Keempat, perempuan juga harus dilibatkan secara aktif dalam perencanaan dan pengambilan keputusan terkait mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Keterlibatan perempuan dalam proses ini penting karena mereka seringkali memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman dalam mengelola sumber daya alam yang terbatas.
Sayangnya, peran perempuan dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim masih terabaikan. Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait perencanaan dan implementasi program-program pengurangan emisi gas rumah kaca. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya akses perempuan terhadap pendidikan dan pelatihan, serta stereotipe gender yang masih kuat di sebagian masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah dan organisasi internasional harus memperkuat upaya untuk melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan terkait perubahan iklim. Ini bisa dilakukan melalui pelatihan dan kapasitas membangun, serta dukungan kebijakan yang memastikan partisipasi aktif perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
Terakhir, penting untuk memahami bahwa feminisme ekologi bukan hanya tentang memperkuat peran perempuan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, tapi juga tentang menentang sistem yang memperburuk ketimpangan gender dan kerusakan lingkungan. Dalam masyarakat patriarki yang masih banyak terjadi di banyak negara di Asia, perempuan seringkali menjadi korban dari kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Misalnya, dalam kondisi bencana alam seperti banjir atau tanah longsor, perempuan seringkali mengalami kerentanan yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini bisa disebabkan oleh posisi sosial dan ekonomi yang lebih rendah, serta akses yang lebih terbatas terhadap informasi dan sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi bencana alam.
Dalam hal ini, feminisme ekologi harus diterapkan sebagai suatu pendekatan yang mengedepankan keadilan gender dan lingkungan secara bersamaan. Hal ini bisa dilakukan melalui pengakuan dan pemberdayaan perempuan sebagai pemangku kepentingan penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta melalui kebijakan-kebijakan yang memastikan bahwa hak-hak perempuan dan hak-hak lingkungan tidak terabaikan dalam upaya untuk mengatasi perubahan iklim.
Dalam kesimpulannya, feminisme ekologi adalah suatu pendekatan yang penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Asia. Melalui peran perempuan yang diperkuat dan pengakuan terhadap hak-hak lingkungan, kita dapat memastikan bahwa upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan tidak hanya efektif, tetapi juga adil dan berkelanjutan.
Sumber :Â
Yadav, S. S., and Rattan Lal. "Vulnerability of women to climate change in arid and semi-arid regions: The case of India and South Asia." Journal of Arid Environments 149 (2018): 4-17.Â
Hultman, Martin, and Paul M. Pul. Ecological masculinities: Theoretical foundations and practical guidance. Routledge, 2018.Â
Roth-Johnson, Danielle. "Back to the Future: Franoise d''Eaubonne, Ecofeminism and Ecological Crisis." The international journal of literary humanities 10.3 (2013): 51.