Mohon tunggu...
Abdi Khairil
Abdi Khairil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aktivis Sosial

Suka dengan dunia peliputan, videografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Realistis "Bansos" Jelang Pemilu

11 Februari 2024   23:54 Diperbarui: 11 Februari 2024   23:54 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh miris, saya melihat warga penerima Bansos (Bantuan Sosial) dari pemerintah, tidak mau mendukung jika belum mendapatkan santunan atau hadiah langsung dari calon legislatif pemilu tahun ini. Alasannya, karena tidak diberikan cindera mata "menurut salah satu pengakuan penerima Bansos di Daerah saya inisial Dia". 

Dia mengatakan "warga tidak mau juga, jika  ada bingkisan yang dikasih". Lantas saya bilang jadi bantuan selama ini dari pemerintah dia anggap angin lalu saja? Menjadi mempertimbangan bantuan selama ini? Maksud saya jadilah pemilih demokratis karena Bansos (Bantuan Sosial) sudah sering dinikmati meski bukan pemilu saja.

Sungguh sangat miris saya bilang, pemikiran pemilih atau masyarakat saat ini, memang betul-betul, ingin menerima uang dan barang, maksudnya adalah suara mereka tidak di berikan secara demokratis melainkan sistem barter. Pantasan saja korupsi selalu saja terjadi, caleg yang terpilih.

Pantesan saja terlihat sombong, tidak mau melihat pemilihnya lagi. Yah, karena itu saya maksud mereka berpikir para caleg ini untuk balik modal "yah korupsi", untuk balik modal yah tidak perlu kunjungan atau perhatikan aspirasi karena mereka para caleg sudah membayar cash kepada pemilih.

Jika sudah terjadi seperti ini, mau dibawa kemana negara yang demokrasi ini? Samahalnya di kalangan pedesaan sudah bermain di wilayah money politik, meski bukan langsung uang yang diterima masyarakat pemilih, yah sama saja karena kalau bukan duit tapi barang berupa sembako, tumbler dan lain sebagainya. 

Seperti saya dengar juga bahwa jika masih barang yang dikasih tidak mau terima kecuali uang. Dan saat ini pun transaksi dan lobi-lobian, itupun bukan khayalan lagi bukan sekedar omon-omon, tapi sudah transaksional penawarannya.

Terkhusus kepada penerima rutin Bansos (Bantuan Sosial), mereka saya katakan tidak tahu bersyukur selama ini diberikan Bansos namun pada pemilu ini masih saja mengharap bingkisan dari caleg. 

Mereka sebenarnya sudah harus berfikir "Ucap Saya", bahwa dirinya bukanlah ladang suara bagi si pemberi Bansos melainkan sudah tugas negara untuk memberinya. Tapi kenyataannya mereka sasaran bagi sang penguasa.

Seperti halnya saja saat ini banyaknya Bansos yang dibagikan ke masyarakat. Mulai dari bantuan beras, bantuan tunai, dan bantuan tambahan lagi yakni beras, namun mirisnya daftar penerima beras ini berbeda sumber. 

Ada dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) nah ini juga menjadi masalah saat ini. Nama pemerima berbeda dengan nama penerima yang lalu bahkan nama yang sekarang sudah banyak yang meninggal hingga telah menjadi PNS. 

Hal ini juga menjadi keributan di Desa, Kenapa banyak jenis data yang disajikan. Termasuk komplain dari salah satu kepala Desa mengatakan bahwa "data ini sebenarnya sudah diupdate dan dikirimkan ke tingkat kabupaten tapi kenapa nama yang turun masih nama yang dulu bukan nama yang kami update, tidak ada perubahan nama ini".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun