Mohon tunggu...
Abdillah Putra
Abdillah Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki ketertarikan untuk menulis yang berkaitan dengan keadaan sosial di masyarakat saat ini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial sebagai Ujung Tombak Menangkal Radikalisme di Kalangan Generasi Milenial

6 Juni 2022   15:15 Diperbarui: 6 Juni 2022   15:17 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahap ke-4 mereka mulai melakukan pelatihan berbau militer termasuk cara membuat bom. Pada tahap terakhir adalah melakukan aksi terornya. 

Target utama biasanya adalah remaja, ini dikarenakan pikiran dan semangat remaja yang masih menggebu-gebu akan sesuatu. Biasanya remaja yang masih awal-awal mengenal agamanya akan mudah disusupi paham radikal bila dibimbing oleh orang yang salah, dan akan semakin berbahaya bila mereka bertemu dengan kelompok-kelompok extrimis karena mereka tidak perlu susah-sudah membujuk remaja yang sudah terpapar paham radikalisme tersebut.

Faktor-faktor penyebab radikalisme di kalangan remaja menguat Pertama karena tidak adanya guru atau pembimbing agama yang kompeten di daerah mereka sehingga menjerumuskan mereka kepada guru yang salah. 

Kedua kurangnya peran pengawasan dan edukasi pemerintah di daerah tersebut. Yang ketiga adalah minimnya pengawasan pada media sosial, apalagi negara kita sedang menuju era 4.0 yang bila tidak dipersiapkan dengan matang regulasi dan pengawasannya maka bisa menjadi bumerang bagi negara itu sendiri.

Salah satu cara untuk mengkounter radikalisme itu sendiri adalah dengan media massa dan media sosial. Media seharusnya memiliki tanggungan moral dan sosial untuk memberitakan pencerahan kepada masyarakat agar dapat memperoleh informasi yang akuran sehingga masyarakat bisa mengambil tindakan yang tepat, bukannya sebaliknnya ketika media malah menjadi alat propaganda gratis bagi kelompok extrimis tersebut. 

Contohnya seperti mengangkat perkembangan atau isu-isu radikalisme agar publik menjadi waspada dan juga memberikan informasi-informasi yang jangan hanya negatif namun juga yang positif sehingga mampu menyejukkan dan tidak menakut-nakuti publik. 

Nah, tantangan tersulitnya adalah pada media sosial, karena tidak semua berita dibuat dan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan terkenal dan yang sudah dipercaya. 

Banyak berita yang dibuat oleh orang-orang dan jurnalistik yang tidak bertanggung jawab. Yang hanya menginginkan kenaikan rating pada dirinya sendiri tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan. 

Contohnya ketika ada suatu akun di media sosial memposting suatu video ceramah yang telah dipotong-potong dan diedit sedemikian rupa, sehingga menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat itu sendiri. 

Seperti pendapat ustadz fulan dibenturkan dengan pendapat ustadz lainnya yang padalah isi ceramah tersebut tidak saling berhubungan. Atau seperti suatu kasus-kasus yang seharusnya tidak usah diperdebatkan lalu dibuat opini yang menggiring publik sehingga terjadi permusuhan. 

Inilah tantangan yang harus segera diselesaikan, pemerintah harus bisa membuat langkah kedepannya dengaan membuat regulasi dan pengawasan untuk bermedia sosial, seperti membuat batasan poin-poin apa yang seharusnya diperbolehkan dan apa yang tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun