Mohon tunggu...
Abdillah Lathief Al Habib
Abdillah Lathief Al Habib Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

Pend. Luar Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Trip

Sendang Kalimah Toyyibah yang berada di Nyatnyono, Kabupaten Semarang

15 November 2020   00:25 Diperbarui: 15 November 2020   00:48 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu masuk sendang Kalimah Toyyibah

ASAL Muasal munculnya sendang Kalimah Toyyibah tidak bisa lepas dari Sejarah penyebaran Islam di desa Nyatnyono Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Begitu juga dengan kisah Masjid Subulussalam.

Masjid tersebut merupakan peninggalan dari Syekh Hasan Munadi. Dari berbagai literasi, disebutkan, dulu Pegunungan Suralaya, kompleks Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang pernah ditinggali masyarakat yang masih gelap keimanannya.

Mereka dipimpin orang-orang dengan kesaktian tinggi yang menyandarkan kekuatan gaibnya pada zat selain Allah SWT. Terpanggil atas kondisi tersebut, Syekh Hasan Munadi kemudian datang jauh-jauh dari Demak memberi pencerahan kepada masyarakat setempat.

Syekh Hasan Munadi diyakini lahir pada 1460 Masehi dengan nama lahir Raden Bambang Kartonadi. Waliyullah ini berdarah biru keturunan Majapahit terakhir Brawijaya V.

Karena itu Syekh Hasan Munadi masih ada pertalian darah dengan penguasa Kerajaan Demak, Raden Fatah, yakni satu ayah lain ibu. Karena hubungan pertalian darah ini, Syekh Hasan Munadi menjadi salah satu panglima andalan yang menjabat sebagai Tumenggung.

Kerap membantu adik tiri nya dalam memerangi kejahatan atau keangkuhan yang akan menggoyahkan Kerajaan Demak. Jejak Syekh Hasan Munadi ini tertuang dalam buku dengan judul ''Sejarah Waliyullah Hasan Munadi dan Hasan Dipuro''.

Diceritakan, meski mempunyai jabatan tinggi di Kerajaan Demak, Hasan Munadai tetap berkeinginan melakukan syiar Islam ke seluruh pelosok Kerajaan Demak. Sepanjang perjalanan ajaran Islam terus disyiarkan kepada setiap orang yang bertemu.

Hingga tiba syekh Hasan Munadi di kawasan kaki Gunung Ungaran. Sebuah wilayah yang dulu dikuasai orang-orang sakti dan beda keyakinan. Karena itu Syekh Hasan pun mengihtiarkan diri bertapa di Gunung Suralaya.

Salah satu gunung di Gunung Ungaran. Dari khalwat tersebut satu persatu orang-orang sakti yang menjadi hambatan syiar Hasan Munadi berhasil dikalahkan.

Bahkan, mayoritas dari mereka akhirnya menyadari kekeliruan keyakinannya dan menyatakan diri masuk Islam menjadi santri Syekh Hasan Munadi. Selain mempunyai kekuatan lebih sebagai waliyullah, dari hasil khalwat, Syekh Hasan Munadi juga mendapat petunjuk untuk mendirikan masjid.

Saat akan meninggalkan lokasi pertapaannya, beliau mendapat gambaran masjid, ada yang bilang kayu berlubang (beduk). Kemudian beliau bilang ''nembe menyat wes ono'' (baru selesai khalwat sudah ada petunjuk) yang kemudian berubah menjadi Nyatnyono.

Daerah tempat khalwat itu diberi nama Nyatnyono. Kebetulan Raden Fatah juga berencana membangun masjid di Demak, maka diutuslah Sunan Kalijaga ke Nyatnyono guna minta restu kepada kakaknya, Syekh Hasan Munadi.

Restu pun diberikan. Karena di wilayah Nyatnyono juga membutuhkan masjid, maka Syekh Hasan munadi minta agar satu soko yang akan digunakan di Demak dijadikan tiang penyangga masjid di Nyatnyono.

Jadi Masjid Nyatnyono itu dibangun lebih dulu dibanding Masjid Demak. Saat proses rehab pada zaman penjajahan Belanda, satu soko itu dibagi menjadi empat soko.

Direnovasi

Pada 1980 karena faktor usia, Masjid Nyatnyono harus direnovasi. Hingga hari ke-15 kegiatan, mereka dikagetkan dengan kemunculan sejumlah orang dari sisi utara makam Syekh Hasan Munadi.

Dia adalah Mbah Mat dari Temanggung yang datang pada peringatan Haul Syekh Hasan Munadi. ''Mbah Mat menyampaikan, jangan takut miskin untuk merawat makam Mbah Hasan. Akan ada rezeki dari air yang mengalir, air yang bermanfaat untuk semua.

Nah air yang dimaksud Mbah Mat itu ternyata sendang ini," jelas Penjaga Sendang Kalimah Toyyibah, Ahmaji Dari kejadian itu, kabar keberadaan air keramat beredar luas. Berduyun-duyun orang datang ke sumber air tersebut sekaligus berziarah kepada Syekh Hasan Munadi.

Dari kegiatan kunjungan tersebut, masyarakat mendapatkan pemasukan untuk merehabilitasi masjid. Ahmaji mengungkapkan, saat renovasi Masjid Subulussam, warga kesulitan mencari dana.

Proposal renovasi masjid yang disebar warga tak pernah mendapatkan hasil meski sudah usaha ke sana kemari. ''Dikatakan, bahwa sumber rezeki renovasi masjid ini akan mengalir dari air. Dana renovasi dari dana infaq pengunjung sendang.

Kalimah Toyyibah berarti kalimat- kalimat Allah yang baik, terdiri dari lailahailallah, bacaan syahadat, Al Fatihah, dan salawat,''ujar Ahmaji. Sendang tersebut sampai saat ini masih didatangi banyak pengunjung dari luar kota, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Mereka tidak diwajibkan membayar. Pengelola hanya menyediakan kotak amal untuk bersedekah. Menurut Sumadi, pengunjung sendang, dia sering datang ke sendang. Biasanya dia berkunjung sembari menunggu anaknya pulang sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun