Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokratisasi Di Ruang Keluarga

29 Juli 2010   07:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ruang keluarga menjadi tempat berkumpulnya anggota keluarga setelah lelah beraktivitas seharian. Ruang keluarga biasanya dijadikan sebagai tempat anggota keluarga saling bertukar pikiran, menceritakan pengalaman atau hal-hal yang dilakukan pada hari itu, dan terkadang sebagai tempat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh mereka. Dari ruang keluargalah timbul perdebatan, argumen, dan kebebasan mengeluarkan pendapat yang paling hakiki. Dari ruang keluarga pulalah pendidikan demokrasi mulai diajarkan secara langsung tapi tanpa disadari. Biasanya kritikan-kritikan yang diajukan oleh setiap anggota keluarga kepada anggota keluarga lain akan selalu mewarnai ruang keluarga itu.

Adakalanya ruang keluarga juga sebagai tempat hujatan yang ditujukan pada penguasa, sistem pemerintahan, kebijakan, dan aturan-aturan yang berlaku, terutama saat menyaksikan berita-berita di media massa seperti televisi, surat kabar, hingga majalah. Mereka akan memperdebatkan apa yang mereka baca dan dengar dari media massa tersebut. Kebebasan berpendapan sangat terasa dalam ruang keluarga. Proses demokratisasi ini akan berlangsung terus dalam diri setiap anggota keluarga, dan akan dibawa keluar ruang itu hingga sampai ke masyarakat yang lebih luas.

Hal itulah yang sangat kurasakan hingga kini, atas efek ruang keluarga dalam alam pikir kedemokrasianku. Saat aku masih berkumpul sama keluarga, ruang keluarga yang sekaligus menjadi ruang makan dan menonton televisi, selalu diwarnai dengan perdebatan di antara anggota keluargaku, mulai dari Bapak, Emak, kakak, dan abang-abangku. Ada saja yang kami perdebatkan, mulai dari film, sinetron, berita di televisi, hingga kebijakan Soeharto kala itu. Kalau masalah politik Bapakku paling pintar berdebat, apalagi ngeledek atau mengkritik pemerintahan Orde Baru, paling jago beliau. Namun kritikan itu tak sampai ke luar ruang tersebut, cukup kami saja yang tahu. Dari ruang itu pula aku bebas mengkritik atau memprotes tindakan kakak dan abang-abangku yang tak kusuka, bahkan Bapak dan Emak pun tak lepas dari kritikanku bila aku tak suka tindakan mereka. Untungnya, semua mau menerima kritakan itu dan menjelaskan kenapa mereka bertindak seperti itu. Lucunya, terkadang kami juga suka mengkritik dan memperdebatkan hal-hal yang sepele, seperti alur cerita film kartun yang tak masuk akal, dan kisah dalam sinetron yang berlebihan. Sampai-sampai seorang Om-ku di Jakarta menyebut kami sebagai keluarga paling demokratis.

Tabiat di ruang keluarga berimbas juga dengan keluarga kecilku sekarang. Aku membiasakan anak dan istriku untuk mengemukakan pendapat mereka, mengkritik caraku, dan memberi saran dan usulan yang baik buatku. Demikian juga sebaliknya, paling tidak dasar-dasar pendidikan demokrasi sudah kuterapkan dalam diri mereka. Bagusnya, aku tak menjadi otoriter, menjadi pendengar yang baik buat mereka, tak mau menang sendiri, dan berharap menjadi panutan buat mereka. Itulah proses demokratisasi yang berlangsung dalam ruang keluargaku hingga kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun