Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

April Mop untuk Pak Taufiq

4 April 2011   06:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:08 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taufiq Ismail, saya kenal beliau dari karya-karya puisinya. Karya puisinya itu sudah saya baca sejak masih duduk di bangku SMP saat mata pelajaran bahasa Indonesia. Dari situlah saya mengenal nama Taufiq Ismail.  Memang belum semua karyanya saya baca, namun berkat cerita guru-guru bahasa Indonesia saya dulu, saya jadi tahu kalau Taufiq Ismail itu merupakan sastrawan besar yang dimiliki negeri ini.  Namanya sudah disejajarkan dengan sastrawan-sastrawan lainnya seperti Chairul Anwar, Abdoel Moeis, Asrul Sani, Rendra, Goenawan Mohamad (GM), dan sebagainya. Karya puisi Taufiq Ismail selama 55 tahun (1953-2008) dia berkarya sudah berjumlah 522 karya puisi. Belum lagi dengan karya prosa lain yang tak kalah banyaknya. Dari jumlah karyanya itu, Taufiq Ismail pun dapat dikategorikan sebagai sastrawan yang sangat produktif. Penghargaan bergengsi juga sudah dia raih, diantaranya Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award Pemerintah Australia (1977),  dan South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994). Bahkan Taufiq Ismail pernah mendapat kesempatan menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992). Penghargaan yang dia peroleh dan menjadi penyair tamu di Universitas Iowa sudah membuktikan kalau kesastrawanan Taufiq Ismail sudah diakui secara internasional. Karya Taufiq pun tak berhenti di situ, ruang geraknya terus bertambah. Untuk membangkitkan minat sastra di kalangan generasi muda, Taufiq mendirikan Rumah Puisi di Sumatera Barat. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan budaya baca buku dan kemampuan menulis anak bangsa. Rumah Puisi juga menjadi sarana pelatihan guru bahasa dan sastra, sanggar siswa membaca buku dan berlatih menulis, tempat sastra Indonesia dan Minangkabau diapresiasikan, dan sekaligus sebagai tempat sastrawan berinteraksi. Rumah Puisi dapat disebut juga sebagai tempat para pecinta sastra. Saya pun pernah bertemu beliau secara langsung. Pertemuan pertama saat menghadiri peluncuran buku kumpulan puisinya yang berjudul "Malu (aku) Jadi Orang Indonesia" sekitar tahun 1998 yang lalu di Taman Ismail Marzuki. Di acara peluncuran buku itu banyak sastrawan Indonesia yang hadir, ada Asrul Sani, Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri, Seno Gumira Adjidarma, dan sebagainya. Waktu itu saya datang bersama adik ibu saya, Rayani Sriwidodo, yang kebetulan teman dekat Taufiq Ismail. Pertemuan kedua terjadi ketika lebaran setahun yang lalu. Pertemuan itu tak sengaja, cuma berpapasan di depan pintu masuk lingkungan rumah Rayani Sriwidodo. Pak Taufiq datang bersama istrinya Ati Ismail. Pertemuan itu cuma sebentar karena saya keburu mau pulang. Saya hanya sempat menyalaminya dan memberi salam sekejap, kemudian mempersilahkannya masuk menemui adik ibu saya tersebut. Pak Taufiq dan istrinya tersenyum membalas salam saya. Saat membaca berita-berita tentang tuduhan plagiarisme yang diarahkan pada Taufiq Ismail membuat saya tak percaya sama sekali. Sastrawan sekaliber Taufiq Ismail tak bakal mau mempertaruhkan reputasinya. Sungguh bodoh kalau dia benar melakukan plagiarisme atas karya puisinya. Saya tak meyakini dia melakukan hal sebodoh itu. Apalagi reputasi hebat itu sudah dia bangun dengan susah payah selama puluhan tahun, taklah dia mungkin melakukan plagiarisme terhadap karya puisi orang lain. Saya juga lega setelah Pak Taufiq membantah tuduhan tersebut dan akan menyeret orang-orang yang tega menuduhnya plagiarisme di muka hukum. Tuduhan itu tak hanya penistaan terhadap diri Taufiq, tapi sangat merugikan reputasinya di kalangan sastrawan dan masyarakat. Bagi saya, Taufiq Ismail tetap sosok yang saya kenal selama ini, meski tak dekat, namun saya tahu tentang dia lewat karya-karyanya. Tuduhan plagiarisme terhadap Taufiq hanyalah April Mop di tahun ini, hoax yang tak pernah berdasar, dan hanya ulah orang-orang yang iri dan dengki. Dan itu bisa menimpa kita juga, di dunia maya. Salam puisi. Sumber gambar: taufiqismail.com Sumber referensi: taufiqismail.com dan rumahpuisi.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun