Mohon tunggu...
Abdorrakhman Gintings
Abdorrakhman Gintings Mohon Tunggu... -

Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman..

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilpres 2014: Mustang vs Kuda Kepang

6 Agustus 2014   22:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:15 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="580" caption="KOMPAS.com/Hatdy Tridjaja Bakri"][/caption]

Kuda adalah hewan yang dijadikan simbol kerjasama, karena kuda adalah sarana transportasi yang dapat diajak oleh penunggangnya untuk mencapai tujuan. Ada juga pahlawan yang naik singa atau macan sebagai simbol kepiawaiannya mengendalikan kedua jenis hewan liar dan ganas tersebut dan juga keperkasaannya menaklukan lawan. Tetapi itu hanya dalam dongeng.

Di kampung saya, Pancurbatu sekitar 10 km dari Medan ke arah gunung Sinabung yang meletus terus, kuda dibedakan atas tiga jenis penggunaan, kuda beban, kuda sado, dan kuda tunggang. Kuda beban adalah kuda yang tidak cepat larinya, tetapi nurut, jinak, pendia dan bertenaga kuat karena diperlukan untuk mengangkut beban. Posturnya kurang menarik, perutnya agak gendut penuh makanan karena lahap makannya setelah mengangkut beban yang berat dan melelahkan. Kuda ini tidak bisa lari, hanya berjalan, tetapi ketika mengangkut beban yang berat, jalan menanjakpun dilalui pantang mundur. Tetapi, arah jalan dan kinerjanya sangat bergantung kepada yang menuntunnya. Ia berjalan bagaikan robot atau mobil yang nyaris tanpa ilmu dan sikap, hanya keterampilan fisik. Oleh sebab itu kuda jenis ini sangat disukai oleh pedagang keliling, kolektor dan petani sebagai mitra dalam mengangkut dagangan atau hasil bumi mereka karena loyalitas dan kerja kerasnya, sekalipun matanya tidak ditutup dengan kaca mata kuda.

Jenis kedua, kuda sado yaitu penarik kereta penumpang yang di tempat lain disebut kuda bendi, atau kuda dokar, dlsbnya. Kuda jenis ini berlari agak cepat dan mampu membawa beban. Selain itu, kuda yang banyak digunakan untuk penarik sado adalah dari gender betina. Ini untuk menghindarkan kuda sado lari tak terkendali mengejar kuda betina untuk mengumbar nafsu-kudanya mengejar kuda betina, yang juga menjadi istilah untuk pria perkasa dan pendekar pemetik bunga. Kalau sampai seperti itu, penumpang akan tunggang langgang dan tujuan tidak tercapai, bahkan terjadi kecelakaan. Oleh sebab sudah menunjukkan pengetahuan dan sikap selain keterampilannya, kuda sado mengenakan kacamata kuda yang "memaksanya" tidak melihat ke kanan kiri, tetapi lurus ke depan mengikuti arah jalan sesuai perintah dan kemauan sang kusir atau dalam bahasa Medan dipanggil sais. Kuda sado juga kadang dicambuk untuk mempercepat larinya, karena kalau lelah ada malasnya.

Kuda yang terakhir adalah kuda tunggang yang digunakan oleh para prajurit, mandur perkebunan dan juga wisatawan. Kuda tunggang tidak ditutupi matanya dengan kacamata kuda karena dalam berpacu ia juga harus melihat kuda lawannya dan mempercepat larinya agar tidak terlalui oleh lawannya. Ini artinya kuda tunggang harus memiliki pengetahuan dan sikap yang tinggi selain keterampilan yang lugas.

Kuda ini normalnya ditunggangi oleh seorang penunggang yang menguasai cara mengendalikannya. Oleh sebab itu selain kemampuan sang kuda, kompetensi si penunggang juga harus mumpuni. Sang joki dan kudanya harus mampu membangun kolaborasi dan kooperasi yang sinergis agar kinerja menjadi maksimal. Sebagus apapun kudanya kalau jokinya tidak piawai tidak akan maksimal kecepatannya. Sebaliknya, sebaik apapun jokinya, kalau kudanya tidak pilihan dan tidak akrab dengan penunggangnya, juga tidak maksimal kinerjanya. Karenanya, cukup beralasan jika dalam pacuan kuda, juaranya selain kudanya juga jokinya, sebagai cermin peran utama teamwork.

Dalam film koboi Amerika, karena kecepatan larinya yang sangat cepat, cerdas, dan mengerti kemauan penunggangnya, kuda Mustang, dianggap sebagai kuda legendaris. Itu sebabnya dalam cerita fiksi karya Karl May, sang jagoan Old Shaterhand dan Winetou menggunakan kuda Mustang sebagai mitra petualangannya. Ya, mitra, karena sebagaimana tadi dijelaskan, kuda dan penunggang harus saling memahami dan bahu membahu secara sinergis dalam berpacu mencapai tujuan "bersama". Karena sangat populer, ada jenis mobil Ford yang diberi merk dagang Mustang untuk menggambarkan power dan kecepatannya yang prima. Salah satu jenis pesawat tempur buatan Amerika juga diberi nama Mustang. AURI memiliki pesawat Mustang yang diberi nama si Cocor Merah dan menjadi kebanggaan kita. Banyak pula para penggemar kuda tunggang di Indonesia termasuk di Ranch yang berlokasi di sekitar Bogor seperti Tapos dan Hambalang yang mengkoleksi Mustang.

Bagi yang akan menggunakan kuda sebagai alat transportasi ada baiknya mengetahui tentang sifat-sifat kuda jika ingin memanfaatkannya agar tidak menghadapi masalah nantinya. Terkait dengan ini, Bapak ku almarhum sebagai anak pemilik kuda sado di Pancurbatu pernah bercerita tentang kuda sandi. Menurut penuturan almarhum, kuda sandi memilki sifat angin-anginan. Adakalanya ketika sandinya kumat, ia malas berjalan, atau bisa juga uring-uringan sulit dikendalikan. Diperlukan seorang kusir atau penunggang yang berpengalaman dan memiliki "kiat" tertentu mengendalikannya agar kuda sandi kembali bersikap normal; berlari cepat dan terkendali. Kiat tersebut bisa dengan memasang umpan di depan kepalanya seperti dalam cerita dalam buku bacaan SD tahun 1960an, bisa pula menyakitinya dengan cambuk, atau cara lain yang dikuasai oleh sang kusir atau joki.

Selain ketiga jenis kuda tersebut, ada pula jenis kuda lain dalam dongeng yang yang dikenal dengan sebutan Kuda Sembrani yang bisa terbang. Tetapi itu hanya khayalan dan tidak ada dalam kehidupan nyata. Dalam permainan, ada kuda catur, yang langkahnya membetuk huruf L. Di Jeneponto, ada pula kuda beneran yang tidak untuk dijadikan alat transportasi, tetapi khusus diternak untuk santapan sehingga dapat disebut Kuda Potong. Kuliner daging kuda Jeneponto yang terkenal dan sangat digemari penduduk di sana adalah Gantala Jarang. Jarang asal katanya Jaran yang dalam bahasa Jawa artinya kuda, tetapi dalam dialeg Sulawesi Selatan kata jaran dibunyikan jarang.

Tak kalah menariknya adalah Kuda Kepang. Kuda kepang bukan kuda beneran, tetapi kuda-kudaan yang terbuat dari kepang. Kepang berarti tepas atau dalam bahasa Sunda disebut bilik.

Kuda-kudaan ini merupakan alat seni pertunjukan. Benda itu ditunggangi oleh pemain seni Kuda Kepang yang berperan sebagai seorang jagoan atau prajurit. Sang seniman kuda kepang akan menari dan berperan layaknya sedang menunggangi kuda. Oleh sebab itu kuda kepang hanya memiliki kepala, badan dan ekor, tetapi tidak memiliki kaki, karena yang membuatnya berjalan adalah kaki penunggangnya. Terkait ini, ada teka-teki lelucon yaitu:' Kuda apa yang penunggangnya bisa terinjak tahi ayam? Jawabannya tentu Kuda Kepang.

Pemain seni pertunjukkan kuda kepang selain terdiri dari sejumlah penunggang kuda, tidak jarang dilengkapi dengan beberapa orang pelawak yang mengenakan topeng kayu berwajah lucu dan dikenal dengan sebutan penthul. Selain itu ada juga yang dilengkapi dengan barongan, yaitu barongsai Jawa yang juga menggambarkan binatang naga yang sakti.

Ada dua jenis seni Kuda Kepang, yang murni hanya seni tari dan yang dilengkapi dengan pertunjukan magik. Jenis yang pertama murni perunjukan seni tari yang yang memperlihatkan keindahan gerakan dan formasi-formasi prajurit dalam peperangan.

Berbeda dengan jenis pertama, seni kuda kepang yang kedua dilengkapi dengan unsur magik. Tim pertunjukan dipimpin oleh seorang yang memiliki kemampuan membuat para pemain masuk ke kondisi trans yang dalam bahasa Jawa disebut "mendem". Dalam kondisi seperti itu, pemain sudah bukan dirinya lagi tetapi digerakkan oleh kekuatan di luar dirinya sehingga mampu makan beling, makan daun keladi dan perbuatan lain yang memperlihatkan "kekuatan" supranatural. Untuk menyadarkan kembali para pemain tersebut, sang pemimpin atau "pawang" dibantu oleh asistennya memeluk pemain sambil membaca mantera, kemudian meniup telinganya serta melecutkan cemetinya ke udara sehingga mengeluarkan suara yang keras. Pemain akan menjerit, meregang, kemudian terduduk lemas, dan kembali sadar diri.

Nah, meminjam istilah Tukul Arwana dalam New Family 100, pertinyiinnyi (maksudnya pertanyaannya);" Jika Mustang dari Ranch di Bogor diadu dengan Kuda Kepang dari Solo, mana yang menang dan mengapa? Apakah sinergisitas Kuda Mustang dan Penunggangnya berhasil mengungguli Kuda Kepang yang mengandalkan kaki penunggangnya sendiri tetapi dibantu oleh para guru yang kurangsakti sakti di belakangnya? Atau sebaliknya performa individu pemain kuda kepang dengan bantuan guru sakti yang justru mampu mengalahkan Joki yang kurang sinergis dengan Mustangnya, atau kudanya hanya kuda sado yang kumat sandinya, bisa juga hanya kuda beban yang lambat dan kurang makan?. Untuk memperoleh jawabannya, silahkan pembaca menganalisa sendiri. He he.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun