Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menteri PR untuk Pak SBY

10 April 2011   21:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya Pak SBY jadi me-reshuffle kabinet "Indonesia Bersatu II" nya, saya usul: Pak SBY perlu menambah satu posisi menteri lagi, yaitu Menteri Public Relation atau PR (baca: Pi-aR). Menteri PR ini dipandang perlu kalau melihat fenomena perubahan iklim politik sekarang ini yang semakin membuat citra Pak SBY terpuruk. Bahkan sebagai salah seorang rakyat yang memilih beliau pada saat pemilu 2009 yang lalu, saya tak pernah mendengar dan membaca prestasi dan kinerja Pemerintahan Pak SBY diumbar di media massa. Yang ada malahan kinerjanya yang buruk yang selalu menghiasi halaman-halaman media massa. Kritikan-kritikan terhadap kinerja Pemerintahan Pak SBY itu pun selalu mendominasi berita-berita media massa nasional. Akibatnya, prestasi yang (barangkali) sebenarnya sudah ada, tenggelam oleh hiruk-pikuk berita negatif tentang Pemerintahan Pak SBY tadi. Itulah yang melatarbelakangi kenapa Pak SBY memerlukan seorang Menteri PR tersebut. Untuk jabatan Menteri PR itu tentu tak bisa sembarangan orang yang ditunjuk. Kapabilitas yang dimiliki oleh calon Menteri PR tersebut harus melebihi kapabilitas menteri-menteri lainnya. Dia tak hanya pintar berdiplomasi tetapi juga bisa membangun hubungan dengan semua kalangan, termasuk media massa dan rakyat. Dalam teori komunikasi, tujuan public relations itu secara umum antara lain untuk menciptakan dan memelihara saling pengertian; menciptakan komunikasi dua arah; mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya; dan untuk memastikan bahwa suatu organisasi atau badan senantiasa dimengerti oleh pihak lain yang berkepentingan, sehingga organisasi atau badan tersebut dapat memahami publiknya.   Charles S. Steinberg menyebutkan bahwa tujuan public relations adalah menciptakan opini publik yang favourable tentang kegiatan–kegiatan yang dilakukan oleh badan atau organisasi yang bersangkutan. Bahkan Frank Jeffkins secara lengkap menyebutkan tujuan PR antara lain untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan suatu perusahaan; untuk menyebarluaskan cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka mendapatkan pengakuan; untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan khalayaknya, terutama yang berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian, atau kesalahpahaman di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan; untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pimpinan perusahaan organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari; untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan perusahaan. Tujuan PR yang dikemukakan oleh Frank Jeffkins tersebut tak hanya berlaku untuk perusahaan semata namun berlaku juga untuk badan atau organisasi dan pemerintahan, karena tujuan PR itu lebih bersifat universal sehingga sangat mungkin diterapkan oleh badan atau organiasasi dan pemerintah tersebut. Di era Pak Harto, peranan public relations dijalankan oleh Menteri Penerangan. Jabatan Menteri Penerangan di zaman Orde Baru itu pernah dijalankan antara lain oleh Pak Ali Murtopo dan Pak Harmoko. Kedua menteri itu cukup fenomenal dan sangat sering muncul di depan publik. Bahkan merekalah yang paling sering menghadapi media massa atau pers. Saya masih ingat sekali ketika Pak Harto selesai sidang kabinet pasti menteri penerangan tampil di corong media massa, menjelaskan hasil rapat kabinet. Tak heran kalau pada masa Pak Harto itu kata-kata Menteri Penerangan Pak Harmoko seperti "Menurut petunjuk Bapak Presiden" sangat sering disebut dan kalimat itu pun menjadi fenomenal. Kalau di zaman Pak SBY tugas-tugas PR dijalankan oleh Juru Bicara Presiden, namun tetap tak mampu menjaga dan mengangkat citra Pemerintahan Pak SBY dari kejatuhan karena Juru Bicara Presiden tak menguasai tugas-tugas PR seperti yang dimaksud di atas.  Andai Pak SBY punya Menteri PR tentu hal tersebut dapat dihindari. Biar tak tumpang tindih dengan tugas Juru Bicara Presiden, maka posisi Juru Bicara Presiden itu perlu dinonaktifkan alias dilikuidasi, karena tugas-tugas Menteri PR sudah mencakup tugas juru bicara juga. Selain itu, andai Pak SBY punya Menteri PR, Pak SBY tak perlu mengkritik media massa secara terbuka. Dalam  acara pemberian penghargaan kepada 42 bupati dan wali kota di Istana Negara pada tanggal 11/2/2010, tahun lalu, Pak SBY pernah mengkritik media massa yang seringkali memberitakan jalannya pemerintahan yang buruk dan mengabaikan berita yang baik. Kritikan itu tak perlu dilontarkan secara langsung oleh presiden karena secara otomatis kalau Pak SBY punya Menteri PR pendekatan pada media massa sudah dilakukan oleh Kementerian PR tersebut. Tugas merekalah yang menjelaskan pada media massa tentang good news yang dimiliki oleh pemerintah. Sungguh aneh kalau presiden harus melontarkan kritikan secara frontal tanpa adanya kata-kata diplomasi yang baik, kesannya Pak Presiden bekerja sendiri dan menghiba. Menteri PR memang tak lazim dalam suatu pemerintahan, namun kalau dikaitkan dengan politik pencitraan seperti yang sering dituding lawan-lawan politik Pak SBY, Kementerian PR memang sangat diperlukan. Namun kalaupun itu bukan untuk pencitraan paling tidak publikasi tentang berita baik atau good news seperti yang diharapkan oleh Pemerintahan Pak SBY bisa diwujudkan. Jadi, seperti yang saya kutip dari Kompas.com (Kamis, 11 Februari 2010), Pak SBY tak perlu lagi mengatakan, "Kalau ada yang good news jangan disembunyikan, jangan malu-malu untuk diberitakan". Tugas menteri PR-lah yang mengatakan itu dengan bahasa yang lebih diplomatis dan tak ngoyo. Referensi: kuliahkomunikasi.com; Public Relations - Frank Jeffkins Sumber gambar: www.padang-today.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun