Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yeltsin dan Mantan Presiden Kita

26 Agustus 2010   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:42 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_239600" align="alignright" width="300" caption="Boris Yeltsin (Sumber gambar: http://www.abc.net.au)"][/caption] Boris Yeltsin adalah presiden pertama Rusia sejak Uni Soviet bubar. Meski sudah menjadi mantan presiden, Yeltsin masih memiliki keistimewaan seperti layaknya seorang presiden. Kala itu, sebagai mantan, Yeltsin masih menempati kediaman resmi, berkantor di Kremlin,  dan mendapat fasilitas limosin. Yeltsin juga masih berhak mendiami dacha negara di Distrik Gorky-9 sebagai tempat peristirahatannya. Hak-hak istimewa Yeltsin ini diperoleh berkat jasanya dalam mentransformasikan Rusia dari negara totalitarianisme menjadi negara demokrasi, meski menurut Bill Powell (penulis senior TIME Magz.) demokrasi Rusia itu adalah demokrasi kasar atau belum demokrasi sesungguhnya menurut versi Barat. Meski jasa-jasa Yeltsin begitu besar, namun dia juga tetap mendapat batu sandungan. Putrinya, Tatyana Dyachenko terlibat dalam skandal korupsi para pejabat Kremlin. Bahkan Yeltsin juga diduga memiliki sejumlah rekening di bank-bank swiss bernilai jutaan dollar. Meski mendapat tuduhan demikian, Yeltsin tetap tak terjangkau hukum. Yelstin dan keluarganya mendapat jaminan perlindungan hukum dari Vladimir Putin, presiden Rusia waktu itu. Itulah hasil dari kebaikan Yeltsin yang memberikan "rezeki" pada orang-orang sekitarnya tatkala dia masih menjabat sebagai presiden. (Ias - Kompas, Jumat 7 Januari 2000 hal. 16). Bagimana dengan mantan-mantan Presiden kita? Soekarno, mantan presiden pertama Republik ini, tatkala kekuasaannya berakhir, dia diasingkan oleh Soeharto, dan tak diizinkan bertemu dengan keluarga dan orang-orang terdekatnya. Hari-hari terakhirnya dilalui dengan kesepian dan kesakitan. Padahal Soekarno lebih besar jasanya terhadap Republik ini bila dibandingkan dengan Yeltsin terhadap negaranya. Soekarno termasuk founding father dan tokoh proklamator yang tak ternilai jasanya dalam perannya memerdekakan negeri ini. Presiden kedua Republik ini juga tak berbeda jauh nasibnya dengan Soekarno. Soeharto digulingkan oleh aksi massa yang bertajuk reformasi. Padahal mantan presiden yang satu ini juga memiliki jasa yang luar biasa. Dia membebaskan negeri ini dari cengkeraman orde lama yang cenderung bersifat diktator meski akhirnya dia juga terjebak dalam pusaran kekuasaan tanpa batas tersebut. Di masa Soeharto, negeri ini menjadi negeri yang sangat disegani dan menjadi salah satu kekuatan di kawasan regional. Tak ada yang berani menantang Indonesia di masa kekuasaannya. Pertumbuhan ekonomi negeri ini juga sangat mengagumkan hingga dijuluki sebagai salah satu macan Asia. Sayangnya, Soeharto dikelilingi oleh kroni-kroni yang haus uang dan harta hingga praktik KKN selalu menyelimuti masa-masa kekuasaannya. Sama seperti Yeltsin, sebagai mantan presiden, Soeharto juga tak terjangkau oleh hukum. Meski diduga turut andil dalam praktik KKN tersebut, namun Soeharto tak pernah mendapat vonis hukuman hingga akhir hayatnya. Itulah hasil politik balas jasa. Barangkali banyak penegak hukum maupun pejabat negara yang turut merasakan jasa Soeharto selama masa kekuasaannya. Habibie sebagai presiden ketiga Republik ini masih bernasib lebih baik ketimbang kedua mantan presiden kita di atas. Presiden yang satu ini tak berambisi untuk menduduki kursi nomor satu di negeri ini untuk waktu yang lama. Namun jasanya tak bisa dibilang kecil. Berkat Habibie, negeri ini berhasil melewati masa-masa transisi yang cukup berbahaya bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Berbeda dengan Habibie, presiden keempat kita, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, bisa dibilang presiden yang nyeleneh. Namun jasanya pun tak bisa dibilang kecil juga. Berkat dia, kemajemukan bangsa ini menjadi lebih seimbang dan harmonis. Tak heranlah kalau Gus Dur dianggap sebagai Bapak Pluralisme. Demokrasi pun makin berkembang pesat di tangan Gus Dur. Sayangnya, Gus Dur digulingkan oleh MPR dalam sebuah sidang istimewa. Gus Dur dianggap tak bisa mengemban amanat rakyat dan kurang cakap. Ia digantikan Megawati sebagai presiden kelima. Peran megawati pun tak kalah besar, di tangan perempuan yang satu inilah cikal bakal pemberantasan korupsi itu lahir. Meski pelaksanaannya selalu dikebiri, paling tidak, niat untuk memberantas korupsi di negeri ini masih tetap ada. Membandingkan keenam mantan presiden di atas, tentu Yeltsin masih lebih istimewa pasca kehidupannya sebagai presiden. Jasa-jasanya masih tetap dihargai. Tanpa Yeltsin, barangkali Rusia tak akan seperti sekarang, dan rakyatnya menyadari hal itu. Mantan-mantan presiden Indonesia lebih tragis dibanding Yeltsin. Jasa-jasa yang pernah mereka berikan pada negeri ini seakan tak ada arti sama sekali. Masa kekuasaan habis, habis pula ingatan masyarakat terhadap jasa-jasa mereka tersebut. Itulah kelemahan bangsa ini, gara-gara kesalahan yang mereka lakukan, hilanglah semua kebenaran tentang kebaikan mereka. Benarlah kata pepatah "gara-gara nila setitik rusaklah susu sebelanga". Namun, bangsa ini tak akan pernah besar, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pemimpinnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun