Mohon tunggu...
Abdika Amrullah
Abdika Amrullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menekuni bidang Linguistik dan Kajian Budaya. Gemar membahas fenomena sosial, budaya, dan bahasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Representasi Identitas Budaya Melalui Implementasi Slogan "Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan Kuasai Bahasa Asing"

30 Mei 2022   20:00 Diperbarui: 30 Mei 2022   20:46 4890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slogan tentang pelestarian bahasa (sumber: kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id)

Dewasa ini, perkembangan teknologi dan informasi terjadi begitu pesat yang tidak hanya ditandai dengan kehadiran teknologi terbaru nan canggih, namun juga pesatnya penyebaran pengaruh dari budaya serta pemikiran yang berasal dari bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. Hal ini tentu memancing urgensi akan kebutuhan dasar komunikasi, yaitu interaksi berbahasa. Dengan beragamnya budaya dan bangsa yang berinteraksi, tentu memunculkan urgensi akan penggunaan bahasa yang bersifat lebih inklusif secara global, seperti halnya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

Tentu saja, ini merupakan sebuah kemajuan yang memungkinkan kita mengetahui lebih banyak ilmu dan wawasan mengenai dunia luar, serta belajar berkomunikasi menggunakan bahasa mereka. Namun, bagaikan pisau bermata dua, paparan dari globalisasi ini juga menimbulkan kekhawatiran yang salah satunya adalah lunturnya nilai kebudayaan lokal, seperti penggunaan bahasa Indonesia yang mulai berkurang, hingga punahnya bahasa daerah.

Penyebabnya tentu salah satunya adalah pergeseran nilai budaya yang menciptakan tendensi untuk menganggap budaya luar lebih prestisius dibanding budaya asli sendiri. Ini terbukti melalui anggapan generasi-generasi muda bahwa bahasa daerah terkesan kuno dan tertinggal, berbeda dengan bahasa Inggris yang menciptakan kesan intelek dan elite. Hal ini tentu sangat disayangkan, padahal, identitas budaya lokal kitalah yang menjadi corak paling distingtif dan spesial dalam membedakan karakteristik kita dengan bangsa-bangsa lain.

Tentu saja negeri kita Indonesia tidak tinggal diam menyikapi fenomena-fenomena seperti ini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemendikbud) melakukan berbagai upaya untuk menjaga kelestarian bahasa, seperti revitalisasi bahasa dalam mencegah kepunahan bahasa daerah, sosialisasi bahasa Indonesia untuk mengutamakan penggunaan bahasa nasional, hingga pencetusan dan penerapan slogan "utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing".

Slogan dari Kemendikbud tersebut merupakan sebuah ajakan yang harus kita maknai dan implementasikan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan sehari-hari, yaitu interaksi berbahasa. Karena ini merupakan sebuah ajakan yang memiliki nilai fundamental dan penting sebagai upaya mempertahankan jati diri budaya bangsa serta mempertegas posisi Indonesia di kancah internasional. Sehingga, kita sebagai bangsa Indonesia dapat memperkenalkan karakteristik dan keistimewaan dari identitas yang telah dimiliki dan juga beradaptasi dengan baik menghadapi perkembangan global.

Bicara identitas, kita tak lepas dari kebiasaan umum sebagai seorang individu, memperkenalkan diri. Sebagai seorang individu, kita tentu saja kerap memperkenalkan diri di hadapan sesama kolega, guru, atasan, atau di hadapan khalayak umum. Seperti memperkenalkan nama, tempat asal, hingga hal-hal yang lebih pribadi seperti hobi hingga film atau makanan favorit. Tujuan kita memperkenalkan diri tentu saja beragam, namun satu tujuan fundamentalnya adalah memberitahu tentang hal-hal yang bersifat distingtif yang melekat pada diri kita, hal yang membedakan kita dengan orang lain, identitas kita masing-masing.

Sama halnya seperti seorang manusia, sebuah bangsa juga memiliki identitasnya sendiri yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa Indonesia terkenal akan keberagamannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang melahirkan berbagai budaya dengan corak identitas masing-masing yang memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri.

Ilustrasi keberagaman budaya bangsa Indonesia (sumber: suarakita.org)
Ilustrasi keberagaman budaya bangsa Indonesia (sumber: suarakita.org)

Liliweri (2003) menyatakan bahwa unsur pembeda identitas budaya dapat berupa fisik (material) maupun non-fisik (non-material). Seperti warisan bentuk kesenian, teknologi penunjang kehidupan, tradisi, adat istiadat, gaya hidup, hingga norma dan kepercayaan yang dianut, serta bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Yang artinya, bahasa merupakan salah satu aspek penting dari budaya yang menentukan identitas dan merupakan cerminan nilai, karakteristik, dan pola pikir suatu masyarakat budaya tertentu. Dengan kata lain, identitas budaya, yang merupakan pembeda dari budaya satu dengan lainnya, terdiri dari berbagai unsur yang salah satunya merupakan bahasa (Santoso, 2006).

Menurut Chaer (2003), bahasa merupakan simbol atau tanda yang disepakati untuk digunakan dalam berkomunikasi oleh suatu kelompok tertentu. Dalam penggunaannya, bahasa memiliki batas lingkup masing-masing, seperti aspek geografis, historis, maupun sosiologis. Sehingga, perbedaan ini menciptakan variasi ragam bahasa, dialek, dan aksen yang berbeda-beda yang membentuk identitas dari masing-masing budaya. Identitas tersebut merupakan suatu karakteristik yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat budaya tertentu yang membedakan budaya mereka dengan budaya yang lainnya.

Konsep dari sebuah identitas budaya merupakan hal yang tidak hanya terbatas pada persoalan etnis. Namun, hal ini merupakan sebuah kompleksitas yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Identitas sendiri, menurut Stuart Hall (1990), adalah sesuatu yang  proses pembentukannya bersifat dinamis, yang akan terus terbentuk mengikuti perkembangan sosial budaya yang ada. Identitas budaya ini selanjutnya terbentuk melalui representasi yang prosesnya berjalan secara berkelanjutan dan terus menerus direpresentasikan dalam praktik keseharian di kehidupan nyata. Stuart Hall (1990) menyatakan bahwa ada dua sudut pandang dalam mengidentifikasi identitas. Pertama adalah identitas sebagai sebuah wujud (identity as being) dan yang kedua adalah identitas sebagai proses menjadi (identity as becoming).

Stuart Hall (1932-2014), ahli teori kebudayaan dan aktivis asal Inggris (sumber: publicbooks.org)
Stuart Hall (1932-2014), ahli teori kebudayaan dan aktivis asal Inggris (sumber: publicbooks.org)

Sudut pandang identitas sebagai proses menjadi (identity as becoming) merupakan konsep yang menyatakan bahwa identitas terbentuk melalui pengaruh dari aspek-aspek eksternal seperti lingkungan dan nilai-nilai di luar kebudayaan induk. Pertemuan dari unsur-unsur tersebut memungkinkan adaptasi agar dapat menempatkan identitas diri sesuai dengan situasi yang ada. Sedangkan identitas sebagai sebuah wujud (identity as being) merupakan identitas yang sejak awal terbentuk melalui representasi nilai historis, nilai pemikiran, dan unsur-unsur budaya lain yang memiliki kesamaan dengan orang lain dalam lingkup budaya yang sama. Seperti halnya satu suku, etnis, atau bangsa yang mana identitas ini tercermin melalui kesamaan nilai-nilai kebudayaan tersebut (Hall, 1990).

Dari dua sudut pandang identitas tersebut, tentu kita dapat menerapkannya dengan menciptakan keseimbangan antara jati diri yang bersifat fundamental dan identitas baru yang merupakan salah satu upaya adaptasi dan asimilasi dengan perkembangan. Hal ini tentu penting dalam membentuk identitas yang bersifat adaptif dan aktif dalam menyikapi perkembangan, namun tetap tidak kehilangan jati diri dan prinsip fundamental yang menjadi pegangan di tengah bebas dan derasnya arus globalisasi.

Tentu kita memiliki jati diri akan identitas budaya daerah masing-masing yang dapat kita representasikan melalui salah satunya adalah tutur bahasa yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kita juga harus menghormati keberagaman suku dan budaya yang ada dengan menjunjung tinggi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang bersifat lebih inklusif dalam menyatukan daerah-daerah di Indonesia. Tak lupa juga untuk tidak mengesampingkan urgensi mempelajari bahasa asing sebagai upaya menyejajarkan posisi Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini merupakan manifestasi dari identitas Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jadi diri, merdeka, serta sejajar dan mampu aktif berinteraksi dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Identitas kita sebagai bangsa Indonesia, serta identitas budaya kita masing-masing, seperti budaya Jawa, Sunda, Melayu, Minangkabau, dan semua budaya daerah Indonesia yang lainnya, tentu sangat penting untuk kita lestarikan. Dengan cara terbaik dan paling efektif, yaitu menjadi representasi dari budaya itu sendiri. Karena cara terbaik melestarikan, bahkan memperkenalkan budaya kita kepada khalayak yang lebih luas adalah dengan memanifestasikan nilai-nilai budaya tersebut pada diri kita. Hal ini tentu dapat diwujudkan melalui kegiatan keseharian dalam penggunaan bahasa. Karena kita, adalah sebaik-baiknya pemeran dalam merepresentasikan dan mempertahankan kelestarian budaya kita masing-masing.

Akhir kata, sebagai bagian dari masyarakat berbudaya, mari hendaknya kita menjadi individu yang dapat merepresentasikan dan menjaga kelestarian dari warisan budaya kita masing-masing. Hal ini dapat dilakukan melalui aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-hari, yaitu praktik berbahasa. Mari bersama menyambut perkembangan globalisasi yang pesat ini tanpa harus kehilangan jati diri budaya bangsa sendiri dengan mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia, menjaga kelestarian bahasa daerah, dan mempelajari bahasa asing.

Beberapa referensi:

Chaer, A. (2003). Linguistik Umum. Rineka Cipta.

Hall, S. (1990). Cultural Identity and Diaspora. Lawrence & Wishart.

Liliweri, A. (2003). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. LKiS Pelangi Aksara.

Santoso, B. (2006). Bahasa dan Identitas Budaya. Sabda, 44--49.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun