Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Usia 13

6 Agustus 2010   07:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_217647" align="alignright" width="300" caption="Sumber gambar: http://rlv.zcache.com"][/caption] Di usia 13, masa pubertas mulai kujalani. Seperti biasa, suara kecilku mulai pecah membahana, jakun tumbuh membesar, dan bulu-bulu tumbuh di daerah-daerah sensitif. Di usia itu pula aku menyadari kalau aku pernah mengalami mimpi basah selama setahun belakangan. Kesadaran itu muncul gara-gara masturbasi untuk pertama kalinya. Enggak tahu kenapa, kok perbuatan konyol itu kulakukan, padahal tak ada faktor pemicunya. Nonton film bokep enggak, lihat gambar porno juga enggak, apalagi ngelihat cewek tanpa busana juga enggak. Tahu-tahu dorongan itu muncul begitu saja, tanpa dipanggil seperti jelangkung. Apa karena sensasi sabun ketika mandi sore waktu itu ya? Mungkin juga. Selesai melakukan perbuatan nista itu (kata Pak Ustadzku), sensasinya kok sama seperti mimpi-mimpi yang pernah kualami malam-malam sebelumnya, yang tiba-tiba celanaku basah dan lengket ketika terbangun di pagi harinya. Itulah pengalaman sex pertamaku. Tak ada yang memberi petunjuk dan tak ada yang mengajarkan.  Semua terjadi begitu saja, secara alami. Mau bertanya sama orang tua, kakak, atau abang tentang pengalaman itu tak berani. Takut dihukum, dimarahi, dan dijauhi karena telah berbuat nista (lagi-lagi kata Pak Ustadzku). Dan orangtuaku pun tak pernah menyinggung hal itu. Yang kuingat, ketika masih kecil aku pernah bertanya, kenapa aku ada di dunia ini, darimana aku datangnya, kenapa "burungku" bisa ereksi setiap paginya. Semua pertanyaan itu tak dijawab, hanya perkataan "Hush" yang keluar dari mulut Ibu atau Bapakku. "Ntar kalau kamu dewasa baru memahami semua itu", kata ibuku suatu kali. Untungnya, kelakuanku tak aneh-aneh, pikiran kotor yang membangkitkan hasratku tak menjadi otoriter di area benakku maupun khayalanku. Faktor-faktor pemicu pikiran kotor pun tak banyak di masa itu, tak ada TV Kabel, tak ada internet, dan siaran TV pun cuma satu, TVRI doang. Majalah yang kubaca pun cuma "HAI". "Facebook" pun belum ada, karena Mark Zuckerberg belum lahir. Satu-satunya majalah porno yang pernah kulihat cuma kepunyaan saudara sepupuku yang kulihat rame-rame bareng abang dan dua sepupuku ketika di rumah kakek. Itu juga cuma sekilas, karena hampir tak tahan kalau dilanjutkan sampai habis. Gara-gara melihat adegan-adegan di majalah itu, hampir seminggu tak bisa lupa. Jadi, bisa dimaklumi betapa kuatnya pengaruh pornografi di kalangan remaja. Dan kekuatannya itu sudah kualami sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun