Mohon tunggu...
Allif Abdillah Gibran
Allif Abdillah Gibran Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa pariwisata

pengen jadi jurnalis sama petani

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Kampus: Bias dan Keabu-abuannya

8 Juli 2022   04:22 Diperbarui: 23 Juli 2022   22:21 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang merasa bahwa dirinya tidak perlu berpolitik dalam menjalani hidup. Namun mereka salah, politik nyatanya sangat dekat dan erat dengan kehidupan kita.

Politik bukan hanya tentang perdebatan dan perseturuan perihal siapa yang akan memimpin kita 5 tahun ke depan dan siapa yang akan mewakilkan kita 5 tahun ke depan. Namun politik adalah hidup, politik adalah sifat, dan politik adalah kita.

Hal-hal seperti ini indahnya tidak boleh dilewati oleh generasi saat ini, terutama semua hal yang menyangkut keberlangsungan negeri dan generasi selanjutnya, salah satunya adalah politik kampus, politik yang selalu menimbulkan bias dan keabu-abuannya di mata masyarakat maupun di dalam civitas itu sendiri.

“Apa perlu politik masuk kampus?” 

Pertanyaan ini selalu memanjangkan umurnya sendiri.

Sejauh pandangan penulis, mahasiswa berpikir bahwa politik kampus sama halnya dengan politik yang terjadi di luar sana: kotor, licik, dan hanya melulu tentang kepentingan dan tunggangan pribadi. 

Di sisi yang sama, para mahasiswa juga berpendapat bahwa politik kampus hanyalah suatu cara politisi untuk “menunggangi kampus”. Dengan diraupnya suara dari para mahasiswa, maka para politisi setidaknya dapat bebas berlenggang-ria karena tidak adanya kritikan-kritikan dari mahasiswa yang telah “ditungganginya”. 

Politik kampus juga seringkali dianggap kejam oleh beberapa orang, karena yang seharusnya kampus menjadi tempat yang maha dan suci demi keberlanjutan akal sehat dan keberlangsungan negeri, justru malah dijadikan tempat pencekokan doktrin tentang power, keabsolutan dan kuasa. Busuk!

“Jika sudah begitu, mau kemana kita dibawa? Mau ke arah mana bangsa ini selanjutnya?

Namun, layaknya semua hal, politik kampus pastinya juga mempunyai sisi yang berbeda di balik kehitamannya.

Kembali kepada politik adalah hidup, politik adalah sifat, dan politik adalah kita. Salah satu langkah kecil pertama kita untuk benar-benar mengenal dunia politik di kehidupan ini adalah ketika kita mulai terjun ke dunia kampus. 

Dimulai dengan pemilihan Ketua BEM Mahasiswa, Ketua Himpunan, dan mengikuti organisasi-organisasi politik lain yang ada di dalam kampus. Hal seperti ini seharusnya diyakini oleh mahasiswa sebagai gerakan awal menuju perubahan yang lebih baik, bukan malah menutup mata dan menanamkan pemikiran bahwa politik kampus sama busuknya dengan politik pada umumnya. 

Manifestasi politik dalam kampus yang benar pastinya akan mengawali mahasiswa untuk membawa perubahan kepada negeri ini kedepannya. Karena memang sejatinya, kampus memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan ideologinya, yaitu tridharma perguruan tinggi. 

Mahasiswa juga pada hakikatnya harus menjadi penghubung pemikiran serta aspirasi dari bawah menuju ke atas. Karena tanpa mahasiswa, rakyat jelas tak punya nyawa. 

Dengan cara berpolitik di dalam kampus, mahasiswa juga pastinya akan memunculkan pemikiran-pemikiran serta sifat yang nantinya tentu akan berguna dalam mengkritisi para petinggi negara yang menyeleweng dari tugas dan hakikatnya.  

__

Dualisme pemikiran ini seringkali membuat perdebatan dan perpecahan pendapat, baik itu di dalam kampus maupun di luar kampus. 

Memang sudah seharusnya para mahasiswa berpegang teguh dengan pendiriannya sendiri demi membela rakyat dan masyarakat yang membutuhkan, tanpa intervensi dari pihak manapun. 

Kedepannya, Hal ini tentu harus menjadi perhatian dari seluruh sumber daya manusia terkait. Salah satu caranya adalah dengan cara menghadirkan politik kampus yang bersih, suci, putih, dan bersifat positif. 

Dengan hadirnya politik kampus yang positif, maka mahasiswa tidak akan merasa seperti sekumpulan anak ayam yang sedang digiring oleh induknya. Mahasiswa pun nantinya juga tidak perlu repot mengubur dalam-dalam politik yang masuk ke lingkungan kampus. 

Karena tanpa politik, mahasiswa akan hidup selayaknya kumpulan anak ayam yang kehilangan induknya. (abd)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun