Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hati-hati dengan Caleg Ini

2 April 2014   05:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:12 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu legislatif sebentar lagi, tapi saya yakin para calon pemilih masih bingung mau pilih yang mana. Semua caleg menampilkan sisi baiknya, semua caleg tiba-tiba saja jadi dermawan dan baik hati, mereka juga sangat dekat dengan rakyat. Kalau mau foto-foto sama caleg artis atau selebritis, inilah saatnya. Mereka akan senang hati melayani Anda. Apapun yang Anda inginkan, mereka akan layani  (tapi bukan layanan plus-plus ya).

Saya pernah saksikan di sebuah berita kampanye di televisi, seorang caleg  dari kalangan artis (model juga) bersedia melakukan layanan pijat kaki pada konstituennya. Artis cantik itu memijat kaki penumpang yang baru turun dari bus jurusan Jember-Surabaya di Terminal Purabaya, Surabaya. Rugi saya jadinya kenapa tak berada di situ ya waktu itu, kapan lagi bisa dipijat sama artis terkenal dan cantik. Mereka rela melakukan itu demi mendapatkan suara meski harus melakukan hal-hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya. Bahkan sebenarnya tak ingin mereka lakukan. Tapi demi suara, apapun boleh dilakukan.

Meski sudah berkorban sedemikian rupa, belum tentu juga konstituennya mau pilih mereka. Kasihan si caleg memang, sudah berkorban banyak seperti berkorban uang dan tenaga, tapi konstituennya semu. Jadi tak heran kalau banyak caleg yang stress gara-gara tak terpilih. Kalaupun terpilih menjadi anggota legislatif, mereka akan berusaha untuk menebus semua pengeluaran tersebut dengan berbagai cara. Korupsi dan kolusi merupakan cara-cara yang sering dilakukan. Korupsinya pun berjemaah, karena jarang ada anggota legislatif yang bekerja sendirian. Apalagi sebuah keputusan diputuskan bersama, bukan sendirian.

Bagi calon pemilih pemula, tentu caleg dari kalangan artis sangat menarik minat mereka apalagi kalau artis itu idolanya. Bisa dibayangkan, seandainya anggota Smash menjadi caleg, bisa jadi perolehan suara buat mereka akan banyak, karena pemilih pemula yang berusia muda cenderung memilih artis yang sangat mereka idolakan. Itu pula sebabnya kenapa ada partai yang mengandalkan banyak artis untuk menjadi caleg dari partai mereka, agar perolehan suara partai mereka di legislatif banyak.

Sayangnya, banyak caleg dari kalangan artis yang sebenarnya tak mampu menjadi anggota legislatif. Mereka cenderung hanya sebagai penggembira dan penarik massa. Di kala waktu sidang, mereka cuma senyum, mengeluarkan sepatah dua kata biar terdengar kalau mereka itu ada. Tapi tak semua seperti itu memang, ada juga anggota legislatif dari kalangan artis yang cerdas dan berdedikasi, seperti Rieke Diah 'Oneng' Pitaloka. Dia tak hanya artis yang bisa jadi perempuan lugu di sitkom Bajaj Bajuri, tapi sebagai anggota legislatif sepak terjangnya pun patut diacungi jempol. Oneng juga bisa nulis, biasanya orang yang bisa nulis pasti cerdas.

Seperti pemilu lima tahun sebelumnya, caleg-caleg di Pemilu 2014 ini juga datang dari beragam kalangan, mulai dari pengamen, pedagang kecil, pengusaha, politikus, artis, seniman, hingga pejabat negara (yang bakal tak menjabat lagi). Tak semua dari mereka baik atau bukan pilihan terbaik.

Caleg dari golongan patahana atau yang masih menjadi anggota legislatif periode 2009-2014 perlu diwaspadai. Anggota legislatif pada periode ini terlalu banyak kritikan dan masalah, terutama dengan masalah kinerja mereka dan moralitas yang dianggap rendah. Belum lagi yang terlibat korupsi dan suka menghamburkan uang negara (yang notabenenya uang rakyat juga) untuk studi banding ke luar negeri yang sebenarnya tak perlu. Meski tak semua seperti itu, hanya oknum, tapi merusak nama baik semua. Seperti kata pepatah, "Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga".

Caleg cerdas juga belum tentu bisa dijadikan pilihan. Bisa jadi kecerdasan mereka digunakan untuk menyalahgunakan wewenang yang mereka miliki. Kasus mega korupsi Hambalang misalnya, tokoh yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi tersebut merupakan oknum anggota legislatif yang kecerdasannya tak diragukan lagi. Lihat juga kasus Angie, siapa sangka mantan Putri Indonesia yang cerdas ini menjadi tersangka korupsi, dan divonis 12 tahun penjara karena dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Demikian pula dengan caleg yang mencla-mencle, caleg kutu loncat, lima tahun silam dia berada di Partai A, tahun ini dia loncat ke Partai B. Caleg yang seperti ini tak konsisten dan tak bisa dipercaya. Biasanya dia cuma memikirkan nasibnya sendiri bukan nasib rakyat. Bagi dia yang penting, bagaimana tetap menjadi anggota legislatif, bergaji besar, dapat rumah dinas yang mewah, tunjangan yang besar, dan kecipratan proyek sana-sini. Ada banyak alasan yang dia kemukakan ketika pindah partai, tak sesuai dengan visi-misinya lah, perbedaan prinsip lah, dan sebagainya. Padahal yang namanya partai tak ada yang tak bertujuan mulia, semuanya demi kepentingan rakyat. Tentu sangat aneh kalau dia katakan tak sesuai dengan visi, misi, dan prinsipnya. Jadi, visi, misi, dan prinsipnya apa ya kalau bukan untuk rakyat.

Caleg-caleg dari kalangan artis memang menarik, apalagi kalau datang dari kalangan pelawak, tentu lebih menarik lagi, dan memberi hawa segar di gedung legislatif. Namun, apakah kepiawaian mereka menjadi artis dan pelawak akan sama bagusnya ketika nanti menjadi anggota legislatif? Belum tentu juga bukan? Banyak di antara mereka yang cuma menjadi pendengar yang baik saat sidang soal rakyat.

Kalau tetap bertekad pilih artis idola, telusuri dulu kapabilitasnya. Jangan cuma dia artis idola, Anda langsung mencoblosnya. Pilihan Anda itu akan menentukan nasib bangsa lima tahun berikutnya. Artis caleg yang tak kapabel ini sangat jelas terlihat, saat diwawancara biasanya jawabannya suka tak nyambung, berbelit-belit, dan tak tentu arahnya. Bagaimana dia bisa menyuarakan suara rakyat sedang dia sendiri tak mampu menyuarakan suara hatinya.

Caleg yang omdo alias omong doang, suka memutarbalikkan fakta, apalagi yang suka memecah belah merupakan caleg yang sangat perlu diwaspadai. Caleg semacam ini sangat suka tampil di televisi, terutama dari kalangan patahana. Dia tak sadar kalau semua orang juga tahu sepak terjangnya. Aksinya seperti pengacara yang tak punya kasus. Caleg semacam ini suka mendiskreditkan lawan-lawan politiknya, menyerang secara terang-terangan, dan menganggap diri dan partainya itu paling baik sedunia, meski secara jelas dan nyata partai dan dirinya itu sebenarnya tak bisa apa-apa.

Caleg-caleg dari partai masa lalu dan pernah sangat berkuasa di masanya juga perlu menjadi catatan sendiri. Apalagi bila mereka menganggap di zaman kekuasaannya, kehidupan rakyat masih lebih baik dibanding kehidupan masa kini. Itu bisa jadi pembohongan publik yang sangat besar, karena kehidupan masa kini tak terlepas dari warisan pemerintah atau penguasa di masa lalu. Bila berkuasa kembali, dikhawatirkan mereka itu akan mengulangi kesalahan masa lalu untuk kedua kalinya. Apa enaknya terjerumus dua kali di mulut harimau yang sama.

Menurut hasil survey Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI), rakyat lebih menghendaki caleg yang merakyat dan sering turun ke tengah masyarakat ketimbang mereka yang agamis, sholeh, maupun yang cerdas sekalipun. Sedangkan caleg yang disukai pertama adalah caleg yang berkualitas dan merakyat. Sementara itu, karakter caleg terbanyak kedua yang dikehendaki rakyat adalah jujur dan bersih, disusul dengan karakter cerdas.

Bagi saya, selain jujur, bersih, berkualitas, dan merakyat, caleg yang baik itu adalah caleg yang berani menyuarakan suara rakyat meski bertentangan dengan suara partainya. Dia berani menentang partainya bila bertentangan dengan suara rakyat, karena tujuan utama menjadi anggota legislatif adalah menyuarakan aspirasi rakyat, bukan aspirasi partai. Siapa pun pasti tahu itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun