Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum Memang Buta

10 Juli 2011   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:48 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum memang buta. Hukum yang disimbolkan dengan patung dewi keadilan (lady of justice) yang matanya ditutup dengan sehelai kain memang bermakna denotasi. Hukum memang benar-benar tak melihat keadilan. Simbol hukum tak lagi bermakna konotasi. Secara ideal, simbol hukum yang dilambangkan oleh lady of justice tersebut dimaknai sebagai wujud persamaan dalam hukum. Hal ini berarti, hukum tidak membedakan antara satu orang dengan orang lain. Hukum tak membedakan orang atas dasar agama, suku, golongan, dan status sosial maupun ekonomi. Jadi, sudah seharusnya hukum mendengarkan kedua belah pihak yang bersengketa dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. Oleh karena itu, sebuah keputusan harus berdasarkan fakta-fakta yang disampaikan. Sayangnya, hukum tak mampu lagi melihat keadilan. Konsep hukum yang ideal itu hanya tinggal angan-angan dan cita-cita para pencari keadilan hukum. Ironisnya, konsep hukum yang ideal itu pun tak lagi menjadi primadona bagi para penegak hukum. Hukum lebih berpihak kepada para pemilik modal, para pemilik uang, para pemilik kekuasaan, dan para penegak hukum atau yang memiliki akses secara langsung pada hukum. Walau secara de jure hukum tetap menjadi sesuatu yang ideal, namun secara de facto hukum sudah melenceng dari rasa keadilan. Hukum de facto tak menyisakan tempat bagi hukum de jure yang disusun demi terlaksananya konsep hukum yang ideal tadi. Sungguh miris rasanya, hukum tak bisa menyentuh Tante Nunun, Om Nazar, dan para koruptor lainnya. Mereka pun masih bisa berlenggang di luar sana. Mereka tak terpengaruh dengan hiruk pikuknya hukum yang berlangsung di Republik ini. Jabatan, kekuasaan, dan uang memang sangat berperan bagi mereka. Tanpa itu saya yakin, nasib mereka juga  akan sama dengan Mbak Prita, Dian dan Randy, Nek Minah yang dituduh nyolong tiga buah kakao, hingga Deli Suhendi yang dituduh ngembat pulsa 10 ribu rupiah. Hukum memang benar-benar perkasa pada rakyat kecil, namun lemah lunglai alias impoten pada para pemilik jabatan, harta, uang, dan kekuasaan. Hukum memang (telah) buta ....

  • Sumber gambar: darkdisney.livejournal.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun