Pada medio September hingga November ini Penulis berkesempatan untuk mengunjungi sekaligus bekerja di Pulau Obi pada suatu perusahaan kontraktor Nikel. Ini menjadi perjalanan yang menarik bagi penulis karena ini merupakan  pengalaman pertama mengunjungi Timur Indonesia. Berbekal mengulik youtube dan browsing di internet mengenai Pulau Obi tibalah waktunya penulis berangkat melalui Bandara YIA dengan transit pertama di Makassar. Serelah bermalam di Makassar keesokan harinya bertolak menuju Ternate dan tak lama berselang dilanjutkan perjalanan menuju Labuha menggunakan pesawat ATR. Kembali bermalam di rumah singgah di Kota Labuha keesokan harinya tibalah waktunya menyebrang dengan menggunakan speedboat menuju Obi, pemandangan yang disuguhkan indah, air laut yang biru disertai gugusan pulau yang berjejer menemani perjalanan, syukurnya cuaca hari itu sangat cerah. Tak terasa kurang lebih 3 jam perjalanan speedboat tiba di tujuan. Selamat Datang di Obi, begitu papan di depan menyambut saya. Dilanjutkan perjalanan dg menggunakan manhaul menuju mess. Pemandangan sepanjang mata setibanya di Obi adalah pabrik-pabrik smelter dan alat-alat berat yang sedang beroperasi.
Cerita keberangkatan diatas dapat dilihat bahwa perjalanan menuju bisa dikatakan cukup Panjang, terlebih saya berangkat melalui YIA, beda halnya jika berangkat melalui Soekarno-Hatta Jakarta bisa terbang langsung non stop menuju Ternate mengudara kurang lebih 3,5 jam. Bisa dibayangkan jika proses perjalanan manusia saja butuh 2 hari paling cepat untuk sampai ke Pulau Obi bagaimana dengan lead time pengiriman barang?
Bagaimana Lead Time Pengiriman?
Jika  melihat lead time pengiriman regular via laut yang penulis cermati adalah kurang lebih 1 bulan perjalanan dari Jakarta menuju Ternate, lead time ini adalah waktu normal dihitung dari pengiriman di ekspedisi Jakarta sampai dengan perwakilan di Ternate. Setelah tiba di Ternate lalu diteruskan ke Obi menggunakan kapal regular dengan estimasi perjalanan 2 hari paling cepat tergantung situasi cuaca dan jadwal kapal. Cara tercepat agar barang dapat sampai adalah menyewa kapal  jika dari Ternate ataupun pengiriman langsung menggunakan LCT dari Jakarta namun sudah barang tentu biaya yang akan dikeluarkan akan besar terlebih jika muatan tidak termuat penuh.
Posisi Logistik Indonesia secara Nasional & Internasional
Menurut data dari Kementerian Perkonomian RI, biaya Logistik Nasional Indonesia berada di angka 14,29 % dari PDB dengan mencakup 3 aspek biaya yakni biaya transportasi 8,79 %, biaya persediaan & Gudang 3,19 %, serta biaya administrasi 2,3 % . Bila melihat Logistic Performance Index antar negara Asia Tenggara Indonesia masih tertinggal dari Singapura (1), Malaysia (26) bahkan Filipina (43) menempatkan Indonesia pada posisi ke 61 dari 139 negara.
Lalu apa yang mempengaruhi Panjangnya Lead Time Pengiriman?
Faktor utama yang mempengaruhi adalah Infrastuktur yang belum memadai dan belum merata, ambil contoh Ketika di Pulau Obi hanya terdapat 2 dermaga untuk sandar kapal terbagi atas kapal carter dan kapal regular dan apabila kapal datang bersamaan sudah barang tentu antri dan waktu bongkar akan alami keterlambatan, ditambah lagi jika kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Obi saja, menurut amatan penulis masih banyak tempat yang sama ataupun bahkan belum memiliki dermaga sama sekali untuk bongkar muat. Infrastruktur seperti gudang & Warehouse yang belum memadai juga hemat penulis  menjadi pengaruh dalam hal ini. Ketika kita melakukan perhitungan safety stok untuk beberapa waktu ke depan, Gudang tidak mampu menampung barang paradoks nya Ketika kita tidak melakukan safety stock ini terjadi kekosongan barang yang cukup lama karena menunggu pengiriman.
Faktor kedua adalah distribusi geografis, Indonesia yang terbentang atas gugusan pulau tentu menjadi tantangan dalam pengiriman logistik. Pengiriman antarmoda tidak bisa dihindari mulai dari darat, laut hingga udara. Hal ini membuat pengiriman menjadi lama dan biaya pun akan semakin besar terlebih lagi sarana transportasi yang masih terbatas mulai dari alat transportasinya hingga jadwal perjalanan yang terbatas.
Faktor ketiga ialah regulasi serta birokrasi yang ditetapkan setiap pemerintah daerah atau sekalipun setiap Pelabuhan yang berbeda menyebabkan biaya pengiriman membengkak dan lama pengiriman yang jauh dari harapan. Ditambah lagi jika terdapat raja-raja kecil yang menguasai lokasi Pelabuhan ataupun dermaga yang membuat aturan untuk harus menggunakan jasa mereka untuk aktifitas bongkar muat sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan mereka.
Bagaimana cara menyikapinya?
Pemerintah dalam menyikapi hal ini mempunyai kewajiban dalam pemenuhan infrastuktur yang memadai mulai dari darat, laut & udara. Selain itu kesiapan infrastruktur lain seperti dermaga dan gudang dengan luasan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok utamanya. Bagi perusahaan tambang maupun perusahaan yang menunjang operasional tambang juga memerlukan sebuah hub atau distribution center jika melihat jumlah produksi Nikel yang terus bertambah setiap tahunnya di Pulau Obi yang berbanding lurus dengan kebutuhan alat berat yang juga kian bertambah. Selain itu, perhitungan stock on hand dan perhitungan safety stock menjadi poin kritis, apabila tidak cermat dalam merumuskan forecast sudah barang tentu kebutuhan akan sparepart mengalami kekosongan dalam jangka waktu tertentu. Perkembangan teknologi juga memiliki peran dalam hal monitoring stok. Dengan adanya tools-tools dan dashboard tertentu, dapat membantu kita dalam hal merumuskan forecast dan melihat trend pemakaian serta pengiriman barang dari dan menuju Pulau Obi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H