap jalan kaki ke sana.
Syukurlah saya ketemu Prof. Joko. Niat untuk jalan kaki berubah menjadi naik Bajae, kendaraan khas kota Jakarta. Kami ke lokasi. Di sana sebagian peserta sudah datang. Beliau memperkenalkan saya kepada panitia, lalu registrasi dan masuk ke ruangan. Acara dimulai, dengan pembicara utama adalah Prof. Taufik Abdullah (sejarawan senior). Lanjut ke sesi panel 1, yang dipandu oleh Ibu Erwiza Erman, yang sudah saya kenal saat memberi kami kuliah Sejarah Perburuhan di Pascasarjana Unhas tahun 2006. Sembari memotivasi, beliau berpesan, agar saya tampil percaya diri dan lebih baik.
Peserta saat itu, selain mahasiswa, ada juga para dosen yang mendampingi mahasiswanya. Antara lain, mahasiswa Sejarah Unhas dipandu oleh Dr. Bambang Sulistyo, saat itu sebagai ketua jurusan. Tentu saya agak canggung, karena beliau adalah dosen saya dan kajur di mana aya pernah mengajar sebelum lanjut studi di UI.
Sesi ke-2, dipandu oleh Dr. Yuda Benharry Tangkillisan, dosen sejarah UI, yang tak lain kemudian menjadi Kopromotor saat menulis Disertasi. Pembicara lain adalah Prof. Dr. Wasino, Dr. Tunjung, Dr. Abdulrahman (UI), dan saya Abd. Rahman Hamid, M.Si. Hanya saya yang bergelar master, lainnya doktor dan professor.
Setelah presentasi berapa peserta datang menyalami, di antaranya dosen dari Sumatera, yang sudah membaca buku saya, Pangantar Ilmu Sejarah (Ombak, 2011). Ada juga Abd. Malik Raharusun, mahasiswa PPs UNJ, dari Tual MalukubTenggara, yang tak lain adik kelas saya saat kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah UNM Makassar.
Seminar selesai. Saya dipanggil oleh Panitia untuk tanda tangan administrasi sebagai narasumber. Saya ingat menerima dua amplop, satu untuk honor dan satu biaya pembuatan makalah. Tampak tebal. Saya langsung masukan dalam tas. Lalu pulang naik mobil bersama rombongan Prof. Joko dan Prof. Wasino. Saya turun di stasiun dan kembali ke UI. Sampai akhirnya tiba di rumah. Dalam hati ku bertanya, kok amplopnya besar. Berapa ya? Tapi, sayabtau mau membukanya di jalan.
Setelah sampai di rumah, saya berikan ke isteri saya. Dia membuka dan menghitungnya. Alhamdulillah, kata dia. Kita bisa hidup dengan ini untuk satu bulan ke depan. Masalah biaya pun teratasi saat itu. Sungguh, Allah telah melapangkan kehidupan ku dan keluarga saat studi di Kota Depok, Jawa Barat.