Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Zaman Es Jilid Dua

4 Januari 2011   08:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:58 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_83240" align="alignright" width="300" caption="Hujan salju di London (sumber: http://media.vivanews.com)"][/caption] Cuaca ekstrim yang melanda belahan Eropa dan Amerika Serikat bulan Desember 2010 kemarin hingga Januari tahun ini sudah memasuki tahap mengkhawatirkan dan berdampak besar, baik dari segi perekonomian dan keselamatan jiwa manusia. Dari segi perekonomian, hampir semua penerbangan komersil ditunda sehingga banyak merugikan perusahaan penerbangan hingga milyaran dollar. Belum lagi dengan pengiriman barang-barang ekspor ke negara-negara Eropa yang terhambat dan tertunda akibat cuaca dingin ekstrim tersebut. Hal ini tentu saja sangat merugikan negara-negara pengekspor. Bahkan lembaga penjamin RSA memperkirakan, cuaca buruk di Inggris bisa membebani ekonomi negara itu hingga 1,9 miliar dollar AS atau 2,3 miliar euro per hari. Dari segi keselamatan jiwa manusia, cuaca dingin ekstrim itu sudah banyak memakan korban jiwa. Sebut saja Polandia, suhu dingin di negara itu sudah menewaskan sedikitnya 18 orang (Kompas, 03/12/2010). Siapa yang tahan menghadapi suhu dingin di bawah titik nol atau minus 33 derajat celcius (minus 27 fahrenheit) di negeri Tim Elang Putih (The White Eagles) tersebut.  Saya saja yang merasakan suhu 3 derajat celcius  (mendekati titik nol) langsung kambuh alergi dingin saya, kulit tubuh pada gatal-gatal dan memerah. Apalagi kalau sampai merasakan suhu dingin ekstrim tadi, bisa-bisa kulit langsung memar merah dan terkelupas. Tak terbayang oleh saya andai benar-benar merasakannya. Di Amerika Serikat lebih tragis lagi, di sejumlah wilayah negeri itu seperti Bismarck, North Dakota, suhu dingin mencapai minus 26 derajat celsius dan menembus hingga minus 47 derajat. Di Wisconsin, ketebalan salju pun mencapai 30 sentimeter. Bahkan sudah 15 orang dilaporkan tewas akibat badai salju di negeri Obama tersebut (Liputan6.com-09/01/2011). Apa yang menjadi penyebab terjadinya suhu dingin ekstrim tersebut? Dari referensi yang saya temukan antara lain menjelaskan bahwa badai salju dan suhu dingin ekstrem yang melanda Eropa dan Amerika Serikat tersebut merupakan efek langsung dari pemanasan global. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya lapisan es di kawasan Artik, dekat Kutub Utara. Mencairnya lapisan es tersebut membuat permukaan laut di Samudra Artik langsung terkena paparan sinar matahari. Akibatnya, energi panas matahari, yang biasanya dipantulkan lagi ke luar angkasa oleh lapisan es berwarna putih, kini langsung terserap oleh permukaan laut, hingga membuat laut di kawasan kutub itu memanas dan mengubah pola aliran udara di atmosfer. Kenaikan suhu udara di lautan Artik pun menimbulkan sistem tekanan tinggi. Sistem tekanan tinggi itulah yang membawa udara dingin kutub ke daratan Eropa dan merembes ke Amerika Serikat (Kompas, 23/12/2010). Bahkan menurut Vladimir Petoukhov, seorang fisikawan, yang dimuat dalam Journal of Geophysical Research - Desember 2010, anomali tersebut bisa melipat-tigakan kemungkinan terjadinya musim dingin yang ekstrim di Eropa dan Asia utara. Menurutnya lagi, efek aliran udara dingin dari kutub utara itu akan makin parah saat terjadi gangguan pada arus udara panas yang melintasi Samudra Atlantik dan perubahan aktivitas matahari. Dan efek itu sudah terlihat nyata di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Di kedua wilayah ini, arus udara hangat dari pantai timur AS (Gulf Stream) terhalang dan berbelok arah di tengah-tengah Atlantik. Hal itu membuat aliran udara dingin dari Artik dan Eropa Timur tak terbendung masuk ke Eropa Barat. Saat arus dingin ini melintasi Laut Utara dan Laut Irlandia, uap air dari laut tersebut diubah menjadi salju dalam skala sangat besar dan menyebabkan badai salju parah di negara-negara Eropa Barat. Sebagai orang awam, saya hanya bisa membayangkan, andai kondisi cuaca demikian terus berlangsung, bisa-bisa bumi memasuki zaman es jilid dua, terutama di wilayah Eropa dan Amerika. Sedangkan di luar wilayah itu, pemanasan global cenderung menyebabkan banjir seperti Indonesia dan kawasan Asia lainnya. Salah satu penyebabnya adalah mencairnya es-es di daerah kutub. Bahkan tak tertutup kemungkinan beberapa wilayah di negara-negara kepulauan seperti Indonesia dan Oceania akan tenggelam. Keadaan ini tentu akan semakin cepat berlangsung apabila usaha-usaha pencegahan pemanasan global tak dilakukan secara ekstrim dan drastis. Gerakan penghijauan merupakan salah satu upaya pencegahan tersebut. Namun itu belum cukup andai pengurangan gas buangan dan bahan bakar fossil (minyak bumi) tak dilakukan secara drastis.  Andai semua itu tak dilakukan secara maksimal, bersiaplah menyambut zaman es lagi atau lebih parah dari itu, zaman air atau era waterworld, dunia ini cuma diselimuti oleh air dan air, mau ke mana umat manusia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun