Sejak zaman reformasi penulis mengamati belum ada mantan calon presiden yang bersedia untuk menjadi menteri presiden terpilih, hanya beberapa nama cawapres yang pernah masuk ke dalam kabinet seperti Wiranto dan Agum Gumelar. Ini juga membuat nilai Prabowo dipandang rendah seperti yang diutarakan Hidayat Nur Wahid politikus PKS sekaligus Wakil Ketua MPR RI Â bahwa Prabowo lah yang dapat menimbang-nimbang marwahnya sendiri, yang dahulu menjadi seprang rival kini menjadi pembantu presiden.Â
Warga net pun tidak kalah ikut berkomentar salah sat unya adalah merapatnya Prabowo ke Istana dianggap seperti dagangan beli 1 dapat 2 artinya dengan memilih Jokowi sekaligus mendapat Prabowo meskipun diantaranya juga mendukung keputusan ini demi persatuan bangsa dan menganggap Prabowo kompeten di posisinya tersebut.Â
Sekali lagi dinamika politik sangat dinamis kadang bisa menjadi lawan dan bisa menjadi kawan tidak ada yang abadi. Tugas kita mengawasi apakah dengan merapatnya Prabowo ke istana benar-benar ingin bahu membahu membantu presiden sesuai tujuan atau terdapat negosiasi lain yang niatnya untuk saling menutup nutupi keburukan yang ada untuk memuluskan hal-hal yang tidak baik.Â
Semoga saja praduga ini tidak benar, Â dengan bertambahnya pengalaman pada CV Prabowo sebagai menteri dan bersatunya Jokowi dan Prabowo dalam satu pemerintahan kabinet benar-benar dapat mewujudkan kolaborasi dan sinergisitas yang baik untuk kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H