Mohon tunggu...
Kakang Semar
Kakang Semar Mohon Tunggu... Administrasi - seorang yang tak mau begitu saja hidup

menulis adalah hidupku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

ESP, Komunikasi Antar-pikiran

25 Februari 2010   09:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riset cenayang cenderung mendukung teori yang menyebutkan bahwa ESP adalah kemampuan yang dimiliki setiap orang sejak lahir, meski beberapa orang kelihatannya lebih mampu dibanding yang lain.

Amarullah senada dengan pendapat demikian. Ia menyatakan bahwa kemampuan seperti ini sebenarnya sudah built-in dalam diri setiap orang. Dengan kata lain, setiap orang mempunyai kemampuan ini. Hanya saja, tidak setiap orang bisa menggunakannya.

Kebanyakan orang setidaknya dalam kehidupannya pasti mengalami pengalaman dengan ESP ini. Dalam sebuah survei yang dilakukan tahun 1987 oleh University of Chicago's National Opinion Research Council, menyebutkan bahwa 67 persen dari seluruh orang dewasa Amerika percaya bahwa mereka mengalami ESP. Sebelas tahun sebelumnya, hanya 58 persen yang menyebutkan demikian. Ini artinya, sebagian besar masyarakat, khususnya di Amerika setidaknya mengalami peningkatan dalam menerima adanya ESP. Sementara di Indonesia, kita selalu tidak tahu pasti, bagaimana situasinya. Kita hanya punya anggapan bahwa kebanyakan orang Indonesia juga mengalami ESP atau setidaknya percaya dengan ESP.

Kalau kita semua memiliki ESP, bagaimana cara mengembangkan dan memunculkannya agar bisa digunakan? Amarullah menyebutkan bahwa orang perlu meningkatkan kesadaran diri terhadap alam, mengenali kekuatan fisik dan potensi-potensi dirinya, melakukan latihan yang teratur dengan metode yang benar serta meningkatkan keyakinan diri dan jangan mudah putus asa.

Seorang praktisi cenayang yang juga astrolog profesionald dari Amerika Serikat, William W. Hewitt, menyebutkan pengembangan indera keenam justru diawali dengan mengoptimalkan pengembangan kelima indera lainnya.

“Dari waktu ke waktu, kelima indera kita digunakan oleh indera keenam sebagai pelengkap dalam memanfaatkan kemampuan mentalnya. Sementara binatang tidak perlu melakukan latihan karena gelombang pikiran mereka setara dengan bawah sadar manusia,” jelas Hewitt.

Misalnya kita ingin membuat peka penglihatan. Lakukan latihan di malam hari, tanpa lampu menyala. Tengok sekeliling Anda dan kenali bentuk yang Anda lihat. Lakukan dimana pun Anda berada.

Saat mengenalinya, katakan dalam batin dengan suara keras “Ternyata seperti ini bentuk (sebut nama sesuatu) di kegelapan. Aku telah membuat penglihatanku semakinpeka untuk mengenali berbagai benda di kegelapan dan di bawah cahaya apa pun secara akurat.”

Hal yang sama lakukan juga saat siang hari, lalu ulangi kata-kata tadi. Setelah itu katakan pada diri sendiri “Aku memerintahkan pikiran bawah sadarku agar selalu mengingatkanku mengenai segala sesuatu yang perlu kulihat demi kepentinganku dan perlindungan bagi diriku. Dengan demikian, aku dapat berfungsi dengan kapasitas cenayangku secara penuh.” Inilah salah satu latihan. Anda bisa memekakan indera-indera lainnya dengan cara-cara yang mirip.

Sejak Para Nabi
Istilah ESP atau extra sensory perception digunakan pertama kali tahun 1870 oleh Sir Richard Burton. Peneliti dari Perancis, Dr. Paul Joire, di tahun 1892 kemudian menggunakan istilah ESP untuk menggambarkan kemampuan seseorang yang dihipnosis atau berada dalam keadaan status trance untuk merasakan hal-hal di luar dirinya tanpa menggunakan indera yang biasa digunakan.

Bagaimanapun, fenomena aktivitas ESP sudah diketahui sejak lama. Bahkan beberapa kalangan menyebutnya sejak jaman para nabi. Meski fenomena ini sulit dijelaskan, sepanjang sejarah terbukti menarik keingintahuan banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun