[caption id="attachment_94595" align="aligncenter" width="625" caption="Kerusakan di Bandara Sendai. Reuters/KYODO."][/caption] Hari Jumat (11/03/2011), Jepang dilanda bencana besar, gempa berkekuatan 8,9 Scala Richter dan tsunami setinggi sekitar 6 meter. Itu terjadi di siang bolong saat warga Jepang sibuk melakukan aktivitasnya. Bencana yang melanda Jepang tersebut merupakan bencana terdahsyat dan terbesar setelah 140 tahun. Meski Jepang negara rawan gempa namun tak membuat mereka berkecil hati. Dengan kemampuan, kepintaran, dan kemajuan teknologi yang mereka punya, Jepang mampu beradaptasi dan bertahan hidup dengan gempa. Banyak negara termasuk Indonesia yang belajar ke negeri Matahari Terbit itu untuk memahami gempa, dan belajar bagaimana menghadapi gempa. Agaknya, peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di siang tersebut merupakan ujian terberat bagi Jepang setelah berkali-kali mendapat ancaman gempa. Barangkali kalau cuma gempa yang dihadapi, Jepang akan mampu mengatasi, namun bencana itu diikuti dengan tsunami yang meluluhlantakkan semuanya. Dari beberapa reportase yang saya lihat di televisi dan saya baca di media massa lainnya, orang-orang Jepang tak kelihatan panik. Mereka yang berada di gedung-gedung tinggi tetap bertahan dalam gedung walau gedung sudah menari-nari digoyang gempa. Wajar mereka bisa tak panik berada dalam gedung tinggi, karena gedung-gedung tersebut memang sudah dirancang tahan goncangan gempa. Seperti diketahui, di Jepang, seluruh gedung-gedung tinggi dan perkantoran, bahkan rumah penduduk sudah didesain sebagai bangunan anti gempa. Meskipun demikian, kerusakan dan kerugian besar yang ditimbulkan oleh bencana tersebut pun tak bisa dihindari. Lagian tak ada yang bisa mencegah kedahsyatan bencana yang datang tiba-tiba itu. Manusia hanya bisa memprediksi dan meminimalkan kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan oleh suatu bencana. Tapi yang paling penting, mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghadapi bencana. Di Jepang, antisipasi terhadap datangnya bencana gempa memang sudah dilakukan. Mulai dari simulasi gempa yang dilakukan di kantor-kantor, di sekolah-sekolah, hingga di lingkungan rumah masing-masing. Tujuannya untuk mempersiapkan kedatangan bencana tersebut, yang suka datang tanpa diundang, dan tiba-tiba. Mental masyarakat Jepang pun disiapkan untuk menghadapinya, biar mereka tak panik dan membabi buta. Tahu sendirikan, kalau orang sudah dalam keadaan panik, tak hanya membahayakan jiwanya, tapi bagi orang lain juga. Masalah gempa pun masuk kurikulum sekolah-sekolah Jepang. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak sekolah di negeri itu bisa tahu cara menghadapi gempa tanpa rasa takut yang berlebihan. Tak hanya itu, dalam sistem pemerintahannya, Jepang juga memiliki Kementerian Penanganan Bencana (Disaster Management Ministry). Kementerian ini setiap tahunnya memiliki anggaran beratus-ratus miliar untuk menangani dan menghadapi gempa. Bahkan setiap tahunnya, 5 persen dari APBN Jepang wajib digunakan untuk mengantisipasi bencana. Anggaran ini digunakan untuk melindungi sekitar 127 juta rakyatnya dari dampak bencana yang bisa terjadi kapan saja. Warga Jepang pun tak perlu khawatir mau lari ke mana kalau terjadi gempa, karena jalur-jalur evakuasi gempa yang modern sudah dibuatkan, termasuk membuat taman-taman yang luas di setiap titik kota yang difungsikan sebagai titik berkumpul. Yang paling penting, sistem antisipasi gempa dini (Early Warning System) selalu bekerja jauh sebelum bencana meneror warga. Sangat wajarkan apabila banyak negara-negara lain yang belajar penanganan gempa ke Jepang. Indonesia pun tak ketinggalan. Banyak tenaga ahlinya yang dikirim ke Jepang untuk belajar gempa, termasuk seorang teman saya yang bekerja di BMG. Sayangnya, hasil pembelajaran itu tak begitu diterapkan dan diaplikasikan di negeri kita yang rawan gempa ini. Apabila bencana itu datang melanda, selalu diantisipasi terlambat. Tak heran kalau jumlah korban jiwa selalu tinggi dan besar, demikian pula dengan kerusakan harta benda seperti bangunan. Padahal setiap tahun kita selalu belajar ke Jepang, dan kita juga selalu dilanda gempa sepanjang tahun. Tentu seharusnya ilmu kita sudah sama dengan Jepang, tapi lagi-lagi selalu ditangani terlambat. Sumber gambar: detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H