Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Plasmodiumdan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Meskipun telah banyak upayapengendalian yang dilakukan, malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakatglobal, termasuk di Indonesia. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan angka Annual Parasite Incidence(API) secara nasional, beberapa daerah masih menunjukkan angka kejadian malaria yang cukup tinggi. Kota Surabaya, sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, juga tidak terlepas dari permasalahan malaria, khususnya di wilayah-wilayah tertentudengan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan vektor.
Malaria, penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa Plasmodiumdan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, masih menjadi masalahkesehatan global, termasuk di Indonesia. Penyakit ini dapat menurunkan kualitassumber daya manusia, menimbulkan kesulitan sosial ekonomi, dan bahkan berpotensimengancam keamanan nasional. Oleh karena itu, pengendalian malaria menjadiprioritas global dalam Sustainable Development Goals (SDGs) dengan target pemberantasan pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2019). Pada tahun 2021, kasus malaria di Indonesia mencapai 94.610 kasus, meningkat dari 226.364 kasus pada tahun sebelumnya (Madayanti et al., 2022).
Pengendalian malaria tidak hanya bergantung pada intervensi medis sepertipengobatan dan penggunaan insektisida, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh perilakumasyarakat. Pengetahuan masyarakat tentang malaria, sikap mereka terhadappencegahan, dan praktik yang mereka lakukan sehari-hari memegang peranan pentingdalam keberhasilan program pengendalian malaria. Pengetahuan yang baik tentang carapenularan, gejala, dan pencegahan malaria dapat mendorong masyarakat untukmengambil tindakan preventif. Sikap yang positif terhadap upaya pencegahan, sepertipenggunaan kelambu berinsektisida, membersihkan lingkungan, dan memeriksakan dirike fasilitas kesehatan jika mengalami gejala malaria, juga sangat krusial. Terakhir, praktik atau tindakan nyata yang dilakukan masyarakat secara konsisten akanberdampak signifikan terhadap penurunan angka kejadian malaria.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa perilaku masyarakat sangatdipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor ini sangat penting untuk merancang intervensi yang efektif dan berkelanjutan. Studi kualitatif, dengan pendekatannya yang mendalam daneksploratif, dapat memberikan wawasan yang kaya tentang bagaimana masyarakatmemahami, menyikapi, dan mempraktikkan perilaku pencegahan malaria dalamkonteks sosial budaya mereka.
Kota Surabaya, dengan karakteristik demografis dan geografisnya yang unik, memerlukan kajian khusus terkait perilaku masyarakat dalam pencegahan malaria. Mobilitas penduduk yang tinggi, kepadatan hunian di beberapa wilayah, serta kondisilingkungan yang beragam dapat mempengaruhi risiko penularan malaria dan perilakumasyarakat dalam pencegahannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untukmengeksplorasi secara mendalam pengetahuan, sikap, dan praktik masyarakat terkaitpencegahan malaria di Kota Surabaya melalui pendekatan kualitatif.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi pengetahuan masyarakat di Kota Surabaya tentang malaria danpencegahannya.
2. Menganalisis sikap masyarakat di Kota Surabaya terhadap upaya pencegahanmalaria.
3. Mendeskripsikan praktik pencegahan malaria yang dilakukan oleh masyarakat di Kota Surabaya.
METODOLOGI
Penelitian kualitatif tentang peran perilaku masyarakat dalam pencegahanmalaria di Kota Surabaya dengan fokus pada pengetahuan, sikap, dan praktikmemberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana masyarakat memahami danmerespons risiko malaria. Studi kualitatif ini penting karena memberikan konteks sosialdan budaya yang mungkin terlewat dalam penelitian kuantitatif yang memungkinkanpemahaman mendalam tentang bagaimana masyarakat memahami dan merespons risikomalaria dalam konteks sosial dan budaya mereka. Dengan tujuan untukmengidentifikasi pengetahuan, sikap, dan praktik masyarakat terkait malaria. Malaria masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia, meskipun terdapatupaya pengendalian yang telah dilakukan.
DISKUSI
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium. Parasit ini hidup di dalam sel (intraseluler) dan ditularkan ke manusia melalui gigitannyamuk Anopheles betina. Ada beberapa jenis Plasmodium yang dapat menyebabkanmalaria, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, danPlasmodium malariae. 1 Penularan malaria umumnya terjadi pada malam hari, mulaidari magrib hingga fajar, saat nyamuk Anopheles aktif (Noerjoedianto, 2017).
Gejala malaria umumnya muncul 7 hingga 14 hari setelah digigit nyamuk yang membawa parasit Plasmodium. Gejala yang sering dialami antara lain demam, sakitkepala, menggigil, dan muntah. Karena gejala-gejala ini mirip dengan penyakit lain, malaria seringkali sulit didiagnosis pada tahap awal jika gejalanya ringan.Jika malaria, terutama yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, tidak segera diobati, kondisipasien dapat memburuk dengan cepat dalam waktu 24 jam dan berkembang menjadimalaria berat yang berpotensi menyebabkan kematian.
Kondisi lingkungan sangat memengaruhi keberadaan malaria di suatu wilayah. Keberadaan danau payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaanhutan, dan pertambangan dapat meningkatkan risiko malaria karena tempat-tempattersebut menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk malaria. Pengelolaan lahan yang merusak lingkungan dan berpotensi meningkatkan populasi vektor dapat menyebabkankejadian luar biasa (KLB) malaria. Pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawabmenjaga kelestarian alam, dan pengusaha yang mengajukan izin pengelolaan lahandiwajibkan melakukan analisis dampak lingkungan sesuai peraturan.
Kurangnya pengetahuan yang benar dapat menimbulkan persepsi yang salah danmenyulitkan pengobatan. Masyarakat juga perlu memahami cara mencegah gigitannyamuk malaria, misalnya dengan menggunakan kelambu saat tidur, mengoleskan obatanti nyamuk, menggunakan pembasmi nyamuk (bakar, semprot, atau lainnya), memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi, serta mengupayakan tempat tinggaljauh dari kandang ternak.
Peran pengetahuan dan sikap sangat signifikan dalam pembentukan perilakupreventif terhadap malaria. Informasi yang memadai mengenai manifestasi klinis, transmisi, dan strategi pencegahan malaria memberdayakan individu untuk mengambillangkah protektif bagi diri sendiri dan komunitasnya. Ilustrasinya, kesadaran akangejala seperti pireksia, rigor, dan sefalgia memfasilitasi identifikasi dini infeksi danpencarian intervensi medis atau tindakan preventif yang relevan. Orientasi yang positifterhadap pencegahan malaria, yang termanifestasi dalam kepercayaan, norma, dandisposisi mental individu terhadap inisiatif pencegahan, juga memegang peranan vital dalam menginternalisasi perilaku yang adaptif.
Temuan dari penelitian Birhanu et al. (2017) mengungkapkan bahwa mayoritasresponden mengasosiasikan gejala-gejala yang diamati dengan malaria. Hal inimenyoroti betapa krusialnya pemahaman mengenai tanda dan gejala penyakit dalamupaya deteksi dini dan penanganan yang efektif. Pengendalian vektor, menurut Feng et al. (2022), merupakan strategi esensial dalam pencegahan dan upaya eliminasi malaria. Strategi ini meliputi pemanfaatan kelambu berinsektisida, penataan habitat nyamuk, danaplikasi insektisida untuk mereduksi populasi vektor. Meskipun demikian, efektivitaspenggunaan kelambu sebagai salah satu cara pencegahan malaria dapat dipengaruhioleh faktor-faktor seperti kondisi tempat tinggal dan pola tidur masyarakat.
Â
KESIMPULAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat memiliki peran krusial dalampencegahan malaria di Kota Surabaya. Pengetahuan yang baik tentang cara penularan, gejala, dan langkah-langkah pencegahan dapat mendorong individu untuk mengambiltindakan preventif yang efektif. Sikap positif terhadap upaya pencegahan, sepertipenggunaan kelambu berinsektisida dan menjaga kebersihan lingkungan, sangat pentingdalam mengurangi risiko penularan malaria. Selain itu, faktor sosial, ekonomi, danbudaya turut memengaruhi praktik pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat. Olehkarena itu, intervensi yang dirancang harus mempertimbangkan konteks lokal danmelibatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran serta pengetahuan tentangmalaria, sehingga upaya pengendalian penyakit ini dapat lebih efektif danberkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H